Jeratan Cinta Tuan Muda

Jeratan Cinta Tuan Muda

last updateLast Updated : 2024-12-28
By:  TikakaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
32Chapters
369views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Dianggap sebagai beban dalam keluarganya dan diperlakukan tidak adil, Jasmine harus menelan pil pahit dalam hidupnya. Mamanya tega menjualnya sebagai pelunas utang kepada seorang laki-laki yang bahkan belum diketahui wajahnya. Namun, siapa sangka, laki-laki yang membeli dan menikahinya adalah seseorang dari masa lalunya—seorang pria tampan dan kaya raya. Di balik pernikahan paksa itu, ternyata terselip dendam dan kebencian terhadap Jasmine. Lantas, bagaimana Jasmine menghadapi hidupnya yang sudah hancur ini? Akankah Jasmine bisa lolos dari suami dadakannya, atau justru ia merasa kasihan dan berhasil mengubah kebencian suaminya menjadi cinta?

View More

Chapter 1

1.Kejamnya Seorang Ibu

“Pakai baju ini. Malam ini juga kamu harus ikut dengan Mama,” tegas Melda sambil melemparkan sebuah paper bag ke arah Jasmine yang berada di kamarnya.

“Kita mau ke mana, Ma? Jasmine banyak kerjaan yang harus Jasmine kirimkan besok pagi.”

“Gak usah banyak tanya! Jam setengah tujuh kita berangkat. Mama gak mau tahu alasan kamu; pokoknya kamu harus ikut.”

Brakkk

Pintu langsung ditutup dari luar, membuat Jasmine menghela napas dengan kasar. Tangannya meraih paper bag yang dilemparkan oleh mamanya tadi. Di dalamnya, ada sebuah gaun tanpa lengan dan sepatu hak tinggi yang senada.

“Apa ada acara malam ini?”

Tanpa pikir panjang, Jasmine meletakkan paper bag itu dan bergegas untuk melanjutkan pekerjaannya. Masih ada waktu setengah jam untuk menyelesaikannya.

Jujur saja, saat ini Jasmine tidak menyimpan kecurigaan apa pun. Ia menuruti semua keinginan mamanya, mengenakan gaun yang diberikan, dan memakai sepatu itu. Bahkan, keadaan di dalam mobil begitu hening; tak ada yang dibicarakan sepanjang perjalanan. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah hotel, tujuan Melda dan Putri adalah kafe yang ada di sana.

Di sinilah Jasmine mulai merasa curiga, melihat bahwa di kafe itu hanya ada dirinya, mamanya, dan banyak pengawal yang berjaga di sana.

“Ma, kita mau ngapain?” tanya Jasmine bingung, menahan pergelangan tangan Melda.

Putri yang tengah asyik memainkan ponselnya berdecak sebal. “Ya mau makan lah! Kamu pikir di kafe mau ngapain? Renang?”

Melda menyunggingkan senyumnya, tangannya mencengkeram tangan Jasmine dengan kuat. “Mau lunasi utang papa kamu. Dia mati dan malah ninggalin utang begitu banyak.”

“Utang Papa?” Jasmine tampak bingung.

“Hm, dan kamu tahu berapa jumlah yang harus Mama bayar? Satu miliar. Karena Mama gak mampu bayar semuanya, jadi…” Melda menatap tubuh Jasmine dengan senyum miring. “Tubuh kamu cukup untuk membayarnya.”

Mata Jasmine langsung berkaca-kaca. Ia melepaskan tangan Melda dari pergelangan tangannya. “Jadi Mama mau jual Jasmine? Mama tega jual anak Mama sendiri? Kenapa Mama selalu membedakan Jasmine dan Putri, Ma!”

Melda tertawa pelan sambil mencengkeram pipi Jasmine. “Mama tega? Oh, memang, karena kamu bukan anak Mama!”

Bagai disambar petir di siang bolong, kaki Jasmine terasa lemas. Hatinya hancur mendengar ucapan Melda barusan. “Ja... jadi...”

“Kenapa? Kamu kaget? Kamu pikir hidup menumpang di rumah saya itu gratis? Kamu hanya anak haram selingkuhan papa kamu, Jasmine! Dan sekarang Mama gak mau tahu; kamu harus menuruti kata-kata Mama.”

“Gak! Jasmine gak mau!” Jasmine meronta.

Melda memberi isyarat pada beberapa pengawal yang ada di sana. “Bawa dia!”

“Baik, Nyonya.”

“Lepasin aku! Aku gak mau!” teriak Jasmine, meronta.

“Ikut dengan kami. Jangan banyak melawan,” ucap salah satu pengawal dengan datar.

Dua pengawal itu memegang lengan Jasmine di kanan dan kiri, mengikuti langkah Melda menuju sebuah kursi, tempat seorang lelaki yang mengenakan setelan jas duduk dengan tenang di sana.

Melda menarik Jasmine dengan kasar dan menjatuhkannya di kursi. “Saya tidak membawa uang banyak, sesuai permintaan Tuan, saya bawakan Jasmine untuknya.”

Laki-laki di depannya itu menyunggingkan senyum, mengangguk pelan. “Tanda tangani perjanjian ini, maka kami anggap utang kamu lunas.”

Jasmine hendak meraih kertas itu, tetapi Melda buru-buru menariknya. “Kamu jangan ikut campur, Jasmine!”

“Jasmine berhak ikut campur! Ini hidup Jasmine, Ma. Jasmine berhak menentukan masa depan Jasmine sendiri, bukan Mama!”

Melda menyeringai sambil menandatangani kertas tersebut, lalu menyodorkannya ke arah laki-laki itu. “Masa depan kamu adalah menikah dengan Tuan-nya dia, jadi nikmati saja jadi istri kesekian, sayang,” bisik Melda sambil menepuk pipi Jasmine. “Sekarang nikmati penderitaanmu. Kamu pikir Mama akan mengeluarkan uang banyak hanya untuk lunasi utang papa kamu, hm? Harta Mama akan aman di tangan Mama, dan kamu? Kamu akan hidup sebagai istri seorang tua bangka.”

“Mama! Jangan tinggalkan Jasmine! Jasmine gak mau sama dia, Ma!”

“Bawa dia,” perintah laki-laki itu kepada kedua pengawalnya sambil berdiri.

“Bye-bye, calon istri tua bangka,” ledek Putri sambil melambaikan tangan.

Setelah menyerahkan Jasmine kepada bodyguard-nya, Melda dan Putri meninggalkan hotel dengan perasaan senang. Berbeda dengan Jasmine, yang hanya bisa menangis karena sadar tidak ada jalan keluar dari masalah ini.

“Maaa, bukain pintunya! Jasmine nggak mau!” Jasmine memukul-mukul daun pintu dengan keras.

“Mama, kenapa tega sama Jasmine, Ma? Yang salah bukan Jasmine, tapi Mama limpahkan semua kesalahan ke Jasmine.”

Tiba-tiba suara berat seorang laki-laki menghentikan tangisan Jasmine. Dia berbalik dengan cepat, mengusap air matanya.

“Ka-kamu siapa?”

“Suami kamu,” jawab laki-laki itu dengan suara dingin.

“Gak! Aku belum menikah. Kenapa kamu mengaku jadi suami aku?”

Laki-laki itu, Aldenzio, hanya tersenyum samar. Dia mendekat dengan langkah pelan, lalu berjongkok di hadapan Jasmine.

“Kamu sudah ditukar dengan uang satu miliar. Jadi, menikah atau tidak, kamu sudah menjadi milik saya. Tanda tangani surat ini sekarang!”

“Aku gak mau!” Jasmine menggeleng kuat, menolak mentah-mentah.

Aldenzio memiringkan senyumnya dan mencengkeram pipi Jasmine dengan kuat. “Tanda tangan atau saya tiduri?” bisiknya dengan nada mengancam.

Tubuh Jasmine gemetar, bulu kuduknya meremang. Dia berusaha menjauh, tetapi Aldenzio menarik tangan Jasmine dan mencengramnya dengan kuat.

“Mau kamu apa? Kenapa kamu membeliku ?” tanya Jasmine, napasnya memburu. Dia mencoba mendorong tubuh Aldenzio agar tidak terlalu dekat. “Jangan mendekat! Kalau kamu berani menyentuhku, aku akan teriak.”

Aldenzio tertawa kecil, lalu berdiri dengan tangan yang dimasukan kedalam saku celanannya. “Silakan teriak sekeras-kerasnya, sayang. Ruangan ini kedap suara.”

Jasmine terdiam, hanya isak tangis yang lolos dari bibir mungilnya. Bahkan Zio tidak peduli dengan tangis pilu dari Jasmine.

“Tanda tangani surat ini dulu.” perintah Zio dengan nada begitu datar.

“Tapi...”

“Tanda tangani sekarang juga!” bentak Zio.

Tangan Jasmine gemetar saat pena menyentuh kertas. Ini bukanlah hidup yang dia impikan, bukan pula sesuatu yang seharusnya terjadi. Hidupnya hancur seketika, semua karena mamanya. Dengan berat hati, Jasmine membubuhkan tanda tangan di atas kertas itu.

Melihat Jasmine sudah menandatangani, Zio segera menarik kertas itu dengan kasar dari tangannya. Tatapan intens penuh kemenangan terpancar dari mata Zio.

"Kamu harusnya ingat kejadian dua tahun silam," ucap Zio dingin dengan menerawang kedepan.

Bayangan kejadian dua tahun lalu langsung melintas di benak Jasmine—saat mamanya berselingkuh dengan laki-laki lain, yang berujung pada kecelakaan istri sah dari laki-laki itu karena ulah Melda.

"Ka-kamu?"

"Iya," jawab Zio dengan datar. "Saya anak dari laki-laki yang direbut mama kamu." Sorot matanya penuh kebencian. "Sejak kejadian itu, mama saya menderita, dan papa? Papa meninggalkan mama begitu saja. Semua itu karena siapa? Karena keluarga kamu, Jasmine!"

Tangis Jasmine pecah saat Zio membentaknya. "Kenapa aku yang jadi sasarannya? Kenapa bukan mama atau Putri?" teriak Jasmine di antara tangisannya.

Zio tertawa kecil, namun tawanya penuh kesan mengintimidasi. Tangan Zio membelai wajah Jasmine dengan senyum sinis. "Kamu lupa kejadian saat SMA? Laki-laki yang kamu permalukan dan kamu tolak di depan umum. Laki-laki cupu, jelek, dekil... itu aku."

Mata Jasmine membulat. "Aldenzio Alvendra?"

"Right, sayang." Zio menyeringai. "Kamu menolakku  waktu itu, menghina dan mempermalukan ditambah lagi kehancuran keluargaku dan  itulah yang membuatku menumbuhkan rasa kebencian yang paling dalam."

Zio melangkah mendekati Jasmine, wajahnya begitu dekat hingga Jasmine bisa merasakan napasnya.

Zio menghempaskan tubuh Jasmine dengan kasar ke kasur, dia merapikan jasnya dan mengambil kertas yang ada diatas meja.

Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Zio berbalik dan pergi, meninggalkan Jasmine yang masih terpaku dengan isak tangisnya.

"Arrhh... kenapa semua jadi seperti ini?" erang Jasmine frustrasi.

Dengan kemarahan yang memuncak, dia menebas meja di sampingnya hingga barang-barang di atasnya terjatuh dengan dentuman keras.

"Aku benci hidupku! Aku benci Aldenzio! Aku benci kalian, Mama, Putri!" teriaknya penuh amarah.

Tiba-tiba, Jasmine menjerit kesakitan. Pecahan kaca melukai tangannya, darah segar mengalir deras.

Tatapan Jasmine tajam, menatap darah yang mengalir. "Setetes darah ini... nggak akan membuatku lupa semua perbuatan Mama. Aku nggak akan lupa."

"Aku berjanji, aku akan menghancurkan semua orang yang membuat hidupku berantakan," tekad Jasmine dalam hatinya.

Di luar kamar, Zio berdiri dengan tangan terlipat di dada, menatap tajam ke arah dua bodyguard yang setia menunggunya. Wajah mereka tanpa ekspresi, siap menerima perintah.

"Bawa Jasmine ke rumahku," perintah Zio dengan suara tegas. "Pastikan dia nggak punya kesempatan kabur."

Kedua bodyguard itu mengangguk patuh.

Zio memperbaiki posisi jasnya dengan santai. "Jangan kasih ruang untuk melarikan diri."

"Baik, Tuan," jawab salah satu bodyguard.

Aldenzio memiringkan senyumnya, tatapan yang begitu tajam dan dingin membuat siapa saja tahu bagaimana Aldenzio yang tidak akan melepaskan mangsanya begitu saja, sebelum niatnya terpenuhi, prinsip Aldenzio, nyawa harus di balas dengan nyawa.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Fifty_Wimpy
sangat bagus kak cerita nyaaa
2025-01-04 09:33:49
0
32 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status