Share

Dua Sisi

Hari minggu adalah hari dengan jadwal malas-malasan sedunia!!

Setidaknya itulah yang Binar pikirkan setiap hari minggu tiba. Ia tidak perlu bangun pagi untuk bersiap bekerja, ia bisa bangun tidur sesiang mungkin dan diam di kamarnya selama yang ia suka. Tidak ada yang lebih sempurna daripada diam di dalam kamar seharian!

Sang nenek yang merawatnya sejak kecil selalu membiarkan Binar berbuat semaunya khusus di hari minggu saja. Tapi di hari biasa ia mesti kerja ekstra keras selain bekerja di Bars-Man, ia juga wajib membantu pekerjaan rumah. Tak hanya membantu seadanya tapi harus melakukan segalanya dengan sempurna. Menyapu hingga tak ada debu tersisa, mengepel lantai sampai mengkilap, menyetrika baju sampai rapi seperti baju di mall. Neneknya bilang ini penting untuk bekalnya nanti jikalau berumah tangga. Tetapi bagi Binar yang masih ini seperti sedang disiksa pelan-pelan sampai mati.

Matahari sudah menembus tirai kamarnya ketika Binar masih berbaring dan memainkan game Mobile Legends di ponselnya.

“Ah noob banget sih ini temen-temenku.. payah!” Binar marah-marah karena timnya terdesak menuju kekalahan.

“Deek.. mau sarapan??” tanya neneknya yang sedang menyapu ruang tengah. ‘Adek’ adalah panggilan Binar di rumahnya.

“Engga... eh... pengen bubur neek!”

“Ya sudah beli dulu sana..”

Binar melempar ponsel seenaknya ke atas kasur dan melompat turun ranjang untuk berganti pakaian. Ia kemudian mengikat rambut lurusnya yang panjang sembari berjalan keluar dan mengambil sepedanya.

“Lho kamu gak pake motor Joko aja dek?”

“Enggak ah, biar sehat!” kata Binar sambil membawa sepedanya keluar rumah. Padahal yang sebenarnya ia takut mengendarai sepeda motor meskipun ia bisa memakainya. Joko adalah cucu neneknya yang lain yang kerja di supermarket. Joko sering memakai bus kota untuk berangkat bekerja jadi seringkali sepeda motornya nganggur di rumah.

Binar mengayuh sepedanya dengan santai menyusuri jalanan yang ternyata sudah ramai. Sejauh ini ia sudah menemukan dua tukang bubur tapi ia masih belum yakin yang mana diantaranya yang lebih enak, jadi ia meneruskan mengayuh sepedanya.

Selagi bersepeda ke arah utara ia jadi teringat sesuatu.

Ini kan gak jauh dari rumah mbak Nala..

Lima menit kemudian ia sudah memberhentikan sepedanya di depan rumah dua tingkat itu.

“Mbak Naaalaaaa..” Binar memanggil dengan volume maksimal.

“Binar?” kata Nala dari balik pagar.

“Iya mbaaak.”

Nala membukakan pintu pagar garasi yang sudah karatan itu.

“Ayo masuk..” kata Nala sembari membukakan pintu sedikit lebih lebar supaya sepeda Binar bisa melaluinya.

“Jadi gimana mbak???” tanya Binar bersemangat sambil duduk di kursi rotan di depan teras.

“Oh.. masih ada komiknya kok.. aman.. kemaren mas Samudera telepon aku kok,” kata Nala yang mengambil kursi di sebelah Binar.

“Eh bukan kooomiikkk... eh.. eh.. eh.. sebentar.. mas jomblo telepon mbak Nala??”

Nala mengangguk. “Emang kenapa?”

Binar melompat kegirangan hingga berdiri dari kursinya. “Yess!”

“Hahaha emang kenapa sih?”

“Kalau mas jomblo itu udah berani telepon berarti dia ada udah ada niat..”

“Masa?”

“Iya dong! Kemarin ngobrol apa aja jadinya??”

“Cuma bilang mau ambil komik tapi cari sewa mobil dulu..”

Binar menepuk dahinya. “Mas jomblo emang payah!”

“Emang kenapa kamu semangat sekali ngenalin aku ke mas Samudera?”

“Eh mbak, kata ustad di dekat rumah.. menjodohkan orang sampai menikah itu pahalanya besar.. dibuatkan rumah di surga!” kata Nala bersemangat sembari merentangkan tangannya lebar-lebar seolah ia sedang memeluk rumah.

Nala tertawa kecil melihat kelakuan gadis remaja ini. Binar dan Nala pertama kali berkenalan sekitar dua bulan lalu. Saat itu Nala datang ke rumah Binar untuk mengambil baju yang sudah dikecilkan oleh neneknya Binar (neneknya ada seorang penjahit). Karena saat itu nenek tidak di rumah jadi Binar meminta nomor Nala untuk nanti diberi kabar jika neneknya sudah pulang. Dan sejak saat itu mereka berkomunikasi via w******p, apalagi kebetulan Nala memang sedang akan mengosongkan kamar adiknya dan hendak menjual barang-barang didalamnya.

Bagi Binar yang segera mengetahui Nala sedang sendirian, teman barunya ini bisa jadi calon yang baik untuk atasannya yang jomblo akut.

“Kamu mau masuk dulu? Aku baru masak lho..”

“Eh enggak.. aku tadi lagi cari bubur.. iseng aja main kesini.. ini mau lanjut jalan,” kata Binar yang teringat kembali tujuan awalnya keluar rumah dan segera berdiri berpamitan.

“Lain kali mampirnya lebih lama ya,” kata Nala sembari tersenyum.

“Siap!! nanti aku bawa sekalian si mas jomblo!” teriak Binar yang sudah mengayuh sepedanya menjauh.

Binar tersenyum-senyum sendiri sembari mengayuh sepedanya dengan pelan-pelan. Ia selalu senang bertemu dengan Nala karena Nala sangatlah berbeda dengan Binar. Sikap Binar yang aktif seolah dinetralkan dengan perangai Nala yang kalem, santai, ramah, dan cenderung sendu.

Lima belas menit kemudian Binar sudah berada di rumahnya lagi dengan dua bungkus bubur di tangannya.

“Ini neek..” teriak Binar sambil menaruh bubur di meja.

“Lho kamu cuma beli dua dek??”

Binar yang sudah masuk ke kamarnya berjalan mundur kembali dan melirik neneknya.

“Iya.. kenapa nek?”

“Nanti ada tamu lho..”

“Tamu?”

“Iya.. tapi ya gak apa-apa.. biasanya dia bawa makanan sendiri juga..”

Hari minggu dengan cepat hampir habis karena matahari sudah mendekat di horizon untuk kembali bersembunyi meninggalkan tempat untuk diambil alih bulan purnama. Binar tertidur pulas sejak siang tadi dan kini lamat-lamat mulai membuka kedua matanya. Orang bilang tidur di sore hari itu tidak baik, neneknya sudah membangunkannya sejak sepuluh menit yang lalu tapi kepalanya baru bisa terangkat sekarang.

Binar menguap lebar-lebar dan mengambil ponselnya di atas meja di samping ranjangnya.

“AAAAHH!!!”

Binar lupa untuk mengisi batere ponselnya selagi ia tidur.. Ia menaruh kembali ponselnya di meja dan berdiri tegak. Rasanya nyaman sekali setelah tidur siang yang cukup lama. Badannya terasa segar dan punggungya terasa lentur. Besok hari senin mana bisa seperti ini, jam segini malah ia pasti sedang mengayuh sepedanya untuk pulang.

“Eeeh udah datang!!” suara neneknya terdengar dari luar. Binar tak begitu peduli..

“Iya.. ini ada kue buat nenek sama Binar..” kata suara satu lagi yang terdengar tak asing.

Mendengar kata kue ia langsung melesat keluar kamar untuk melihat tamu yang sungguh dermawan itu.

“Halo!!” kata tamu itu ketika melihat kepala Binar muncul dari balik pintu kamarnya.

“AAAH!!!” Binar berlari dan melompat untuk memeluknya. “Kapan mbak sampai sini?”

“Seminggu lalu tapi mbak harus tinggal di hotel karena semua anggota tim perusahaan ada disana..”

“Padahal nginap disini saja!”

“Haha maunya sih gitu..”

“Ya udah kesini aja!”

“Nanti gak bisa kerja..”

Binar merengut manja.

“Binar jangan ganggu mbak Ajeng!! capek dia kasihan,” kata neneknya dari belakang.

Ajeng Puspa Ningtias tersenyum tipis.. sudah lama ia tidak mampir kemari...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status