Pagi ini, Jasmine terbangun dengan harapan bahwa semua kejadian kemarin hanyalah mimpi buruk. Namun, saat membuka matanya dan melihat sekelilingnya—ruangan asing dengan dekorasi yang tidak dikenalnya—semua harapannya sirna begitu saja.
"Ini nyata," gumamnya, suara lirih penuh penyesalan. Jasmine menghela napas berat, mencoba menyadari kenyataan yang begitu pahit. Tangannya meraih ponsel yang ada di samping tempat tidurnya.
Ponselnya mati total semalaman. Dengan malas-malasan, Jasmine mencari charger dan mulai mengisi baterainya. Tak lama setelah ponselnya menyala, banyak pesan yang masuk dari Aldo. Jasmine menepuk keningnya. "Astaga, kenapa aku bisa lupa kalau semalam ada janji sama Aldo?"
"Apa dia menunggu?" gumamnya pelan.
Jasmine hendak menekan tombol untuk menelepon Aldo, tetapi tangannya terhenti ketika matanya menangkap sebuah benda yang tergeletak di atas meja. Buku nikah.
"Apa mungkin aku bisa melanjutkan hubungan ini? Dan bagaimana caraku bilang kalau aku nggak bisa sama dia lagi?" pikirnya Jasmine dengan helaan nafas beratnya.
Jasmine mengacak rambutnya dengan frustasi. "Arrghhh, seharusnya aku menikah dengan Aldo. Seharusnya aku bahagia dengan Aldo, bukan seperti ini."
Dengan napas yang berat, Jasmine membanting ponselnya ke kasur dengan kasar. "Maafkan aku, Al. Ini bukan mauku. Aku nggak mau menikah dengan orang lain, aku juga nggak mau menghianatimu, tapi... aku harus bagaimana, Al? Aku nggak bisa milih!" erangnya Jasmine.
Entah bagaimana hubungan ini akan berlanjut, Jasmine kini telah menjadi istri orang lain—meskipun tanpa persetujuannya. Tetapi apakah Aldo akan tetap menjadi kekasihnya nanti? "Arrghh, kenapa semuanya jadi rumit begini sih?" gerutunya dengan marah sambil mengacak rambutnya.
Dengan langkah berat, Jasmine menuju kamar mandi. Pikirannya kacau, tapi ia harus menghadapi kenyataan. Di dalam lemari, ada banyak baju baru yang telah disiapkan untuknya. "Sultan tapi kejam," cibir Jasmine sinis sambil mengambil sebuah dress dari lemari.
Jasmine memang sudah lulus kuliah dan kini sedang magang di salah satu perusahaan. Tapi kemarin Jasmine sudah resmi menjadi karyawan tetap, dan sepertinya Jasmine juga tidak tahu jika perusahaan itu adalah salah satu milik Aldenzio.
Dengan penampilan rapi untuk bekerja, Jasmine merasa sedikit lebih percaya diri. Di saku bajunya, terselip kartu nama yang menunjukkan jika Jasmine karyawan tetap di perusahaannya. Ia bergegas menuruni anak tangga, berniat menemui Aldo dan meminta maaf atas kejadian semalam.
Namun, langkahnya terhenti ketika suara Zio terdengar tegas memanggil dari belakang. "Jasmine!" serunya.
Jasmine menoleh sambil memutar bola matanya malas. "Apa?" jawabnya sewot.
Zio berdiri di belakang Jasmine, kedua tangan terlipat di depan dada. "Tidak ada yang bisa kamu lakukan tanpa izin dariku," katanya dengan nada yang penuh penekanan.
Jasmine menelan salivanya kasar, jantungnya berdetak lebih cepat. Ia berjalan maju, mendekatkan wajahnya pada Zio dengan senyum miringnya. "Ini adalah hidupku, dan kamu? Kamu nggak ada hak ikut campur. Belum puas dengan apa yang sudah kamu lakukan? Hidupku hancur karena kamu!" jawabnya dengan sorot kebencian.
Zio mendekat, tatapannya tajam tak kalah tajam dengan tatapan Jasmine. "Kamu lupa kenapa aku menikahimu?" tanyanya, tangannya menarik dagu Jasmine agar wajahnya menatapnya langsung. "Tujuanku menghancurkan hidupmu dan juga keluarga kamu."
"Enggak! Ini semua nggak adil!" teriak Jasmine,
“Sangat adil, kamu kira mama saya seperti sekarang itu sebuah keadilan?” tanyanya dengan datar.
Jasmine diam, dia tidak bisa menjawab ucapan Zio.
“Kenapa diam? Merasa bersalah sekarang?”
Jasmine menghempaskan tangan Zio yang ada di pipinya, dia tetap menatap mata Zio tanpa takut.
“Apapun yang kamu perintah dan kamu larang, tidak akan buat aku patuh sama kamu.”“Oh ya, sepertinya Aldo perlu tahu kalau kekasihnya sudah menikah dengan laki-laki lain.” Senyuman Zio menyeringai.
Jasmine langsung membulatkan matanya, dia sedikit kaget dengan ucapan Zio barusan. “Sejauh apa kamu masuk ke dalam hidupku? Sejauh apa rencana kamu buat hancurin hidup aku, hah?” teriak Jasmine dengan napas yang memburu.
“Ah, itu sangat mudah, sayang,” jawab Zio santai, mencengkeram kedua pundak Jasmine dengan kuat. “Hal kecil hanya untuk mendapatkan informasi karyawan biasa seperti kamu, sayang. Jadi mau bagaimana? Mau aku lanjutkan dan Aldo tahu semuanya? Eh, tapi sepertinya kurang menarik sih kalau kamu tidak mendapatkan kejutan sendiri dari Aldo.”
Jasmine menggelengkan kepalanya. “Gak akan ada yang bisa hancurkan hidupku, bahkan kamu sekalipun.”
“Dan tidak akan ada yang bisa menghentikan rencanaku, sekalipun kamu melawannya.” Senyum Zio semakin lebar.
Zio mendekat, wajahnya semakin dekat dengan Jasmine. Bahkan, tinggal beberapa senti saja sudah bisa menyentuh hidung mancung Jasmine. “Jangan melawanku. Kamu tidak tahu betapa berbahayanya aku ketika marah,” ujarnya dengan nada dingin.
“Dan kamu tidak tahu betapa kuatnya keinginanku untuk bebas darimu!” jawab Jasmine dengan tatapan tak kalah tajamnya.
Zio menatapnya sejenak, lalu mundur dan tersenyum sinis. “Kita lihat saja seberapa jauh kamu bisa bertahan. Ingat, aku selalu bisa membuat hidupmu lebih sulit. Tunggu saja kejutanmu di kantor nanti.”
Jasmine tidak menjawab, dia tidak menyangka jika Zio akan menjadi seberbahaya ini sekarang. Laki-laki yang dulu sangat tidak terlihat di SMA kini menjadi laki-laki kejam yang penuh dengan dendam.
Setelah Zio pergi, Jasmine menghela napasnya dan duduk di sofa ruang tengah. “Entah musibah apa lagi yang harus aku hadapi, Tuhan, tolong jangan uji hambamu di atas batas kemampuanku.”
Setelah meninggalkan Jasmine, Zio masuk ke dalam mobilnya dan membanting pintu mobilnya. Sepertinya Jasmine bukan wanita lemah yang bisa dengan mudah dia tindas.
Zio meraup wajahnya dengan kasar sambil mengambil ponsel yang ada di saku jasnya untuk mengirim pesan ke manajer di perusahaan cabangnya.Aldenzio
[Segera pindahkan Jasmine ke perusahaanku, dan pastikan dia akan mendapatkan kejutan yang tak terduga sebelum dia resmi pindah.]Manager Andi
[Baik, Tuan. Semua sudah saya siapkan. Dan Putri juga sudah di sini.]Zio tersenyum puas dengan apa yang akan terjadi hari ini. “Penderitaan kamu akan dimulai, Jasmine. Kamu dan keluarga kamu tidak akan bisa bahagia. Ingat, apapun yang aku mau pasti akan aku dapatkan, sekalipun dengan cara kotor.”
Aldenzio
[Oh iya, dan bagaimana dengan perusahaan Melda? Apakah masih ada kerja sama dengan cabang kita?]Manager Andi
[Ya, Tuan, kerja sama masih berjalan, tetapi ada beberapa kendala yang perlu diperhatikan. Apa yang harus kita lakukan? Apakah langsung kita putuskan kerjasamanya?]Aldenzio
[Jangan gegabah. Atur pertemuan dengan mereka. Kita perlu mendiskusikan beberapa hal penting dan mencari celah untuk menjatuhkan perusahaannya. Pastikan Jasmine tidak tahu apa-apa tentang ini.]Setelah mengirim pesan, Zio menyandarkan punggungnya ke kursi, mengedarkan pandangan keluar jendela. Senyum puas menghiasi wajahnya.
“Jangan remehkan seorang Aldenzio. Kalian semua akan tunduk di bawah naunganku. Dan kamu, Jasmine? Kamu akan menyesal karena sudah melawan semua ucapanku.”“Hari ini Mama sudah bisa keluar dari rumah sakit, Ma,” ucap Zio sambil merapikan barang-barang mamanya. “Tapi maaf, Zio harus keluar kota malam ini juga karena kerjaan, Ma, dan Zio gak tahu akan pulang kapan.”“Kerjaan atau kamu mencari Jasmine yang kabur dari kamu?”Tangan Zio langsung berhenti saat mamanya menyebut nama istrinya. Bukankah sang suster sudah melarang mamanya menonton TV?“Gak usah kamu tutupi, Zi. Mama tahu semuanya. Mama tahu kalau kamu menikah dengan anak dari Melda, wanita yang sudah menghancurkan hidup Mama, kan? Kenapa harus kamu tutupi?”“Mama tahu dari mana?” tanya Zio dengan menatap ke arah Luna.“Mama tahu karena Mama lihat siaran kamu di TV. Kalau Mama gak diam-diam menonton, Mama gak akan tahu sosok istri kamu. Mama tidak akan melarang semua kebahagiaan kamu. Jasmine gadis baik-baik. Mama masih ingat jelas bagaimana Jasmine minta maaf sama Mama dan nangis-nangis karena Papanya juga jadi korban dari perselingkuhan Mamanya.”Zio makin tidak bisa berkata-kata
Melda tidak menyangka jika ternyata Aldenzio adalah putra dari wanita yang sudah dia rusak rumah tangganya. Dan yang paling tidak dia sangka, ternyata dia menjual Jasmine ke Aldenzio, bukan kepada laki-laki tua seperti yang ada di angan-angannya.Sekarang, Melda hanya bisa menerima semuanya. Mau menangis darah pun, Aldenzio tidak akan pernah melepaskannya, apalagi semua bukti sudah Aldenzio kantongi dan diserahkan ke pihak yang berwajib.Hanya tinggal Putri saja yang bisa menyelesaikan semuanya. Entah Putri bisa menolong Melda atau tidak, tapi setidaknya Putri bisa mencari pengacara untuk meringankan hukumannya.Berita penangkapan Melda ternyata diketahui oleh Luna. Wanita paruh baya itu menonton berita penangkapan tersebut sambil menghela napas panjang dengan kasar.“Jadi selama ini dia masih berkeliaran di luar? Dan apa sebenarnya yang terjadi? Zio, kenapa dia menyebut nama Jasmine, istrinya? Apa mereka ada hubungan di balik semua ini?”Saat hendak melihat berita lain, sang suster m
Melda menggigit kukunya, panik merayapi pikirannya. Bagaimana Zio bisa tahu rahasia besarnya? Jangan-jangan, memang benar jika Zio tahu segalanya tentang hidupnya. Wanita paruh baya itu mondar-mandir di ruangannya dengan tatapan penuh kecemasan. Rahasia yang sudah ia kubur dalam-dalam dan percaya tak akan pernah ada yang mengetahuinya ternyata kini terancam terungkap. Jasmine sudah membongkar semuanya sebelum ia pergi meninggalkan segala huru-hara ini.“Tidak, aku harus cari Jasmine. Dia pusat masalahnya. Kalau dia tidak cerita pada Zio, mana mungkin Zio tahu semua ini,” desis Melda, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja.Baru saja ia hendak menghubungi orang kepercayaannya, tiba-tiba pintu ruangannya diketuk dari luar oleh asistennya.“Apa ada info soal yang saya minta tadi?” tanyanya cepat.Pria itu mengangguk, lalu menyerahkan beberapa berkas ke hadapan Melda.“Sepertinya, Bu Melda melewatkan sesuatu. Baru-baru ini ada kabar yang menyangkut soal Aldenzio dan Jasmine.”Me
“Maaf, Pak. Ada tamu yang bersikeras ingin bertemu dengan Bapak. Saya tidak bisa melarangnya, dia sedang berada di ruang tamu kantor,” ucap sang sekretaris sambil menundukkan kepala.“Dan berita tentang Bapak semakin menyebar luas ke mana-mana, jadi asumsi publik terus berkembang. Saya juga sudah melihat ini sangat berpengaruh pada perusahaan. Apa Bapak mau saya bantu untuk take down berita ini? Biar nanti saya dan asisten Bapak yang mengatasinya.”Aldenzio menggelengkan kepalanya dengan tatapan datar. “Saya sudah punya cara sendiri. Take down atau tidak, beritanya akan tetap mengalir begitu saja karena pasti ada oknum yang berpihak pada penyebar berita.”“Tapi itu nggak benar, kan, Pak?” tanya Rika memastikan. “Eh, maaf kalau saya lancang.”Aldenzio tidak menjawab, hanya melirik sekilas sang sekretaris. “Nggak perlu saya klarifikasi, nanti kamu tahu sendiri,” jawabnya sambil berjalan ke arah ruang tamu kantornya.Dia sudah cukup hafal siapa yang datang. Pasti Melda dan Putri yang aka
Pagi ini, kabar pengunduran diri Jasmine sekaligus video Jasmine kencan malam itu dengan Zio sudah ramai jadi perbincangan di seluruh penjuru kantor. Banyak sekali yang menduga-duga jika Jasmine mengundurkan diri karena memang Jasmine ketahuan selingkuh dengan CEO dari perusahaannya sendiri. Apalagi kabarnya Jasmine memang sudah melakukan pernikahan secara diam-diam. Sosok suami Jasmine saja tidak ada yang tahu bagaimana, dan jelas ini menyimpan banyak pertanyaan dari rekan kerjanya. Apalagi Zio hari ini juga tidak masuk kerja.“Gila, nggak nyangka jika Jasmine ternyata seperti itu.” “Parahnya lagi Pak Zio, harusnya dia tahu kan status kontrak kerjaan Jasmine seperti apa. Dan kenapa kalau sudah bersuami dia malah deketin Jasmine, sampai buat dinner romantis segala?”“Ck, nggak lupa kan kalau Jasmine itu pindahan dari kantor cabang? Jadi aku yakin Jasmine status saat ngelamar kerja belum menikah. Apalagi katanya nikahnya diam-diam, kan?” “Jangan-jangan ini yang membuat Jasmine hidup
“Kenapa bisa kecolongan seperti ini? Kalian bisa kerja nggak sih!” teriak Zio memarahi beberapa pengawal yang sedang berdiri berjejer di depannya. “Saya nggak mau, sekarang juga cari Jasmine sampai ketemu. Kalau belum ketemu, tidak ada yang boleh kembali ke rumah ini, ngerti?” “Ba-baik, tuan.” Gugup mereka. “Tunggu apa lagi? Cari sekarang!” teriak Zio, sambil menunjuk ke arah luar. Beberapa pengawal itu langsung keluar dari ruangan tengah. Zio meraup wajahnya dengan frustrasi. Padahal, kabar bahagia sedang menyelimutinya, malah dia harus mendapatkan kabar buruk bahwa istrinya kabur lewat balkon. Zio menatap ke arah atas, dia beranjak berdiri dan menaiki anak tangga, tapi sebelum naik, suara Bi Mirna membuat Zio berhenti. “Maaf, tuan. Tadi saya menemukan ini di kamar Nona Jasmine.” Ucap Mirna, dengan menyodorkan selembar kertas yang dilipat kecil. “Maaf, kami sudah teledor menjaga Nona Jasmine.” Zio tidak menjawab, dia hanya mengibaskan tangannya dan beranjak menaiki anak tang