Share

Maukah Bersamaku Lagi?

“Aku sekarang sudah dewasa, Sica. Sudah berumur dua puluh tujuh tahun. Selama tujuh tahun ini aku menuruti saja apa yang dikehendaki mamaku. Beliau menginginkanku kuliah dan bekerja di  Melbourne, kuturuti. Tidak boleh menghubungimu sama sekali, kuturuti. Tidak boleh pulang ke Indonesia sama sekali juga kupatuhi. Jujur saja aku tidak tahu apa-apa tentang penyakitnya sampai beberapa bulan yang lalu Mama menyuruhku pulang. Aku kaget sekali dan memutuskan untuk pulang selamanya. Kutinggalkan semua yang sudah kuraih di Melbourne demi merawat Mama dan meneruskan perusahaan keluargaku.”

            

“Juga untuk dijodohkan dengan Melani….”

            

“Tentang itu aku terus-terang baru mengetahuinya setiba di sini, Sica….”

            

“Lalu selama di Melbourne masa kamu tidak pernah menjalin hubungan spesial dengan perempuan lain? Cewek Indo, bule, atau apalah yang bersekolah di sana.”

            

“Jujur ada. Bohong kalau aku tidak mengakuinya. Ada beberapa….”

            

“Hebat!”

           

“Tapi mereka tidak sepertimu, Sica….”

            

“Yah, mana bisa aku si gadis udik dibandingkan dengan gadis-gadis metropolitan seperti mereka!”

           

“Bukan itu maksudku….”

            

“Lalu apa tujuanmu mencariku lagi? Sudah berbulan-bulan kau di Surabaya, tapi baru kali ini datang menemuiku. Apakah kamu merasa tidak enak hati gara-gara melihatku di rumah yang kautaksir bersama Melani?”

            

Tommy menunduk malu. Dasar pengecut, olok Jessica dalam hati. Aku sekarang malah heran bagaimana dulu bisa berpacaran dengannya selama lima tahun?! batinnya muak. Dasar cinta buta! Naif sekali aku waktu itu. 

            

“Sewaktu di Melbourne, aku berpikir dalam-dalam, Sica. Semua tindakan Mama di hadapanku dan semua perkataannya tentang dirimu. Akhirnya aku mengambil kesimpulan bahwa kamu tidak mungkin memutuskan hubungan denganku. Mama telah berbohong padaku. Menurut analisaku, Mama yang merasa malu dengan kondisi ayahmu yang masuk penjara akhirnya bermaksud menjauhkan kita dengan mengirimku ke luar negeri. Lalu kamu mencariku yang menghilang tiba-tiba dengan datang menemui Mama di rumah. Ternyata Mama malah mengusirmu dan mengatakan bahwa hubungan kita telah berakhir. Dan supaya kamu tidak datang mencariku lagi, Mama lalu pindah rumah.”

            

Kerongkongan Jessica tercekat. Yah, si Wanda keparat itu pindah rumah entah kemana. Rumah itu kosong melompong dan bahkan dipasangi spanduk dijual! Aku menelepon nomor agen properti yang tertera pada spanduk itu dan dijawab enteng bahwa penghuni rumah itu sudah pindah ke luar negeri. Ia hanya akan pulang jika ada calon pembeli yang sudah menyerahkan uang muka sebesar dua puluh persen dari harga jual rumahnya. Jantungku serasa hampir copot mendengarnya. Jiwaku melayang entah kemana beberapa saat lamanya…, kenang gadis itu penuh kepedihan.

            

“Aku terus terang ingin sekali menemuimu sekembaliku kemari, Sica. Tapi aku takut dengan reaksimu. Bahkan kupikir kau mungkin juga sudah mempunyai kekasih lain atau sudah menikah.”

            

Cuih! Siapa laki-laki yang mau menikahi wanita mandul sepertiku?! jerit Jessica dalam hati. Oh, Tuhan. Aku tak tahan lagi bicara berputar-putar seperti ini. Akan kutanyakan saja apa maksud orang ini sebenarnya menemuiku.

           

“Ehm, Tom. Apa tujuanmu sebenarnya menemuiku?”

            

Pemuda itu menengadahkan wajahnya dan menatap gadis yang dicintainya itu dalam-dalam. Jessica sampai merasa risih dibuatnya.

            

“Aku sempat berkencan dengan Melani selama beberapa kali, Sica. Demi membahagiakan Mama di masa-masa kritisnya ini, aku berusaha mencintai gadis itu. Tapi aku tidak bisa membohongi hati nuraniku sendiri begitu kemarin melihatmu. Kupikir mungkin ini saatnya aku menebus kesalahanku padamu sekaligus berterus terang pada Melani bahwa aku tidak mencintainya.”

           

“Kamu…ingin kita bersama lagi?”

            

Tommy mengangguk mantap. Tatapan matanya begitu tulus. “Kupikir ini sudah menjadi kehendak Tuhan mempertemukan kita berdua kembali di saat-saat aku hampir menikah dengan gadis lain. Dia memberikanku kesempatan kembali untuk bersatu dengan gadis yang telah menempati posisi istimewa dalam hatiku dan tak tergantikan oleh siapapun….”

            

Cuih! Romantis sekali kata-katamu, Tommy Saputra, kecam gadis yang hatinya telah membatu itu dalam hati. Katamu sempat menjalin hubungan cinta dengan beberapa gadis di Melbourne. Mana tahu sudah berapa banyak benih yang kautanamkan dalam rahim mereka!

            

“Bagaimana kalau Tante Wanda tidak merestui maksudmu itu? Masa dia rela upayanya dulu memisahkan kita malah berujung pada bersatunya kembali aku denganmu?!”

           

“Aku tidak peduli, Sica. Cukup sudah aku melakukan segala kehendaknya selama bertahun-tahun ini.”

           

“Ibumu itu sedang sekarat, Tommy. Apakah kamu tega menyakitinya?”

            

Pemuda itu menggeleng dan berkata, “Kondisinya sudah jauh membaik dibandingkan ketika aku baru pulang dulu. Karena itulah pernikahanku dengan Melani bisa diundur sampai enam bulan lagi. Kedua orang tua gadis itu menghendaki pesta yang meriah, setidaknya setara dengan perayaan kakak-kakak Melani yang lebih dulu menikah. Gadis itu anak bungsu dan paling disayangi kedua orang tuanya. Oleh karenanya sifatnya agak manja. Jujur saja aku hampir tak tahan menghadapinya.”

            

Rasakan kau! ejek Jessica dalam hati. Senang sekali rasanya melihat mantan kekasihnya ini merasa tersiksa dengan perilaku calon istrinya. 

            

“Nasi goreng kita sudah sama-sama habis. Pulang, yuk,” ajak gadis itu sembari bangkit berdiri dari tempat duduknya.

            

Tommy mengangguk setuju. Dimintanya piring kosong gadis itu dan dikembalikannya pada si penjual bersama-sama dengan piringnya sendiri. Dia berinisiatif membayar bagian Jessica meski gadis itu bersikeras menolaknya. “Please, Sica…,” pintanya dengan sorot mata sendu.

            

Gadis keras hati itu akhirnya mengalah. Ya sudahlah. Menerima traktirannya kan bukan berarti menerima dirinya dalam hatiku, kan? tepisnya dalam hati.

            

Lalu mantan pasangan kekasih itu bersama-sama menuju ke mobil. Tak lama kemudian Honda CRV silver tersebut meluncur meninggalkan gerobak nasi goreng yang mulai sepi.

***

“Terima kasih banyak sudah menemaniku makan malam, Sica.”

            

“Aku yang seharusnya berterima kasih karena ditraktir. Kan aku yang ngajak.”

            

“Hehehe…, aku jadi teringat masa lalu. Dulu kita hampir seminggu dua kali makan di sana, ya? Bapak yang jual tadi sampai ingat, lho. Padahal sudah tujuh tahun berlalu.”

            

“Aku masih sering beli untuk dibawa pulang. Bapak itu dulu awal-awal masih suka nanya kamu kok nggak ikut. Aku cuma tersenyum saja. Lama-lama dia ngerti kalau kita sudah nggak bersama lagi.”

            

“Oh, gitu. Pantesan tadi dia senyum-senyum nakal sambil berpesan padaku….”

            

“Pesan apa?”

           

“Supaya ehm…segera menikahimu….”

            

Buset! Si bapak sok tahu gitu, ih. Memangnya menikah itu semudah membalikkan telapak tangan?! gerutu Jessica dalam hati.

            

“Sica…, maukah kamu kembali bersamaku? Aku berjanji kali ini benar-benar serius terhadapmu. Takkan pernah kutinggalkan dirimu lagi.”

            

“Kalau Tante Wanda nggak setuju lagi gimana?”

           

“Aku akan mempertahankan pendirianku.”

            

“Oya? Dengan risiko nyawa ibu kandungmu terancam? Dulu dia berpura-pura akan bunuh diri dan kau takluk oleh ancamannya. Sekarang mamamu benar-benar terancam jiwanya, masa kamu tega menentang kehendaknya?”

            

“Justru itu,” ujar Tommy seraya terkekeh. “Mumpung keadaannya sudah seperti ini, aku tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menikahimu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status