Qirana menangis tersedu-sedu.Dia mengangkat tangannya yang terluka ke hadapan Wano.Qirana bergegas ke rumah sakit untuk berobat dan buru-buru kembali hanya untuk menemui Yuna.Akan tetapi, dia tidak menyangka akan melihat adegan ini.Apa Wano masih saja berbaik hati padanya meskipun sudah mengetahui tentang keguguran Yuna? Apakah usahanya untuk memisahkan mereka berdua kembali gagal?Qirana menangis dan ingin bersandar pada Wano.Namun, sebelum dia bisa mendekat, Wano mendekap Yuna dan menariknya mundur.Dia menatap Qirana dengan dingin, tanpa emosi apa pun dalam suaranya."Dia bersamaku terus. Kapan dia menyakitimu?"Qirana semakin terkejut ketika mendengarnya.Dia menatap Wano tak percaya dengan mata berkaca-kaca, "Yuna baru saja melukaiku saat kami di kamar mandi. Apa yang kukatakan ini benar, kalau nggak percaya, coba periksa rekaman CCTV-nya."Wano berkata kepada pelayan di sebelahnya, "Pergi dan bawakan rekaman CCTV-nya untukku."Sepuluh menit kemudian, manajer bar datang secar
Wano menatap dengan muram, nada bicaranya juga tak ramah sama sekali."Saat diberi kesempatan, kamu menolaknya. Sekarang, kamu menyesalinya dan malah mengincar nenekku?"Yuna tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Dia memalingkan wajahnya ke arah wanita tua di sebelahnya dengan ekspresi tidak percaya, lalu bertanya, "Maksudnya, dia adalah cucu Nenek?"Wanita tua itu tersenyum seraya mengangguk, "Ya, apakah kalian saling kenal? Kalau begitu, bagus sekali. Dengan begini hubungan kalian akan lebih lancar dan nyaman."Yuna mencibir, "Maaf, Nek. Karena keluargamu sudah datang menjemputmu, selain itu aku juga masih ada urusan, jadi aku akan pergi dulu."Begitu Yuna berdiri, Wano meraih pergelangan tangannya."Kamu sudah menabrak nenekku dan mau pergi begitu saja?"Yuna tersenyum dingin, "Pak Wano, kamu lupa, ya? Di mobilku ada rekaman. Kamu bisa mengecek rekamannya sendiri!"Dia langsung berbalik pergi tanpa menoleh kembali.Setelah berjalan beberapa langkah, Yuna mendengar suara dingin
Zakri segera menjawab, "Bu Yuna ada di kantor Anda sekarang. Dia sudah berada di sini selama setengah jam."Wano merasakan seolah-olah ada sesuatu yang berat menimpa dadanya dengan keras.Dengan suara yang agak berat, dia berkata, "Tunda saja jadwal selanjutnya."Setelah mengatakannya, dia berjalan dengan langkah panjang, bergegas menuju ruang kantornya.Ketika pintu kantornya terbuka, yang muncul di hadapannya bayangan yang tengah berdiri di dekat jendela.Gadis itu mengenakan pakaian yang relatif sederhana, kaos hitam dan rok kasual berwarna hijau tua.Rambutnya dia sanggul dengan longgar.Terpampang jelas leher jenjangnya yang seputih salju.Kedua paha ramping itu pun tampak putih berkilau.Wano hanya melihatnya sekilas, tetapi tubuhnya seolah-olah tengah terbakar.Dia berusaha menekan gejolak di dalam hatinya.Dia berjalan ke arah Yuna dengan santai.Suaranya terdengar dalam dan memikat."Apa kamu sudah paham?"Yuna berbalik perlahan dan menatap Wano dengan tenang.Wajah cantik itu
Yuna tiba di kantor polisi dan mendapati Zanny duduk di ruang interogasi, tangannya terikat dengan borgol.Dia menatap petugas polisi di depannya dengan tenang sambil terus memberikan pembelaan untuk dirinya sendiri tanpa menunjukkan tanda-tanda ketakutan.Yuna bergegas mendekat, kemudian dengan sopan bertanya, "Selamat pagi, aku adalah temannya. Apa yang sebenarnya terjadi?"Tanpa menunggu jawaban dari petugas, Zanny buru-buru berkata, "Setelah kamu menghilang kemarin, Xena pergi menemui ayah Wano untuk membantumu, jadi sekarang hanya aku yang tersisa.""Menurutku, kamu pasti pergi mencari pria bajingan ini. Lalu, karena merasa masih kesal, kamu pasti juga mampir untuk minum ke bar.""Saat itu, kebetulan aku melihat Qirana di sana juga. Dia kelihatan asyik membicarakan Paman Yudha. Kamu nggak melihat wajahnya yang penuh kemenangan, sih!""Aku langsung memakinya tanpa sadar, tapi itu hanya beberapa kata saja. Tiba-tiba saja pagi ini mereka membawaku ke sini dengan alasan ada yang merus
Hati Yuna seperti diremas oleh sebuah tangan besar, begitu menyesakkan.Yuna membeku, tubuhnya gemetar tidak terkendali.Merasa ada yang janggal, Zanny menepuk lengan Yuna dan memanggilnya, "Yuna, Yuna!"Setelah namanya di panggil beberapa kali, Yuna akhirnya memberikan respon.Wajah Yuna yang hanya sebesar telapak tangan itu terlihat pucat.Perlahan Yuna menolehkan kepalanya, menatap dengan tatapan marah ke wanita itu.Sudut bibirnya berkedut, dengan suara serak Yuna berkata, "Kamu nggak pantas!"Setelah selesai bicara, Yuna menarik tangan Zanny menuju mobilnya.Yuna duduk di kursi kemudi, kedua kakinya masih gemetar.Zanny menyentuh sambil berkata dengan pelan, "Biar aku aja yang menyetir."Tanpa membantah Yuna keluar dari kursi kemudi, kemudian duduk di kursi penumpang.Yuna menyandarkan kepalanya di kursi penumpang, mencoba menutup matanya, tanpa disadari air matanya turun begitu saja dari sudut matanya.Kenangan buruk tujuh tahun yang lalu berkecamuk di hatinya seperti hewan buas
Beberapa menit kemudian, Yuna datang mengetuk pintu ruang presdir.Aura dominan di wajah Yuna, sudah berganti dengan wajah natural dan lembut seperti pekerja wanita pada umumnya."Pak Wano, Anda mencariku?"Wano menatap tangan kosong Yuna, kemudian mengerutkan dahinya, "Mana sarapanku?"Sebelumnya, Yuna selalu menyiapkan bekal sarapan, untuk Wano yang tidak sempat sarapan dan memberikannya pada Wano untuk dibawa ke kantor.Yuna tersenyum kecil, berkata dengan hormat, "Pak Wano, ingin makan menu Tiongkok atau menu barat? Akan kupesankan sekarang.""Kamu nggak masak untukku?"Yuna tersenyum, "Pak Wano, sepertinya hal itu nggak tercantum dalam kontrak yang kutanda-tangani."Wano menatap Yuna tanpa berkedip.Wano berusaha melihat jejak masa lalu di wajah Yuna, mata yang dulu menatap dirinya, dengan penuh binar.Tapi Yuna yang sekarang, meskipun wajahnya tersenyum, tidaklah terlihat jejak perasaan dirinya.Wano merasakan kekosongan di hatinya.Rasanya seperti sesuatu yang selama ini dia gen
Dokumen ini tidak hanya berbau, bahkan juga kotor.Wano menderita Mysopobhia. Sepertinya kita sudah tahu apa yang akan terjadi kalau dokumen ini diberikan padanya.Yuna memegang dokumen itu dengan begitu erat.Sebagai putri Keluarga Saradan yang manja, Qirana bahkan sampai rela merendahkan diri untuk menjadi seorang asisten agar bisa datang ke Grup Lasegaf.Bagaimana mungkin Yuna tidak tahu apa niatnya.Bahkan Yuna berani menyimpulkan kedepannya hal seperti ini pasti akan sering dijumpainya.Senyum di bibir Yuna yang cantik menunjukkan sedikit sentuhan dingin.Yuna kembali berjalan masuk ke ruang pertemuan setelah 10 menit berlalu.Ada rasa bangga yang tidak dapat disembunyikan oleh Qirana di matanya saat melihat tangan Yuna yang kosong, tetapi dengan cepat menghilang.Qirana dengan baik hati menjadi perantara bagi Yuna berkata, "Kak Wano, meskipun kontrak tidak selesai hari ini dan akan memengaruhi penandatangan kontrak ratusan miliar, tapi aku yakin Yuna melakukan hal ini dengan tida
Sepertinya dia terlalu meremehkan Yuna.Satu jam kemudian, kontrak sudah berhasil ditandatangani sesuai dengan waktu yang ditentukan.Ketika pertemuan itu telah berakhir, Vina dengan sengaja berkata di hadapan semua orang, "Wano, Qirana sudah pesan tempat di Restoran Aneka, datanglah malam nanti. Tempat itu yang sering kalian kunjungi dulu saat masih berkencan."Maksudnya sangat jelas.Tidak mungkin Yuna tidak mendengar perkataan Vina.Dengan senyum, Yuna tetap menjaga ekspresinya tetap tenang sambil menundukkan kepalanya untuk membereskan dokumen.Saat bangkit berdiri, dia mengangguk sedikit pada Wano dan berkata, "Pak Wano, selamat menikmati makan malam anda."Setelah selesai, dia membawa buku serta dokumen sambil beranjak pergi.Akan tetapi, Wano meraih pergelangan tangannya.Dengan satu tarikan kuat, Yuna jatuh ke dalam pelukannya.Raut wajah Yuna seketika berubah dingin dan menatap Wano sambil berkata, "Pak Wano, tolong jaga sikap anda, di sini adalah ruang pertemuan."Jemari tang