Suara sirine ambulance memecah keheningan malam dan menembus pertahanan mobil yang sedang mengalami kemacetan di jalan raya.
Di dalam mobil ini, seorang pria tengah diberi tindakan. Darah mengalir di kepalanya yang terluka. Sungkup oksigen besar ditaruh di atas mulut dan hidungnya, membantu pria ini untuk melanjutkan hidupnya. Julia menangis tanpa henti ketika melihat anak kesayangannya berjuang untuk hidup kembali. Mahendra pun berkali-kali menguatkan istrinya. Mengatakan jika Samudera akan baik-baik saja. "Sam, dia anak kita satu-satunya, mas.. aku nggak sanggup kehilangannya." Lirih Julia menangis terisak. "Kita tidak akan kehilangannya." Sam mengalami patah tulang di bagian kanan, begitu juga kepalanya yang terbentur dan harus dioperasi. Entah berapa banyak kantong darah yang masuk ke tubunya. Andri serta sahabatnya yang lain berbondong menjenguk pria yang terperangkap di ICU itu. Tubuh itu masih tak bergerak. Matanya enggan untuk membuka. Seolah mengatakan tak ada lagi yang ingin dilihatnya di dunia. Julia menanti putranya sadar, kini sudah tujuh hari anaknya tak sadarkan diri. Semua pemeriksaan sudah dilakukan dan dinyatakan normal. Hanya kaki yang fraktur kini sudah dipasang pen dan Sam harus menjalani terapi. Hingga akhirnya kesadaran Sam pulih, pria ini merintih memanggil nama Nadya. "Ini mama, nak.." sekonyong-konyong terbit rasa benci Julia pada wanita itu. "Dimana Nadya, ma?" Lirihnya. "Nadya sudah pergi, nak. Dan sekarang kamu kecelakaan karena mencari wanita itu." Sam mencoba menggerakan kaki kanannya tapi ngilu. Ketika dia mengangkat tangannya ternyata terikat selang. Begitu juga dengan kepalanya yang berat. "Kami hampir kehilanganmu.." ucap Mahendra. "Kamu hampir mati karena kecelakaan. Kakimu patah, kepalamu terbentur." Mahendra sampai menggeleng tak bisa membayangkan jika Sam benar-benar kehilangan nyawanya. "Aku kecelakaan?" Bayangan malam itu akhirnya melintas, ketika Sam tanpa sadat melajukan mobilnya dengan cepat ketika mencari wanitanya. Wanita yang sampai saat ini tak terlihat batang hidungnya. "Dimana, Nadya?" "Lupakan dia, nak. Dia sudah pergi meninggalkanmu. Menghancurkanmu dan membuat kita menjadi malu.." seru Julia emosi. "Tapi, ma..." Sam menangis tersedu-sedu. Dia masih menyangkal jika takdirnya begitu berat. "Lupakan dia!" Sekarang Mahendra memberikan perintah. "Wanita sialan itu sudah pergi dengan kekasih gelapnya." Hancur dunia Sam mendengar ucapan orang tuanya. Ia bak tertampar fakta akibat manisnya hubungannya dengan Nadya. Wanita yang begitu cantik dan sangat dicintainya. Sam masih tak percaya jika Nadya pergi meninggalkannya begitu saja. Sampai 6 bulan di fase terapi Sam untuk berjalan lagi, pria ini seperti kehilangan minat pada hidupnya. Ia tak bersemangat untuk sembuh. Setiap hari dia hanya menangisi Nadya dan berharap wanita itu kembali padanya. Padahal, Mahendra sudah mempersiapkan Sam sebagai pengganti dirinya di perusahaan. Kalau begini, jelas tidak bisa. "Mau sampai kapan kamu terus menangisi wanita, Sam? Kau itu laki-laki!" Teriak Mahendra habis kesabaran. "Papa tidak tahu rasanya jadi aku!" "Jika papa jadi dirimu, papa akan melanjutkan hidup dan membalaskan dendam atas sakit hati ini. Papa akan memimpin perusahaan dan menguasai dunia. Bukan hanya terpekur menikmati kesedihan. Wanita bukan hanya dirinya, Sam!" "Hanya dia yang ku cintai.." jawab Sam teguh pendirian. Sedangkan, Julia ikut frustasi dengan keadaan anaknya. Sam yang tampan dan gagah. Sekarang hanya menghabiskan waktu di kamar dan tak mau melakukan apapun. Dia hanya bisa menangisi takdirnya. Keadaannya yang kacau dan berantakan. Julia bahkan tak ingat sudah berapa lama Sam tidak tertidur nyenyak. "Lama-lama dia bisa gila karena wanita itu, mas!" Ucap Julia mencemaskan putranya. "Jika sampai besok dia masih begini. Kita seret dia ke psikiater!" Sahut Mahendra. Prang!! Terdengar suara pecahan kaca dari kamar Sam. Sontak Mahendra dan istrinya berlari ke kamar tersebut. Julia menjerit ketika melihat noda darah berlelehan turun dari tangan putranya. Tak perlu menunggu besok, malam ini juga Mahendra membawa putranya ke rumah sakit jiwa. Keadaan yang memaksa ini membawa Sam untuk mendapatkan pertolongan yang tepat. Setelah luka tersebut diobati, Sam dibawa ke sebuah kamar rawat inap VIP dimana Julia akan menunggui anaknya sampai indikasi bunuh diri Sam tak ada lagi. Sam masih meracau, menangis dan memanggil nama Nadya. Hingga sebuah suntikan membuat Sam tertidur nyenyak. Yah, akhirnya Julia dan suaminya bisa bernafas lega. Setelah berbicara dengan dokter yang merawat, Sam harus tetap dirawat dengan batas waktu yang tak ditentukan. Keluarga pun diizinkan pulang agar Sam bisa mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Para petugas pun bergantian mengobservasi keadaan pria tersebut. Sekarang, Sam sudah tak memiliki keinginan bunuh diri lagi. Tapi pria ini masih enggan membuka mulutnya. Sampai seorang perawat cantik masuk ke dalam kamar inap VIP ini. "Selamat pagi, Tuan Samudera.." sapa wanita ini hangat. Ditangannya ada sekotak obat penenang untuk diberikan pada pria tersebut. "Tuan.." Sam menoleh ketika dipanggil dan terkesiap. Wanita yang cantik berwajah mungil, senyumnya yang indah mengingatkannya pada seseorang. "Nadya! Kamu..." tatap Sam tak percaya. Ia lalu menerjang tubuh perawat tersebut dan memeluknya erat. Ia bahkan meraih wajah kecil itu dan mendaratkan ciuman. Plak! Sebuah tamparan menyadarkan Sam, tak ada Nadya. Yang ada hanya seorang perawat wanita yang menangis. Perawat tersebut berlari dan meminta pertolongan karena sudah dilecehkan oleh pasiennya sendiri. Kabar ini sampai juga di telinga Mahendra dan istrinya. Keduanya sampai ke rumah sakit dan meminta maaf kepada perawat yang bernama Thalia itu. "Maafkan kesalahan anak saya.. dia hanya putus asa karena kepergian calon istrinya." Ucap Mahendra sambil mengutuk. Kenapa ujiannya jadi bertubi-tubi seperti ini. "Kami benar-benar minta maaf atas tindakan kurang ajar, Samudera. Izinkan kami memberikan kompensasi atas perbuatan yang tidak menyenangkan itu." Sambung Julia. Thalia melihat perhiasan yang dipakai oleh wanita yang ada di hadapannya ini. Sepertinya mereka bukan orang sembarangan, kalau begitu Thalia tak bisa berbuat banyak selain memaafkan. "Tidak masalah, Tuan, Nyonya. Tuan Sam mungkin hanya berhalusinasi saja. Dia sempat memanggil saya dengan nama Nadya." Tangan Mahendra mengepal dengan erat. Nyatanya bayang Nadya masih muncul sampai ke rumah sakit jiwa. "Kalau begitu, saya benar-benar meminta maaf. Sebagai kompensasi, saya akan memberikan set perhiasan kepada anda." Ucap Mahendra yang tahu jika perawat itu melihat gelang yang dipakai istrinya. "Oh, tidak perlu, Tuan." "Tidak masalah, anda akan mendapatkannya hari ini juga." Ucap Mahendra dengan penuh rasa bersalah. Mendengar itu, Thalia hanya tersenyum. "Kalau begitu, saya tidak akan menolaknya."Baik Julia maupun Nadya bergantian melihat Sam dan Mahendra yang sama-sama beradu pandangan. Tak bisa Julia biarkan jika seperti ini. Apa mereka lupa kalau memiliki hubungan darah?Oh, Julia tak mau hubungan antara ayah dan anak ini merenggang. Apalagi akan ada cucu yang menjadi pelengkap keluarga mereka."Duduk disini, Sam!" Belum saja Julia mengeluarkan suara rupanya Mahendra lebih dulu."Kita bicara sebentar."Sam mengusap lengan Nadya pelan, ia lalu mengajak istrinya duduk di sofa yang ada di ruang kerja. Begitu juga Julia yang mengambil tempat."Mau bicara apa?" Tanya Sam dingin."Mamamu benar. Dua bulan lagi istrimu akan melahirkan. Tolong pikirkan apakah tempat ini pantas untuk menerima seorang bayi? Ini tempat kerja bukan rumah.""Lalu apa mau papa? Menyingkirkan anakku?" Sam akan mengamuk jika hal itu terjadi.Mahendra berusaha untuk tenang menghadapi kemarahan anaknya. Ia mengerti sikap Sam begini juga karena ulahnya."Pulanglah ke rumah. Ajak istrimu.""Ke rumah siapa? Rum
Nadya melenguh ketika baru saja terbangun dari rasa kantuknya. Samar-samar dia melihat lampu kamar yang redup, hanya ada lampu tidur yang menyala. Sementara diluar dipastikan masih gelap. Sore tadi Nadya yang kelelahan langsung tertidur lelap.Namun bukan itu yang membuat Nadya terkaget melainkan Sam yang menurunkan kepalanya sejajar di perut Nadya."Geli, mas.." dahi Nadya mengkerut ketika Sam mengecupi perut Nadya yang membukit itu.Sam memeluk pinggang Nadya sembari menghadiahkan kecupan kasih sayang untuk calon buah hatinya yang berada di dalam sana."Kita ke dokter malam ini. Aku ingin melihatnya." Sam mendongak agar bisa menatap mata Nadya.Nadya setuju akan saran itu. Pukul 8 malam, keduanya pergi ke sebuah praktek dokter kandungan yang terkenal di kota ini. "Usia kandungannya sekitar 20 minggu." Ucap dokter pria bernama Chandra tersebut sambil memeriksa perut Nadya dengan alat usgnya."Lihat ini kepalanya sudah terbentuk, ini jari tangan dan kakinya."Sam dan Nadya menatap mo
Nadya menyeka keringatnya perlahan. Di atas sana matahari seakan menyengat kepalanya yang tertutup topi. Ia sampai memundurkan langkahnya dan kembali ke halte tempat dimana para pedagang asongan berkumpul.Wanita ini duduk di antara mereka sambil menghela nafas panjang. Semakin siang semakin terik hingga membuat Nadya merasa sesak. Ia sampai berkali-kali menata nafasnya."Istirahat aja kalau nggak sanggup." Tegur seseorang dari belakang.Nadya menoleh dan tersenyum. Wanita yang menegurnya adalah Rika, teman satu dagangnya.Selama tiga bulan pelarian, Nadya bersembunyi di terminal pemberhentian bus. Bergabung dengan pedagang asongan lainnya. Ini dilakukan karena Nadya yang sudah buntu akal.Ia ingin melarikan diri sangat jauh. Tapi dia tak memiliki apapun yang bisa dibawa kecuali perutnya sendiri. Dan untuk menyambut kehadiran calon buah hatinya, setidaknya Nadya harus punya pegangan untuk melahirkannya."Nanti aja, bentar lagi." Ucap Nadya tersenyum letih.Tak lama sebuah bis berhenti
Tiga bulan selanjutnya menjadi hari kebebasan untuk Sam. Hari ini dia resmi menceraikan Thalia.Wanita itu sempat menolak, bahkan mengemis ingin kembali pada Sam.Tapi setelah semua yang terjadi, Sam baru sadar jika yang diinginkan Thalia sejak awal hanyalah hartanya. Terbukti ketika Sam menghilang bahkan dinyatakan meninggal dunia, bukannya bersedih, Thalia malah menjual aset milik Sam.Julia dan Mahendra pun setuju atas perpisahan ini. Sekarang pria renta itu menyadari bahwa perempuan dengan pendidikan yang tinggi saja tidak cukup. Setidaknya wanita harus memiliki budi pekerti yang baik hingga dianggap layak untuk masuk ke keluarganya.Mahendra yang dulu arogan dan sombong kini termakan oleh penyakit. Tubuhnya tak sekuat dulu. Dia harus menjaga kesehatannya karena bisa jadi serangan jantung ini berulang bisa mengenainya. Dan sebagai istri yang baik, Julia selalu setia mendampingi."Sam nggak pulang lagi semalam?" Tanya Mahendra."Nggak. Mungkin sibuk di kantor."Mahendra mengambil p
Berkali-kali Sam memukul setir kemudinya. Wajahnya yang memerah, matanya yang berair sudah cukup menjelaskan betapa menyesalnya Sam saat ini."Andai waktu itu aku mendengarkannya.." lirih Sam. Air mata itu akhirnya mengalir dengan deras. Dia merutuki kebodohannya sendiri.Nadya yang tersiksa lahir batin karenanya. Sam yang meyakini jika wanita itu bersalah memberikan banyak luka pada Nadya. Entah sudah tak terhitung berapa kali Sam menghajarnya. Bukannya berlari ketika Sam pergi, tapi Nadya malah datang untuk menyelamatkannya.Dan sekarang.. Nadya memutuskan pergi ketika kehadirannya tak dibutuhkan. Dan terparahnya, ia pergi dalam kondisi berbadan dua.Andai nasib bisa ditukar, maka Sam lebih baik mengajak Nadya kawin lari saja. Dengan begitu, tak akan ada drama kebenciaan dari Mahendra dengan menjerat Nadya sebagai pelaku utamanya.Mobil ini akhirnya tiba di kantor polisi, Sam membuat laporan dan meminta mereka untuk mencari keberadaan Nadya. Bahkan jika perlu membayar, maka dia bers
Tanpa banyak berkata, Sam pergi dari rumah dan memutar mobilnya menuju jalan raya. Mencari di sekeliling kota apakah ada Nadya yang mungkin masih meninggalkan jejak.Sampai Sam teringat, ia memutuskan pergi ke restoran tempat istri keduanya bekerja. Ya. Gara-gara pengusiran Thalia waktu itu, Sam tak tahu dimana Nadya selama ini tinggal. Bertanya saja tidak sempat.Akhirnya sampai, tanpa berbasa basi Sam menanyakan Nadya. Wanita yang tadi siang ditemuinya ternyata masih bekerja."Tidak ada. Bukannya anda tadi yang membawa Nadya dari sini?" Wanita itu keheranan.Sam berdeham. "Benar. Tapi dia pergi tanpa pamit. Saya pikir dia kemari. Atau begini saja, tolong beritahu aku dimana alamat tempat tinggalnya."Dahi senior wanita ini mengernyit. Tadi siang pria ini kan mengaku sebagai suaminya Nadya. Tapi kenapa sekarang malah menanyakan alamatnya?Mengerti akan kecanggungan situasi ini, Sam menyelipkan beberapa lembar uang di tangan wanita itu."Saya mohon bantuannya.."Melihat beberapa lemba