Beranda / Romansa / Jessica, Luka yang Terpendam / Jessica Berpura-pura Baik

Share

Jessica Berpura-pura Baik

Penulis: Sofia Grace
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-16 17:01:32

Dibiarkannya Jessica menangis sepuas-puasnya. Setelah isak tangis adiknya mulai mereda, perempuan yang lebih banyak makan asam garam dibandingkan Jessica itu berkata, “Pergilah mandi. Tommy akan kupersilakan untuk pulang saja.”

            

“Apa yang akan Kak Jenny katakan padanya?”

           

“Kubilang saja kamu sudah kecapekan dan mau istirahat. Apakah perlu Kakak beritahu dia supaya nggak usah datang lagi kemari?”

           

Jessica terdiam sejenak. Otaknya berpikir keras. Tiba-tiba sebuah senyuman licik tersungging di bibirnya yang tipis. Bulu kuduk Jenny sampai berdiri melihatnya. Apa gerangan yang direncanakan adikku ini ya, Tuhan? ujarnya dalam hati penuh tanda tanya. Senyumannya terlihat begitu mengerikan!

            

“Aku berubah pikiran, Kak. Biarkan saja Tommy menungguku selesai mandi. Akan kutemui dia.”

            

Lalu gadis cantik yang matanya tampak sembab itu bangkit berdiri dari atas tempat tidurnya dan melangkah ringan menuju ke kamar mandi. Kakak kandungnya hanya melihatnya dari belakang dan berdoa dalam hati semoga adiknya yang kadang suka bertindak nekat itu tidak melakukan hal-hal yang membahayakan.

                                                                                                ***

“Hai, sori lama menunggu,” sapa Jessica ramah sambil duduk di sofa yang berhadap-hadapan dengan Tommy. Laki-laki berambut cepak yang sudah lama menunggu itu tersentak melihat mantan kekasihnya tiba-tiba muncul dengan wajah segar dan rambut setengah basah seperti habis mandi keramas. Kalau penampilannya seperti ini, dia seperti Sica yang dulu kukenal. Terlihat polos dan ceria. Sica yang kucintai…, batin Tommya terkenang masa-masa indah mereka dulu.

            

“Minumanmu habis. Kubikinkan lagi, ya.”

           

“Nggak usah repot-repot, Sica. Terima kasih.”

         

“Nggak repot, kok. Kamu udah makan malam belum? Temani aku pergi makan nasi goreng langganan kita dulu, yuk.”

            

Pemuda di hadapannya menjadi salah tingkah. Tak diduganya gadis ini tiba-tiba berubah menjadi ramah kepadanya. “Memang masih jual nasi gorengnya? Terakhir kita makan tujuh tahun yang lalu….”

            

“Masih, dong. Yang masak juga masih orang yang sama, gerobak yang sama, dan….”

            

“Yang beli juga orang yang sama.”

            

Jessica tertawa renyah mendengar celetukan mantan kekasihnya itu. Tawamu itu menggemaskan sekali, Sica. Aku begitu merindukannya, ucap Tommy dalam hati. Dia merasa senang ketegangan diantara mereka berdua sudah mencair.

            

“Ayo berangkat, keburu tambah gelap,” ajak Jessica seraya meraih tangan laki-laki itu. Tommy bagaikan tersengat arus listrik. Sica menggandeng tanganku, soraknya dalam hati. Akhirnya…kegigihanku membuahkan hasil. Terima kasih, Tuhan!

            

Sementara itu gadis yang menggandengnya menggerutu dalam hati. Kurendahkan martabatku untuk bersamamu kembali, Tommy Saputra. Ini kulakukan demi membalas dendam padamu dan ibumu yang culas itu. Karena…barangsiapa berani menyakiti Jessica Irawan akan mendapatkan pembalasan berkali-kali lipat!

***

            

“Gimana rasanya? Masih enak seperti dulu, nggak?” tanya Jessica pada Tommy setelah menikmati beberapa suap nasi goreng merah langganan mereka bertahun-tahun yang lalu. Pemuda itu mengangguk mengiyakan. “Masih sama persis enaknya, nggak berubah sama sekali.”

            

Jessica tersenyum senang. Mereka berdua sedang duduk di kursi-kursi yang berdampingan. Tidak ada meja, sehingga piring nasi goreng dipegang begitu saja dengan tangan kiri. Di depan kedua muda-mudi itu tampak mobil-mobil yang lalu-lalang. Gerobak tersebut memang terletak di pinggir jalan yang agak ramai. Fasilitasnya hanya beberapa kursi plastik tanpa sandaran bagi pembeli yang mau bersantap di tempat. Kebanyakan orang memilih untuk membungkus pesanan mereka dan dibawa pulang. Tetapi Jessia dan Tommy dulu lebih sering makan di tempat karena kalau dibawa pulang rasa nasi gorengnya terasa tidak begitu sedap lagi.

            

“Kamu masih suka pedas,” komentar Tommy melirik bibir mantan kekasihnya yang merah dan mendesis-desis kepedasan.

            

“Sudah menjadi trade mark keluargaku. Nggak bisa hidup tanpa cabe. Hahaha….”

            

Tommy ikut tertawa. Ia benar-benar gembira. Tak disangkanya malam ini bisa makan dan tertawa lepas dengan gadis cantik yang selalu mempunyai tempat istimewa di hatinya ini.

            

I realy miss you, Sica,” gumamnya tanpa sadar. Lalu pemuda itu terkejut sendiri dengan ucapannya barusan.

            

“Hehehe…, benarkah?” tanya gadis di sampingnya acuh tak acuh. 

            

“Kamu nggak percaya?”

            

Jessica terkekeh geli. “Buktinya baru sekarang kamu menemuiku. Setelah tujuh tahun berlalu…. Kamu tahu betapa banyak hal yang berubah selama bertahun-tahun ini?”

           

Tommy menunduk malu. “Aku tahu. Maafkan aku, ya.”

           

“Apa saja yang sudah kamu ketahui?”

           

“Kak Jenny tadi menceritakannya padaku. Katanya ibumu meninggal akibat komplikasi diabetes selang dua tahun setelah ayahmu masuk bui. Lalu ayahmu sendiri meninggal di dalam penjara akibat serangan jantung setelah empat tahun menjalani masa hukuman….”

           

“Rupanya kakakku sudah bercerita banyak padamu. Lalu apa lagi yang ingin kau bicarakan denganku?”

            

“Kak Jenny hanya bercerita sekilas tentangmu, Sica. Katanya sudah bertahun-tahun ini kamu bekerja sebagai agen properti. Itu saja.”

            

“Sudah cukup, kan? Terus apa lagi yang ingin kamu ketahui?”

            

Pemuda bersorot mata sendu itu menelan ludahnya lalu berkata, “Aku ingin minta maaf telah meninggalkanmu tanpa kabar waktu itu. Aku terpaksa. Mama mengancam akan bunuh diri di hadapanku jika aku tidak mau mengikuti kemauannya meneruskan studi di Australia.”

            

Gadis yang sedang asyik mengunyah nasi goreng di sampingnya tersentak. Perempuan jahat itu benar-benar menipulatif, makinya dalam hati. Bisa-bisanya dia memakai cara licik itu untuk mengancam putra tunggalnya sendiri! Dasar Tommy bodoh, mudah percaya dengan gertakan ibunya. Nggak mungkinlah orang yang begitu menikmati hidup seperti Wanda Saputra bisa bunuh diri!

           

“Ada seorang pengawal yang menemaniku dari Indonesia hingga sebulan di Melbourne. Aku tidak diijinkan memakai ponsel sama sekali. Selama sebulan itu aku juga nggak ngapa-ngapain, Sica. Hanya beradaptasi dengan suasana sekitar, sambil mendaftar ke lembaga kursus bahasa Inggris. Kamu tahu kan, kemampuan bahasa Inggrisku bagaimana? Hehehe….”

           

Jessica tersenyum pahit. Kamu tidak berbakat dalam bidang apapun di sekolah, Sayang. Nilaimu selalu pas-pasan. Tapi itu tak menjadi masalah, karena keluargamu sangat berada. Masa depanmu sudah jelas, yaitu meneruskan usaha pabrik makanan kaleng milik keluarga Saputra. Jauh berbeda dengan diriku yang harus berusaha keras meraih imipianku.

           

“Setelah sebulan aku di Melbourne, giliran Mama yang menemaniku selama tiga bulan di sana. Katanya kamu sempat menemuinya di rumah kami dan mencariku.”

            

Gadis itu terkesima. Rupanya si Wanda itu jujur juga pada anaknya ini. Tapi…tunggu dulu…apa yang dikatakannya pada Tommy mengenai kedatanganku?

           

“Mamamu ngomong apa?”

           

“Katanya kamu memutuskan hubungan kita karena mau fokus merawat ibumu yang sakit-sakitan.”

            

Deg! Dada gadis itu terasa sakit sekali bagaikan ditusuk benda tajam. Pintar sekali orang itu memutarbalikkan fakta! Dan begonya, Tommy percaya begitu saja. Dasar anak mama! umpatnya sebal dalam hati.

           

“Kamu percaya?”

            

Tommy menghela napas panjang. “Aku tidak punya pilihan selain mempercayainya waktu itu. Aku takut dia mengancam bunuh diri lagi.”

           

Guoblok! maki Jessica dalam hati. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Akhir Kisah

    “Lukisannya sebenarnya sudah agak pudar dan plafond ada yang bocor. Maklum sudah hampir delapan tahun tidak pernah dipugar sama sekali. Akhirnya kuminta temanku untuk merenovasi ulang tanpa mengubah tata letak rumah ini. Lukisan itu benar-benar baru, Jess. Aku kan masih menyimpan foto lamanya. Tapi kuminta warnanya lebih menyolok dibandingkan dulu. Terus….” “Ditambahi pelangi,” sela lawan bicaranya menimpali. “Betul,” kata sang tuan rumah membenarkan. “Aku yang memintanya.” “Buat apa? Malah kelihatan rame. Norak,” komentar Jessica menusuk hati. Moses melongo mendengarnya. “Jadi kamu nggak suka? Ya udah, nanti biar kucari orang lain saja yang suka.”

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Bertemu Nia

    Karena tak tahan menghadapi kebawelan putranya yang ingin segera bertemu dengan Moses, Jessica terpaksa menelepon pria itu. Jantungnya berdegup kencang ketika mendengar suara yang sangat dikenalnya menyapa ramah, “Halo, Jess.”“Ehm…, ini Nathan mau ngomong,” jawabnya cepat-cepat. Disodorkannya ponselnya pada sang anak yang menerimanya dengan wajah berseri-seri.“Halo, Om Moses?” sapa bocah itu ceria. “Om sekarang berada di mana? Nathan kangen pengen ketemu.”Jessica menyibukkan diri dengan mengetik di laptop. Tak diacuhkannya anaknya yang asyik ngobrol di telepon dengan om-nya tercinta. Tak lama kemudian Nathanael mengembalikan ponselnya.&nb

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Moses Balik ke Jakarta

    Dia menawari Moses untuk menginap di rumahnya daripada menghabiskan uang bermalam di hotel. Rumah laki-laki itu masih disewa orang dan baru satu bulan lagi selesai masa sewanya.Moses menerima tawaran itu. Dia tidur di kamar tamu lantai bawah. Kehadirannya membuat Nathanael agak terhibur. Pria itu sering menemaninya bermain dan bercanda sehingga tak bersedih terus-menerus akibat kehilangan ayah kandungnya.Satu minggu telah berlalu. Jenazah Tommy telah dimakamkan di pemakaman umum Surabaya Timur. Jessica agak bingung menghadapi Moses sekarang. Seminggu terakhir ini dia memperlakukan Moses layaknya sahabat lama yang datang berkunjung dan berbelasungkawa atas kepergian suaminya.Sekarang segala urusan mengenai Tommy sudah selesai. Wanita itu menjadi bimbang. Tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap pria

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Selamat Jalan

    Tiba-tiba pintu apartemennya terbuka. Seorang remaja laki-laki yang parasnya mirip dirinya muncul sambil membawa tas ransel di punggung. Dia adalah William, putra semata wayangnya. Ini hari Jumat, waktunya remaja itu menginap di apartemen ayah tercinta.Pemuda kelas tiga SMP itu sudah biasa naik ojek ataupun taksi online sendiri untuk menuju kediaman Moses. Terkadang ibu kandung atau ayah sambungnya yang mengantarnya dengan mobil sampai ke depan pintu lobi.“Hai, Pa,” sapa William ramah. “Lagi mikirin apa? Kok kelihatannya serius gitu? Kita nanti malam jadi makan di resto all you can eat yang baru buka itu, nggak?” cecarnya bertubi-tubi.Sang ayah mendesah panjang. Dia menatap buah hatinya dengan perasaan sayang. “Duduklah dulu, Nak. Ada hal penting yang mau Papa bicarakan,” ucapnya dengan ekspresi serius.“Heh? What’s wrong?&

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Permintaan Tommy

    “Tidak lagi, Sayang,” jawab suaminya sambil tersenyum. “Di Jakarta Moses merintis pekerjaannya dari awal sebagai agen properti. Setiap hari dihabiskannya dengan bekerja, nge-gym, dan bermain dengan anaknya. William namanya. Sekarang sudah berumur enam belas tahun dan mau masuk SMA. Anak itu sering bertanya kapan papanya menikah lagi. Mamanya sendiri sudah lama membentuk keluarga baru. Tapi Moses cuma ketawa dan bilang sudah tidak tertarik pada wanita.”“Homo, kali!”kata sang istri cuek.“Hush! Nggak boleh sembarangan ngomong,”kata Tommy sembari mengelus-elus pipinya yang tadi ditampar Jessica. Sang istri jadi panik. “Masih sakit, ya?” tanyanya kuatir. “Sebentar kuambilkan waslap dan es batu buat kompres.”&n

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Terbongkar

    Sore harinya waktu suaminya pulang, Jessica bersikap biasa seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia melayani pria itu makan dan minum. Sama sekali tak ditanyakannya hasil pertemuan Tommy dengan pebisnis asal Cina di Jakarta. Justru suaminya itu yang bercerita sendiri tentang pembicaraannya dengan orang asing tersebut.“Sepertinya aku nggak jadi berbisnis dengan orang itu, Sica. Bahasa Inggrisnya parah sekali dan nggak pakai penerjemah. Aku yang cuma bisa sedikit-sedikit bahasa Mandarin kesulitan berkomunikasi dengannya. Daripada di belakang nanti ada apa-apa, lebih baik kuurungkan niatku menjalin kerja sama.”Jessica menatap suaminya tajam. Hebat sekali kamu berbohong, Suamiku Tercinta, sindirnya dalam hati. Dan begonya aku sudah berhasil kau tipu selama ini. Benar-benar tolol kau, Jessica Irawan!&nb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status