Share

Bab 0013

Setelah berkata demikian, dia segera meraih pergelangan tangan Qirana.

Qirana seketika merasakan sakit yang menyayat hati dan menjalar ke sekujur tubuhnya.

"Yuna, tanganku belum sembuh. Kalau kamu berani menyentuhku, kupastikan kamu akan menyesal!"

Yuna mencemooh dengan dingin, "Qirana, apakah kamu sadar kalau orang yang nggak punya apa-apa nggak akan pernah takut dengan orang yang memiliki segalanya? Kamu telah memfitnah dan mencelakaiku berkali-kali. Kalau aku nggak membalasmu, lalu bagaimana kamu akan melunasi utangmu ini?"

"Bukannya kamu jelas-jelas bersalah karena menuduhku melukai tanganmu sehingga kamu nggak bisa ikut lomba piano?"

"Oke, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan membuatmu tahu apa yang dimaksud dengan terluka!"

Setelah mengucapkannya, Yuna menambah kekuatannya untuk menekan lebih keras sehingga terdengar suara patahan.

Segera setelah itu, terdengar teriakan nyaring Qirana.

"Argh, Yuna, tanganku! Kamu malah mematahkan tanganku! Apa kamu tahu betapa berharganya tanganku ini? Bahkan, jika kekayaanmu habis sekali pun, Kamu nggak akan bisa menanggung kerugiannya!"

"Kalau begitu, baguslah. Aku juga nggak berniat menanggung kompensasinya."

Setelah berkata demikian, dia kembali menambahkan tenaga dengan keras. Alhasil, terdengar suara patahan yang besar dari satu lagi jari tangannya yang patah.

Qirana tidak pernah mengalami perlakuan kejam seperti ini sebelumnya. Dia merasakan sakit yang menusuk dan berkeringat dingin. Air matanya sudah tak bisa terbendung lagi dan mengalir di pipinya.

"Yuna, tunggu saja! Aku nggak akan melepaskanmu begitu saja!"

Yuna melepaskan genggamannya perlahan dengan mata tersenyum kejam.

"Aku juga memperingatkanmu. Jangan pernah menggangguku lagi! Kalau nggak, aku nggak tahu apa yang akan terjadi padamu nanti!"

Setelah berkata demikian, dia mendorong Qirana dengan kasar dan menyuruhnya pergi dengan suara dingin, "Pergi sana!"

Qirana merasakan sakit yang hampir membuatnya tidak bisa berbicara. Dia memandang Yuna dengan penuh kemarahan sejenak, lalu berbalik dan pergi.

Melihatnya pergi dengan rasa malu, membuat rasa frustrasi Yuna sedikit melega.

Persetan dengan Wano!

Persetan dengan Qirana!

Ketika marah, Yuna sudah tak peduli dengan siapa pun!

Yuna menyadari bahwa kamera CCTV di kamar mandi ini rusak. Jadi, meskipun Qirana ingin mempidanakannya, dia tidak akan ada bukti.

Dia juga ingin membuat Qirana merasakan betapa sulitnya menjadi orang yang tidak bisa membela dirinya sendiri.

Saat Yuna hampir meninggalkan tempat itu, tiba-tiba dia merasa pusing dan penglihatannya kabur.

Matanya terasa berkunang-kunang.

Dia baru saja menyadari bahwa dirinya belum makan apa pun sepanjang hari karena berbagai rentetan kejadian yang terjadi. Yuna yakin, hipoglikemianya pasti kambuh.

Yuna memegang wastafel dan perlahan mengulurkan tangannya ke arah tasnya.

Asalkan dia makan sepotong permen, gejalanya biasanya langsung mereda.

Namun, dia terlalu memaksakan kemampuannya sendiri.

Saat tangannya hampir menyentuh tasnya, tubuhnya tiba-tiba tidak mampu dia kendalikan sehingga terhuyung ke belakang.

Dia mengira bahwa dirinya akan jatuh ke lantai, tetapi tubuhnya seketika ditangkap oleh sebidang dada yang lebar dan kokoh.

Di telinganya, terdengar suara yang akrab, "Yuna, apa yang terjadi?"

Wajah tampan Wano muncul di mata Yuna yang sedikit kabur.

Kata-kata yang diucapkan Wano terngiang-ngiang dalam benak Yuna.

Yuna ingin melepaskan diri dari dekapannya, tapi tubuhnya tidak memiliki kekuatan sedikit pun.

Wano membungkuk dan mengangkatnya, mendudukannya di atas wastafel.

Nada suaranya terdengar menyalahkan.

"Siapa yang menyuruhmu minum sebanyak itu? Apa kamu mau mati?"

Sembari berbicara, dia menggosok lembut bagian ujung mata Yuna yang sedikit memerah dengan ujung jari.

Suaranya juga menjadi agak serak.

"Kembalilah bersamaku, aku pastikan semuanya akan kembali ke keadaan semula. Kamu juga nggak perlu bekerja sekeras ini."

Dia baru saja minum bersama Yanuar dan kelompoknya. Mereka mengingatkannya bahwa Yuna mungkin punya alasan tersembunyi untuk menggugurkan anak itu.

Wano mungkin saja telah bersalah karena menyalahkan Yuna.

Yuna memalingkan wajahnya, merasakan kepahitan di dalam hatinya.

Dengan napas yang lemah, dia mendorong Wano dengan susah payah sambil berkata, "Kamu nggak perlu mengurusku, lepaskan aku!"

Namun, dia sama sekali tidak memiliki kekuatan. Gerakannya lemah dan tak berdaya, seperti seekor kucing kecil yang manja yang sedang marah.

Dengan ujung jarinya, Wano menekan perlahan bibirnya, matanya yang gelap tampak misterius dan suram.

"Aku sudah memanjakanmu selama tiga tahun bukan untuk membuatmu menjadi teman minum orang lain, Yuna. Akui kelemahanmu padaku, maka aku akan melupakan semua yang sudah terjadi."

Dengan mata yang memerah dan berkabut, Yuna berkata, "Wano, aku nggak akan kembali. Tolong terima kenyataan itu."

Dia hampir saja berusaha untuk melawan dan pergi. Akan tetapi, kemudian tubuhnya melemah dan dia roboh di pelukan Wano.

"Yuna!"

Melihat Yuna terus mencoba mengambil tasnya, Wano segera menyadari situasinya.

Dengan tak sabaran, Wano menepuk-nepuk pelan kepala Yuna, "Yuna, kamu nggak mungkin mati, 'kan?!"

Dia baru saja pergi berapa hari, entah bagaimana sudah bisa mengalami hipoglikemia.' keluh Wano dalam hati.

Kalau saja nggak bertemu dengannya, entah apa yang akan terjadi padanya.' lanjut Wano dalam hati.

Wano segera mengeluarkan permen dari tasnya dan memasukkannya ke dalam mulut Yuna.

Dia menatap Yuna dengan begitu khawatir.

"Bagaimana rasanya sekarang?"

Yuna menjadi tenang beberapa saat sebelum dia merasakan tubuhnya kembali memiliki kekuatan.

Dia membisikkan terima kasih, lalu turun dari westafel dan pergi.

Namun, sebelum dia bisa bergerak, Wano telah menggendongnya."

"Wano, turunkan aku!"

Tidak peduli seberapa keras Yuna berjuang, Wano langsung membawanya ke dalam ruangan.

Semua orang tercengang melihat pemandangan ini.

Pria yang sengaja membuat Yuna minum alkohol tadi, segera terkejut dan bangkit dari sofa.

"Pak Wano, mengapa Anda berada di sini?"

Wano meletakkan Yuna di sofa, matanya yang tajam memandang seluruh orang di ruangan.

Wano kemudian bertanya, "Siapa yang minum bersamanya tadi?"

Beberapa orang itu begitu ketakutan hingga tak mampu bicara.

Karena Yuna cantik dan keluarga Qalif sedang mengalami kesulitan, mereka semua ingin memanfaatkan situasi ini untuk menindasnya.

Melihat tidak ada yang berbicara, Wano memalingkan pandangannya ke arah pelayan di sebelahnya.

"Kalau nggak ingin kehilangan pekerjaan, cepat katakan dengan jujur!"

Sosok Wano ini.

Dia adalah seseorang yang tidak berani diusik oleh siapa pun di sepenjuru Kota Burma ini.

Dia adalah tuan muda dari keluarga yang paling kaya, Keluarga Lasegaf.

Dia adalah seseorang yang mampu membunuh dengan cara yang mengenaskan. Sosok yang mampu melakukan berbagai hal mustahil di dunia ini.

Pelayan itu terkejut dan menundukkan kepalanya seketika.

"Pak Wano, Nona Yuna tadi minum sebanyak sepuluh gelas. Tiga gelas dengan Pak Vegan dua gelas dengan Pak Nino dan sisanya dengan Pak Tirta."

Beberapa orang itu langsung terkejut dan segera meminta maaf, "Pak Wano, maafkan kami. Kami tak tahu kalau Nona Yuna adalah orang Bapak. Kami siap menerima hukuman."

Beberapa pria itu bergegas mengambil gelas dan meminum anggurnya secara bergantian.

Setelah minum sebanyak tiga gelas, mereka pun berhenti.

Lalu, terdengar suara sengit Wano, "Siapa yang menyuruh kalian berhenti?"

Beberapa orang sangat ketakutan sehingga mereka terus menuangkan anggur.

Akhirnya, karena tekanan darinya, semua orang akhirnya mabuk.

Wano mendekati Yuna dengan santai, senyumnya yang malas menghiasi sudut matanya.

Dia membungkuk dan mencium bibir Yuna dengan lembut.'

Dia berkata dengan santai, "Aku sudah membalaskan dendammu, bisakah kamu pulang bersamaku sekarang?"

Napas hangat pria itu berhembus ke telinga Yuna.

Tampak ada secercah cahaya pada pupil matanya yang gelap.

Bibir merah muda itu membentuk lengkungan yang indah. Jakun yang seksi itu meluncur naik turun tanpa disadari.

Tanpa menunggu Yuna menjawab, dia mengangkat dagu Yuna dengan tangan dan menciumnya.

"Kembalilah bersamaku. Walaupun anak kita sudah tiada, tapi kita bisa memilikinya lagi."

Yuna tersenyum sinis.

"Apa kamu ingin aku kembali untuk menjadi kenari peliharaanmu?"

Mata Wano membeku, "Apa kamu mendengarnya?"

"Maaf, aku nggak sengaja mendengarnya saat lewat. Aku nggak nyangka bisa punya nama sebagus itu."

"Masalahnya, aku nggak ingin menjadi kenarinya lagi. Bebaskanlah aku."

Setiap kali Yuna berbicara, hatinya ikut bergetar.

Dia tidak pernah menyangka bahwa cinta yang mendalam selama bertahun-tahun akan berakhir dengan dianggap seperti burung kenari.

Yuna menatap Wano dengan mata yang merebak. Matanya mungkin tampak tenang, tetapi tidak ada yang tahu bahwa jauh di dalam matanya, ada emosi yang bergejolak.

Saat Wano hendak berbicara, pintu tiba-tiba terbuka.

Qirana berdiri di depan pintu mengenakan gaun hitam panjang.

Tangannya tampak dibebat.

Melihat mereka yang begitu mesra, dia mengutuk Yuna dengan keras di dalam hatinya.

Kesedihan segera terlukis pada wajahnya.

"Kak Wano, Yuna telah mematahkan dua jariku. Kamu harus membuat keadilan untukku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status