Share

Bab 0012

Yuna, hanya karena kamu marah saat aku nggak memperhatikanmu, kamu malah menggugurkan anakku? Bagaimana bisa aku nggak tahu kalau kamu begitu kejam?

Yuna menatapnya dengan mata penuh amarah, "Aku sudah bilang kalau aku nggak melakukannya! Yang membuat anak itu mati bukan aku, tapi kamu!"

"Di kertas ini resmi sudah jelas tertulis dan kamu masih mau mengelak?"

"Apa kamu akan percaya jika aku bilang ada yang mengubah catatan medis? Apa kamu akan percaya?"

Tiba-tiba saja Wano tersenyum sinis, "Rumah sakit ini milik Keluarga Lasegaf. Begitu catatan medis dimasukkan ke dalam sistem, itu akan langsung terkunci. Bahkan, aku pun nggak bisa mengubahnya."

"Kamu harus membuat skenario dulu kalau mau berbohong!"

Dia melepaskan genggaman tangannya, menatap leher Yuna yang penuh dengan bekas kemerahan dengan sakit hati.

Yuna menatap Wano dengan wajah pucat.

Sosok di depannya adalah pria yang dia cintai selama tujuh tahun, juga pria yang telah dia rawat selama tiga tahun.

Tidak peduli kapan pun itu, dia tak pernah percaya pada kata-katanya.

Yuna tersenyum pahit.

Kebencian pada matanya menjadi semakin kuat.

"Wano, bukankah seharusnya kamu bersyukur? Bersyukur karena aku nggak akan menggunakan anak kita sebagai alat untuk memaksamu menikah denganku."

"Berani sekali kamu berpikir seperti itu! Walaupun itu benar-benar terjadi, aku nggak akan pernah menikahimu!"

Yuna tersenyum pilu.

Yuna kini bersyukur anaknya telah tiada.

Jika tidak, meskipun dia dilahirkan, anak itu akan dicap sebagai anak haram seumur hidupnya.

Dia menatap Wano dengan tegas.

"Aku nggak ingin memiliki hubungan apa pun dengan Keluarga Lasegaf, aku juga nggak ingin anakku memiliki ayah seperti kamu, itulah sebabnya aku menggugurkannya."

"Wano, apa kamu puas dengan apa yang aku katakan?"

Wano belum pernah semarah ini sebelumnya, dia merasa seolah-olah setiap sel di tubuhnya menjerit.

Dia mengangkat tinjunya dan menghantam dinding dengan keras.

Dalam sekejap, darah menetes ke dinding berwarna putih.

Dia menatap tajam ke arah Yuna, suaranya terdengar seperti setan yang keluar dari neraka.

"Yuna, kamu berutang hal ini padaku!"

Setelah mengatakannya, dia menendang pintu hingga terbuka dan melangkah keluar.

Qirana berlari mengikutinya dan dengan khawatir berkata, "Kak Wano, kamu terluka, biar aku membantumu mengobatinya."

Tak peduli seberapa keras Qirana berteriak dari belakang, Wano tetap melangkah tanpa berhenti.

Dia langsung naik ke dalam mobil dan menginjak pedal gas untuk pergi.

Pikirannya dipenuhi dengan kenyataan bahwa Yuna telah menggugurkan anak mereka.

Seberapa besar kebencian wanita ini padanya sehingga begitu kejam dan tidak membiarkan anak itu bertahan.

Dia begitu marah sampai kedua tangannya menggenggam setir erat-erat.

Dia juga menginjak pedal gas dengan sangat kencang.

Yanuar memandangi noda darah di dinding, lalu memandang Yuna yang tampak pucat. Yang bisa dia lakukan hanya menggelengkan kepalanya.

"Pasangan yang penuh konflik dalam sinetron bahkan nggak separah kalian berdua. Kenapa nggak bisa berbicara dengan baik-baik dulu dan malah membuat semuanya menjadi seperti ini?"

Dia mengambil laporan yang tergeletak di lantai dan melihatnya sebentar, "Wano benar, nggak ada yang bisa mengubah catatan medis dalam sistem."

"Yuna, apa yang sebenarnya terjadi? Kamu bisa ceritakan padaku, aku akan membantumu mencari tahu."

Air mata yang tersimpan di mata Yuna akhirnya tidak bisa lagi dikendalikan dan mulai mengalir di pipinya.

Dia segera menghapusnya dan berkata dengan penuh keputusasaan, "Sudah nggak perlu lagi."

Yuna ingin menjaga sedikit kehormatan dirinya.

Seorang pria yang sama sekali tidak memedulikannya, walaupun dia menemukan bukti yang menyatakan bahwa dia tidak berbohong, apa gunanya?

Anak itu takkan pernah bisa kembali.

Wano juga tak pernah menaruh simpati padanya.

Yuna berdiri dari kursi dan berjalan keluar dengan langkah berat.

Saat dia berjalan ke pintu, ponsel di sakunya berdering.

Dia segera menjawab panggilannya saat mengetahui bahwa panggilan itu berasal dari Xena.

"Kak, ada apa?"

Suara Xena terdengar mendesak, "Yuna, cepat kembali, Paman Yudha nggak sadarkan diri."

Yuna belum sepenuhnya pulih dari luka yang diberikan oleh Wano. Kini, dia kembali dikejutkan oleh berita bahwa ayahnya tak sadarkan diri.

Seketika, dia merasa pusing dan tidak bisa menahan diri sehingga terhuyung mundur beberapa langkah.

Melihat situasinya, Yanuar segera bertanya, "Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada ayahmu?"

Saat itu, barulah Yuna menyadari bahwa Yanuar adalah dokter yang merawat ayahnya.

Dia segera berkata, "Dokter Yanuar, ayahku, ayahku pingsan."

"Jangan khawatir, kami akan menanganinya."

Setengah jam kemudian, Yanuar keluar dari ruang UGD.

Dia melepas maskernya dan menatap Yuna.

"Dia sudah melalui masa kritisnya, namun kondisinya nggak terlalu baik. Operasi penggantian katup jantung sebelumnya nggak pulih dengan baik, jadi menyebabkan infeksi."

"Kami akan memantau selama beberapa hari lagi, jika nggak membaik, kami harus melakukan operasi penggantian katup jantung sekali lagi."

"Aku akan mencari beberapa ahli lagi untuk berkonsultasi, jadi jangan khawatir."

Yuna memandang Yanuar dengan wajah pucat penuh kepiluan, lalu berkata, "Terima kasih."

Yanuar tersenyum simpul dan berkata, "Aku adalah seorang dokter. Menyelamatkan nyawa seseorang adalah tanggung jawabku. Aku juga nggak ada hubungannya dengan wanita licik itu. Jadi, kamu jangan cemas."

Yuna tersenyum tipis seraya mengatakan, "Aku mengerti, tapi tetap saja, aku sangat berterima kasih padamu."

"Baiklah, kalau kamu memang ingin berterima kasih, saat ayahmu sembuh nanti, undang saja aku untuk makan bersama."

"Baiklah."

"Jaga diri baik-baik. Pastikan jangan sampai terlalu emosi, karena itu nggak baik untuk kesehatannya."

Yuna berdiri di depan tempat tidur ayahnya dengan khawatir.

Kondisi ayahnya memburuk secara tiba-tiba sehingga dirinya merasa kebingungan sekaligus khawatir.

Yuna bertanya dengan suara serak, "Apa ayah baru saja bertemu dengan seseorang?"

Xena mengerutkan kening sambil menatapnya, "Saat aku datang, Qirana baru saja pergi dari sini. Aku curiga, dia mungkin telah memberi tahu paman tentang keguguran yang kamu alami."

Yuna mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Mata cantiknya kini memancarkan kilatan tajam.

Ayahnya selalu menyayanginya bak sebuah permata.

Pada hari yang sama, dia tidak hanya mengetahui bahwa Yuna telah dijebak oleh keluarganya untuk menjadi kekasih Wano selama tiga tahun, tetapi juga mengetahui bahwa Yuna pernah kehilangan seorang anak.

Bagaimana mungkin ayahnya bisa menanggung kedua pukulan itu sekaligus.

Qirana pasti telah merencanakan semuanya dengan cermat. Dia mengungkapkan kebenaran kepada ayahnya terlebih dahulu, lalu memberikan laporan palsu kepada Wano.

Dia mencoba untuk menjatuhkan Yuna ke dalam situasi yang sulit!

Qi ... ra ... na!

Diam-diam, Yuna melafalkan tiga suku kata itu dalam hatinya.

....

Bar Yasmine.

Hari ini, Qirana memperoleh kemenangan besar. Tidak hanya membuat Wano membenci Yuna, tetapi juga membuat kondisi kesehatan ayah Yuna semakin memburuk.

Bisnis Keluarga Qalif juga terganggu karena ulahnya.

Dia yakin bahwa Yuna pasti tak memiliki kesempatan untuk bangkit kembali.

Ini adalah konsekuensi karena berani merebut prianya!

Dalam mata Qirana terpancar kekejaman yang tak terbantahkan.

Dia terkekeh pelan merendahkan.

Saat masuk ke kamar mandi, dia secara kebetulan melihat Yuna yang menunduk di atas wastafel sedang muntah.

Dia menggigit bibirnya beberapa kali, kemudian dengan nada sinis berkata, "Oh, bahkan setelah kehilangan bayi, kamu masih suka mual, ya? Sayang sekali, meskipun kamu muntah sepanjang hari, Wano nggak akan merasa kasihan padamu lagi. Lagi pula, siapa yang menyuruhmu menggugurkan anaknya?"

Yuna datang bertemu dengan klien hari ini untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya.

Tanpa diduga, para klien tersebut justru menyerangnya secara sepihak dan memaksanya untuk minum alkohol secara bergantian.

Yang lebih menyakitkan, ketika dia melewati sebuah ruangan pribadi, dia secara tidak sengaja mendengar percakapan antara Wano dan seseorang.

Dia mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menyukai Yuna.

Dia juga mengatakan bahwa Yuna tak lebih dari burung kenari peliharaannya.

Yuna tersulut amarah, ditambah lagi sekarang Qirana datang untuk menantangnya. Hal itu membuat emosi yang dia pendam meledak secara tiba-tiba.

Dengan mata memerah, dia menatap Qirana dengan penuh amarah, kemudian bibirnya mengukir seringai yang kejam.

"Kamu yang mengubah rekaman medis dan kamu juga yang memberi tahu ayahku tentang keguguranku, 'kan?"

Qirana menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa kecil, "Ya, aku ingin membuat Wano meninggalkanmu dan melihat keluargamu hancur. Siapa suruh berani merebut priaku?! Aku sudah memberimu kesempatan untuk meninggalkannya, tapi kamu bersikeras dan nggak mau mendengarkanku. Jadi, jangan salahkan jika aku sekarang nggak berbelas kasihan!"

Dia mengatakannya seraya berjalan mendekati Yuna dengan perlahan.

Ada rasa bangga yang tak bisa disembunyikan dalam matanya.

Yuna mempertahankan seringaiannya sambil menggertakkan giginya.

"Qirana, apa nggak ada yang pernah memberitahumu bahwa semua hal yang kamu perbuat di dunia ini kelak akan mendapat balasannya?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status