Pagi ini, Thalia harus lebih berani menyapa pasien spesialnya ini. Bagaimana tidak dikatakan spesial jika Thalia sudah diberikan perhiasan eksklusif oleh keluarga Samudera.
Nah, Thalia bahkan baru tahu jika Samudera ini adalah calon pewaris dari perusahaan ternama. Tak hanya itu, berita viral Sam yang ditinggal kekasihnya juga sudah dilihatnya melalui media sosial. "Malang sekali.." gumam Thalia. Tadinya, ia takut untuk bertemu Sam karena kejadian kemarin. Tapi melihat betapa depresinya Sam karena kehilangan kekasihnya, membuat Thalia penasaran akan sosok ini. Jika dilihat-lihat, Sam ini tampan. Wajahnya yang tegas, rahang kokoh, hidung mancung yang tinggi dengan sorot mata yang tajam. Apalagi badan itu sangat kekar. Jika mau, Sam bisa memilih wanita dengan menjetikkan jarinya saja. Tapi, pria ini rupanya setia. Dia hanya mencintai wanita yang sudah 7 tahun ini menemaninya. Karena rasa penasaran itulah yang membuat Thalia memberanikan diri bertemu dengan pria ini lagi. Kali ini, dia tidak snediri. Thalia minta ditemani oleh seniornya yang seorang pria. Takut-takut jika kejadian kemarin terulang lagi, jadi ada yang menjaga dirinya. "Selamat pagi." Ucap senior pria ini kepada Sam yang tengah menatap keluar jendela. Sam menoleh. Kini tatapan itu tidak terlalu kosong lagi. Dia lalu melihat suster wanita yang bersembunyi di balik seorang pria tersebut. "Pagi." "Apa kabar Tuan pagi ini?" "Lumayan." "Apa Tuan mau bergabung dengan kegiatan diluar? Sekedar berjalan dan berjemur di bawah sinar matahari pagi." Tawar perawat pria ini. Sam mengangguk. Sepertinya dia butuh sinar matahari yang bisa menyinari hatinya yang masih kelabu. Bersama perawat pria dan Thalia, Sam keluar dari kamarnya dan bergabung dengan pasien yang lain. Sam melihat berbagai macam perilaku mereka. Ada yang bicara keras bahkan tertawa sendiri, ada yang mengganggu temannya dan ada lagi yang asyik dengan dunianya sendiri. Sejenak Sam tersadar ada dimana dia berada. "Aku disamakan dengan mereka.." gumam Sam. "Tuan kemarin mencoba untuk melakukan bunuh diri karena depresi." Cetus seorang wanita yang berdiri sedikit jauh dari Sam. Sontak Sam menoleh dan mendapati suster wanita yang dianggapnya sebagai Nadya kemarin. "Suster..." Sam tampak mengingat namanya. "Suster Thalia." "Maaf soal kemarin. Saya tidak sengaja." "Tidak masalah." "Saya tidak bermaksud untuk melecehkan anda. Anda pasti terkejut sekali." Thalia tersenyum mendengar nada tak enak dari pria ini. Jika dilihat-lihat ternyata tampan juga. Tubuhnya juga bersih. Sepertinya, Sam memang pandai menjaa dirinya. "Saya tahu anda begitu kehilangan.. jadi saya bisa memakluminya." Sambung Thalia prihatin. "Saya.. masih belum bisa melupakannya." "Saya mengerti." Ucap Thalia lagi. "Anda begitu mencintai wanita itu. Anda pasti sangat kehilangannya." Mata Sam memerah ketika mendengar nada prihatin dari Thalia. Melihat itu, Thalia memberanikan diri untuk mendekat. "Anda bisa menceritakan semuanya pada saya.. jika itu bisa mengurangi beban anda." Thalia menaruh tangannya di pundak Sam seolah menenangkan pria itu. Sam menatap wanita ini dengan getir. Seperti ada kekuatan yang dialirkan oleh Thalia ke tubuhnya hingga membuat Sam menceritakan seluruhnya. Awal pertemuannya dengan Nadya, lalu betapa berat perjuangan Sam mendapatkan wanita itu. Lalu cobaan yang mereka hadapi karena hubungan yang tak direstui. Namun, ketika mimpi itu hendak dirangkai. Nadya malah pergi dengan pria lain dan meninggalkan Sam hancur seorang diri. "Anda tidak sendirian, Tuan. Kehilangan satu wanita tak membuat hidup anda hancur.." Thalia menarik nafas sebelum melanjutkan ucapannya. "Bayangkan anda disini terpuruk menyayangkan kepergiannya, sementara dirinya malah pergi dengan suka cita dan tanpa rasa bersalah. Perasaan itu hanya menghukum anda sendiri. Ikhlaskanlah kepergiannya, Tuan. Kosongkan hati anda dari perasaan cinta padanya, dengan cara itu anda bisa melepaskan dendam padanya dan melanjutkan hidup anda kembali." Sejenak Sam merenungi ucapan wanita ini. Ada benarnya jika Sam saat ini menangisinya seorang diri, sedangkan Nadya? Mungkin saja benar jika wanita itu memang sudah lari darinya. "Terima kasih, suster atas sarannya. Saya akan mencoba melupakannya." "Sama-sama. Jika anda perlu bantuan atau teman untuk bercerita, saya siap membantu." Sam ikut tersenyum ketika melihat Thalia tersenyum. Sepertinya suster wanita ini begitu tulus dalam merawat pasien yang ada disini. Dimulai dari hari ini, Sam seperti menemukan buku hariannya. Ia selalu mencari Thalia untuk sekedar menceritakan kegiatannya dan juga apa yang ia rasakan saat ini. Sebagai perawat kesehatan mental, Thalia memberikan banyak motivasi, kata-kata bijak harian dan juga bertugas menjadi telinga pria ini. Seluruh keluh kesah Sam ditampungnya. Ia mampu menjadi pendengar yang bijak hingga membuat Sam nyaman padanya. Tak terasa sudah 10 hari Sam dirawat. Sebuah kemajuan karena Sam sudah tak lagi pernah membahas Nadya beberapa hari ke belakang. Pria itu juga tak terlihat murung lagi. Sebagai hadiahnya, Sam diperbolehkan pulang. Tak sampai disana, Julia pun memberikan cendera mata kepada semua perawat yang sudah melayani anaknya dengan baik. "Terima kasih, suster Thalia." Ucap Sam ketika dia berpamitan sore itu. Thalia mengulum senyumnya karena takjub. Astaga! Biasanya sehari-hari dia hanya melihat Sam dengan baju pasien. Tapi kali ini dia tampan sekali dengan setelan kemeja dengan rambut tertata rapi. Dia seperti CEO besar yang ada di drama korea. "Sama-sama, Tuan. Jika anda butuh sesuatu, saya masih siap membantu." "Apa boleh?" Sam tampak ragu. Ia lalu memandang Julia yang juga sedang memperhatikannya. "Maksudnya, saya ingin terus berkomunikasi dengan anda. Jujur saja, bicara pada anda membuat saya menjadi tenang." "Tentu saja boleh." Jawab Thalia yang tidak menanggalkan senyumnya. "Kalau begitu saya meminta nomor ponsel suster saja." Sam menyerahkan ponselnya agar Thalia mengetik nomornya disana. Setelah itu, pria ini berpamitan dan mengucapkan terima kasih. Sementara, Julia yang sejak tadi memperhatikan interaksi keduanya hanya memicing. Perhiasan yang diberikan olehnya kepada wanita itu tampak dipakainya. Sikapnya juga sangat hangat kepada Sam hingga membuat anaknya sedikit bangkit dari depresinya. Sepertinya.. wanita ini berhasil membangkitkan Sam dari kematian. Sesampainya di rumah, Julia sudah menyiapkan kamar yang ada di lantai bawah untuk anaknya. Itu karena kaki Sam yang terpasang pen belum sehat betul. Jadi dia tak mau Sam lelah karena harus naik turun tangga. Sam patuh saja. Mau tidur dimanapun baginya sama saja. Hingga malam menjelang, Sam masuk ke ruang kerjanya. Semilir angin membelai tengkuknya hingga membuat bulu kuduknya sedikit berdiri. Sudah berapa lama dia meninggalkan pekerjaannya? Oh.. karena terus menangisi hidupnya, Sam meninggalkan tanggung jawab yang hendak diberikan Mahendra kepadanya. Sembari duduk di kursi kerjanya. Sam membuka laci kecil di meja kerja ini dan mengambil sesuatu dari dalam sana. Rahang Sam mengeras ketika melihat foto-foto Nadya yang terlihat bermesraan dengan pria lain. "Selamat tinggal, Nadya. Samuderamu yang dulu sudah mati. Sekarang aku akan bangkit lagi dan menunjukkan kepada dunia siapa diriku sebenarnya." Ucap Sam menyeringai.Baik Julia maupun Nadya bergantian melihat Sam dan Mahendra yang sama-sama beradu pandangan. Tak bisa Julia biarkan jika seperti ini. Apa mereka lupa kalau memiliki hubungan darah?Oh, Julia tak mau hubungan antara ayah dan anak ini merenggang. Apalagi akan ada cucu yang menjadi pelengkap keluarga mereka."Duduk disini, Sam!" Belum saja Julia mengeluarkan suara rupanya Mahendra lebih dulu."Kita bicara sebentar."Sam mengusap lengan Nadya pelan, ia lalu mengajak istrinya duduk di sofa yang ada di ruang kerja. Begitu juga Julia yang mengambil tempat."Mau bicara apa?" Tanya Sam dingin."Mamamu benar. Dua bulan lagi istrimu akan melahirkan. Tolong pikirkan apakah tempat ini pantas untuk menerima seorang bayi? Ini tempat kerja bukan rumah.""Lalu apa mau papa? Menyingkirkan anakku?" Sam akan mengamuk jika hal itu terjadi.Mahendra berusaha untuk tenang menghadapi kemarahan anaknya. Ia mengerti sikap Sam begini juga karena ulahnya."Pulanglah ke rumah. Ajak istrimu.""Ke rumah siapa? Rum
Nadya melenguh ketika baru saja terbangun dari rasa kantuknya. Samar-samar dia melihat lampu kamar yang redup, hanya ada lampu tidur yang menyala. Sementara diluar dipastikan masih gelap. Sore tadi Nadya yang kelelahan langsung tertidur lelap.Namun bukan itu yang membuat Nadya terkaget melainkan Sam yang menurunkan kepalanya sejajar di perut Nadya."Geli, mas.." dahi Nadya mengkerut ketika Sam mengecupi perut Nadya yang membukit itu.Sam memeluk pinggang Nadya sembari menghadiahkan kecupan kasih sayang untuk calon buah hatinya yang berada di dalam sana."Kita ke dokter malam ini. Aku ingin melihatnya." Sam mendongak agar bisa menatap mata Nadya.Nadya setuju akan saran itu. Pukul 8 malam, keduanya pergi ke sebuah praktek dokter kandungan yang terkenal di kota ini. "Usia kandungannya sekitar 20 minggu." Ucap dokter pria bernama Chandra tersebut sambil memeriksa perut Nadya dengan alat usgnya."Lihat ini kepalanya sudah terbentuk, ini jari tangan dan kakinya."Sam dan Nadya menatap mo
Nadya menyeka keringatnya perlahan. Di atas sana matahari seakan menyengat kepalanya yang tertutup topi. Ia sampai memundurkan langkahnya dan kembali ke halte tempat dimana para pedagang asongan berkumpul.Wanita ini duduk di antara mereka sambil menghela nafas panjang. Semakin siang semakin terik hingga membuat Nadya merasa sesak. Ia sampai berkali-kali menata nafasnya."Istirahat aja kalau nggak sanggup." Tegur seseorang dari belakang.Nadya menoleh dan tersenyum. Wanita yang menegurnya adalah Rika, teman satu dagangnya.Selama tiga bulan pelarian, Nadya bersembunyi di terminal pemberhentian bus. Bergabung dengan pedagang asongan lainnya. Ini dilakukan karena Nadya yang sudah buntu akal.Ia ingin melarikan diri sangat jauh. Tapi dia tak memiliki apapun yang bisa dibawa kecuali perutnya sendiri. Dan untuk menyambut kehadiran calon buah hatinya, setidaknya Nadya harus punya pegangan untuk melahirkannya."Nanti aja, bentar lagi." Ucap Nadya tersenyum letih.Tak lama sebuah bis berhenti
Tiga bulan selanjutnya menjadi hari kebebasan untuk Sam. Hari ini dia resmi menceraikan Thalia.Wanita itu sempat menolak, bahkan mengemis ingin kembali pada Sam.Tapi setelah semua yang terjadi, Sam baru sadar jika yang diinginkan Thalia sejak awal hanyalah hartanya. Terbukti ketika Sam menghilang bahkan dinyatakan meninggal dunia, bukannya bersedih, Thalia malah menjual aset milik Sam.Julia dan Mahendra pun setuju atas perpisahan ini. Sekarang pria renta itu menyadari bahwa perempuan dengan pendidikan yang tinggi saja tidak cukup. Setidaknya wanita harus memiliki budi pekerti yang baik hingga dianggap layak untuk masuk ke keluarganya.Mahendra yang dulu arogan dan sombong kini termakan oleh penyakit. Tubuhnya tak sekuat dulu. Dia harus menjaga kesehatannya karena bisa jadi serangan jantung ini berulang bisa mengenainya. Dan sebagai istri yang baik, Julia selalu setia mendampingi."Sam nggak pulang lagi semalam?" Tanya Mahendra."Nggak. Mungkin sibuk di kantor."Mahendra mengambil p
Berkali-kali Sam memukul setir kemudinya. Wajahnya yang memerah, matanya yang berair sudah cukup menjelaskan betapa menyesalnya Sam saat ini."Andai waktu itu aku mendengarkannya.." lirih Sam. Air mata itu akhirnya mengalir dengan deras. Dia merutuki kebodohannya sendiri.Nadya yang tersiksa lahir batin karenanya. Sam yang meyakini jika wanita itu bersalah memberikan banyak luka pada Nadya. Entah sudah tak terhitung berapa kali Sam menghajarnya. Bukannya berlari ketika Sam pergi, tapi Nadya malah datang untuk menyelamatkannya.Dan sekarang.. Nadya memutuskan pergi ketika kehadirannya tak dibutuhkan. Dan terparahnya, ia pergi dalam kondisi berbadan dua.Andai nasib bisa ditukar, maka Sam lebih baik mengajak Nadya kawin lari saja. Dengan begitu, tak akan ada drama kebenciaan dari Mahendra dengan menjerat Nadya sebagai pelaku utamanya.Mobil ini akhirnya tiba di kantor polisi, Sam membuat laporan dan meminta mereka untuk mencari keberadaan Nadya. Bahkan jika perlu membayar, maka dia bers
Tanpa banyak berkata, Sam pergi dari rumah dan memutar mobilnya menuju jalan raya. Mencari di sekeliling kota apakah ada Nadya yang mungkin masih meninggalkan jejak.Sampai Sam teringat, ia memutuskan pergi ke restoran tempat istri keduanya bekerja. Ya. Gara-gara pengusiran Thalia waktu itu, Sam tak tahu dimana Nadya selama ini tinggal. Bertanya saja tidak sempat.Akhirnya sampai, tanpa berbasa basi Sam menanyakan Nadya. Wanita yang tadi siang ditemuinya ternyata masih bekerja."Tidak ada. Bukannya anda tadi yang membawa Nadya dari sini?" Wanita itu keheranan.Sam berdeham. "Benar. Tapi dia pergi tanpa pamit. Saya pikir dia kemari. Atau begini saja, tolong beritahu aku dimana alamat tempat tinggalnya."Dahi senior wanita ini mengernyit. Tadi siang pria ini kan mengaku sebagai suaminya Nadya. Tapi kenapa sekarang malah menanyakan alamatnya?Mengerti akan kecanggungan situasi ini, Sam menyelipkan beberapa lembar uang di tangan wanita itu."Saya mohon bantuannya.."Melihat beberapa lemba