Namanya Bayu Adi Suwarno.
Biasanya dia dipanggil dengan nama depannya, Bayu. Dia asli suku Jawa. Hari ini adalah hari kelulusan sekolahnya. Bayu bersekolah di Kota Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Dia berasal dari suatu desa di kabupaten Magelang. Bayu tinggal bersama Kakeknya yang bernama Aji Suwarno dengan nama panggilan Kakek Warno. Dia adalah kakek dari pihak Ayah yang sudah lama meninggal. Ibunya menikah lagi dan tinggal bersama keluarga barunya di kota Jakarta. Ibu Bayu bernama Hedianti dengan panggilan Anti.
Selama hari-hari sekolah, Bayu tinggal di rumah kos kota Magelang dan hanya pulang ke rumah di desa setiap akhir pekan. Karena Bayu sudah lulus sekolah, dia harus pulang ke desa asalnya. Hari ini, Bayu bersiap hendak berkemas untuk pulang ke desa ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi.
"Halo, Bayu! Kamu sudah lulus kan? Minggu depan kamu ke Jakarta ya bantu Pamanmu ngurusi rumah kotrakannya sambil lanjut kuliah di Jakarta. Ibu sudah bilang sama kakekmu. Ya, sudah. Besok ibu telepon lagi, ya!" Ibu Bayu menyerocos di telepon.
Bayu hanya bisa terdiam mendengar kata-kata ibunya di telepon.
Dia membatin, "Seperti biasa, ibu selalu memaksakan kehendaknya tanpa aku bisa membantah."
Setelah selesai bergulat dengan pikirannya, Bayu segera mengemasi pakaian dan buku- buku pelajaran di kamarnya. Ketika Bayu sedang berkemas, dia melirik dengan sudut matanya dan melihat bayangan gelap di sudut kamar.
“Aku pamit pulang, ya. Kamu baik-baik saja di sini! Aku tidak kembali lagi ke sini. kamu jangan menakut-nakuti penghuni kamar yang selanjutnya!”
Sejak kecil, Bayu terbiasa 'melihat' sesuatu yang lain.
Kata kakeknya, itu adalah bakat bawaan keluarganya.
Bayangan hitam ini telah menemani Bayu sejak dia datang ke rumah kos ini. Bayangan itu tidak berbahaya, hanya suka muncul bila Bayu di kamar dan hanya diam mengamati apa saja yang sedang dilakukan Bayu.
Selesai berkemas, Bayu mengikat tas koper tua yang berisi pakaian dan buku-buku pelajaranku di atas jok bagian belakang motornya, lalu dia pamit kepada pemilik rumah kos, “Budhe, saya pamit mau pulang sekarang! Mohon maaf atas segala kesalahan saya selama tinggal di sini!”
Bayu terbiasa memanggil pemilik rumah kos dengan sebutan Budhe karena mengikuti panggilan dari keponakannya yang tadinya tinggal di rumah kos ini. Keponakannya adalah kakak kelas Bayu di sekolah dan dia sudah lulus setahun lebih cepat daripada Bayu.
“Ya, Bayu! Hati-hati di jalan ya! Semoga hidupmu sukses! Budhe tidak bisa ngasih apa-apa!” Budhe menjawab dengan lambaian tangan. Matanya berkaca-kaca dengan air mata. Mungkin karena mengingat bahwa Bayu tidak akan kembali lagi ke tempat itu selamanya.
Bayu telah tinggal di rumah kos ini selama tiga tahun. Jadi, Budhe sudah menganggap Bayu sebagai keluarganya.
Setelah berpamitan, Bayu buru-buru menjalankan kendaraannya untuk pulang.
Dia tidak sabar untuk segera pulang karena merasa rindu dengan rumahnya.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam melalui jalan yang menanjak dan berkelok-kelok, akhirnya Bayu sampai di rumah Kakeknya di desa.
Meskipun rumah Kakeknya berada di desa di yang lumayan terpencil, rumah Kakeknya adalah rumah yang terbesar di desa.
Kakek Bayu dikenal sebagai orang pintar atau dukun oleh warga desa. Bahkan, namanya dikenal di kota-kota sekitar desanya sebagai paranormal oleh beberapa orang kaya.
Oleh karena itu, Kakeknya sering kali dimintai tolong dengan imbalan suka rela yang terkadang tidak kecil. Rumah Kakek Bayu adalah hasil jerih payahnya sebagai seorang paranormal.
Bayu memarkir sepeda motornya di teras rumah dan langsung masuk menuju ke belakang rumah. Kakeknya biasa bersantai minum kopi sembari merokok tembakau lintingan di teras belakang. Namun, sesampainya di teras belakang Bayu tidak menemukan Kakeknya.
Bayu malah bertemu bibinya yang sedang menjemur pakaian di belakang rumah. Nama Bibinya adalah Widyawati, panggilannya Wati. Bayu biasa memanggilnya Bulik Wati.
Bibinya adalah anak bungsu Kakek Bayu. Dia tidak pernah menikah karena rasa rendah diri atas kecacatannya memiliki tangan yang kecil sebelah. Meskipun begitu, bibi Wati adalah orang yang baik dan peduli dengan Kakek dan Bayu.
"Bulik, Kakek di mana?" Bayu bertanya kepada Bibi Wati.
"Oh ... Bayu kamu sudah pulang, toh? Kakekmu ada di kamarnya lagi tiduran. Katanya, lagi kurang enak badan," Bibi Wati menjawab sembari menatap Bayu.
"Kamu belum makan, toh? Makan dulu. Bulik masak sayur nangka kesukaanmu!" tambah Bibi Wati sambil tersenyum.
"Iya, Bulik! Bayu mau ketemu Kakek dulu baru nanti makan," jawab Bayu.
"Iya, sana!” perintah Bibi Wati sambil tersenyum kepada Bayu.
Bayu berjalan menuju kamar kakeknya. Sebelum masuk, dia mengetuk pintu terlebih dahulu dan berkata, "Kek, ini Bayu. Bayu boleh masuk atau tidak?"
"Masuk, Yu! Pintu tidak dikunci, kok!" Kakek Warno menyahut.
"Kek, kata Bulik, Kakek sakit?" tanya Bayu kepada Kakeknya.
"Cuma tidak enak badan, Yu!" jawab Kakek Warno lalu berkata, "ke mari duduk di dekat kakek, Yu!"
"Iya, Kek!" Bayu lalu duduk di pinggir kasur dimana Kakeknya sedang tidur-tiduran.
"Bayu, kamu tahu 'kan apa pekerjaan Kakek? Kakek merasa sudah waktunya kamu mewarisi keahlian Kakek. Kemampuan kakek adalah kemampuan yang telah diwariskan turun-temurun dalam keluarga kita," kata Kakek Warno sambil menunjukkan jari telunjuknya ke dahi Bayu.
Tanpa persiapan, tiba-tiba Bayu merasa kepalanya seperti terbelah. Pandangannya menjadi gelap seketika meski hanya sesaat saja.
Ketika kesadarannya telah pulih, Bayu melihat Kakek Warno sedang menatapnya.
"Jangan kaget! Apa yang kamu alami sekarang, juga aku alami saat seusiamu. Ilmu warisan keluarga kita hanya bisa diwariskan secara langsung, tidak bisa diajarkan," kata Kakek Warno, "apa yang aku lakukan kepadamu hanya membuka mata batinmu. Kamu akan kuberikan buku catatan agar bisa mengaktifkan dan memahami cara penggunaan ilmu warisan keluarga kita. Ibumu sudah menelponku kemarin. Dia memberi tahu bahwa minggu depan kamu harus pergi ke Jakarta untuk kuliah sambil bekerja pada Pamanmu. Oleh sebab itu, kamu hanya kuberi waktu satu minggu untuk mempelajarinya. Aku mewariskan ilmu ini kepadamu agar kamu bisa menjaga dirimu di tanah perantauan, sekaligus agar ilmu ini tidak hilang ditelan zaman!"
Setelah penjelasan panjang itu, Kakek Warno memberi Bayu sebuah buku tulis yang compang-camping. Kertasnya juga telah menguning.
Melihat Bayu mengamati buku itu, Kakeknya lalu berkata, "Baca buku ini di kamarmu! Lalu, setelah kamu mengerti isinya langsung bakar atau sembunyikan di tempat yang tidak bisa ditemukan oleh siapa pun!"
Bayu akhirnya bergegas pergi menuju ke kamar tidurnya tanpa makan terlebih dahulu karena ingin segera membaca buku yang diberikan oleh Kakeknya.
“Qorin Paramita, kamu kembali menjaga tubuh Bibi! Biarkan aku yang menghadapi penculik Bibi! “ Perintah Bayu tegas.“Baik! Aku kembali dan kamu berhati-hatilah!” Jawab Kembaran Paramita lalu kembali ke kamar ICU.Bayu berjalan pelan ke kamar mayat dan membuka pintunya.Bayu melihat ke sekeliling kamar mayat yang dingin. Dia melihat beberapa wajah pucat yang berdiri di sekitar jenazah yang terbujur kaku an ditutupi selimut.Mata Bayu tertuju ke sudut kamar mayat. Dia melihat semacam kandang besar yang kira-kira berukuran tinggi tiga meter, lebar dua meter dan panjang dua meter. Di depan kandang berdiri makhluk berwujud ular setinggi tiga meter.Di dalam kandang, Bayu melihat sosok yang mirip Gustian sedang memperkosa perempuan yang mirip Paramita.“Bangsat, makhluk hina lepaskan Bibiku!” teriak Bayu marah.Makhluk berwujud ular tiba-tiba menyerang Bayu, menerkam ke arah Bayu. Bayu yang lengah terkejut dan terkena pukulan ekor ular. Bayu terdorong ke belakang sejauh dua meter. Bayu memu
Bayu yang mendengar jeritan Paramita, segera bangkit dari ranjangnya dan berlari keluar kamarnya menuju kamar Paramita di sebalah.Beruntung, kamar Paramita tidak dikunci. Bayu langsung membuka pintu kamar paramita dan bergegas masuk.Bayu melihat Paramita yang tidur telentang, Dia segera menghampiri Paramita dan mencoba membangunkannya, “Bibi, Bibi, bangun!”“Bangun, BI!” Teriak Bayu sambil mengoncang tubuh Paramita agak keras.Bayu yang panik, segera menutup mata dan membaca doa.Bayu membuka matanya dan melihat sosok wanita yang mirip Paramita sedang duduk di samping tubuh Paramita. Wajahnya pucat, bibirnya kering dan nampak pecah-pecah.“Hai Kembaran Bibi Paramita! Apa yang terjadi pada Bibiku?” Tanya Bayu suram.“Bayu, Jiwa Bibimu telah diculik oleh Gustian yang dibantu oleh Maulana!” Jawab Kembaran Paramita.“Apa? Gustian bersama Maulana? Bagaimana mungkin?” Tanya Bayu tidak percaya.“Aku tidak tahu bagaimana Gustian dan Maulana bisa bersama, yang pasti saat ini, bibimu sedang k
Bayu dan June sedang duduk di warung Es dan Bubur Garut, di Jalan Pondok Kelapa, Jakarta Timur.“June, sepertinya aku sudah tidak bisa lagi terus melajang, aku ingin segera menikahi kamu!” Kata Bayu serius.“A...apa? kamu ingin segera kita menikah?” Tanya June gugup.“Ya, rencana kita menikah dengan wali kakak laki-lakimu harus segera kita laksanakan! Jujur, aku takut bila pernikahan kita ditunda terus, kita akan melakukan perbuatan zina, cepat atau lambat!” Kata Bayu dengan wajah memohon.June menatap mata Bayu dengan kelembutan dan rasa cinta.“Paling tidak kita menikah rahasia secara agama, dengan wali hakim dan kakak laki-lakimu sebagai saksi.” Saran Bayu tegas.“Baik, kita lakukan rencana kamu, Bayu... Besok aku akan membujuk Kakakku untuk datang ke Basecamp kita!” Jawab June serius.“Besok aku ajak main game konsol dulu, baru aku bujuk pelan-pelan ya Kakak kamu!” Jelas Bayu sambil menyesap teh hangat yang tersedia di mejanya.Keluarga June berbeda agama dengan Bayu, di samping i
“Jangan bangun! Bibi Cuma ingin memeluk kamu! Biarkan seperti ini! Bibi sudah lama tidak memeluk laki-laki!” Kata Paramita lemah. Bayu terdiam dan tidak bergerak. Dia merasa canggung sekaligus kasihan kepada Bibinya. Tidak lama kemudian Bayu merasa tubuh Bibinya bergetar. Sesaat kemudian, Bayu mendengar isak tangis yang pelan dari punggungnya. Tidak lama kemudian, suara isak tangis mereda. Bayu meraih jemari Paramita yang memeluknya dari belakang. Bayu menggenggam jemari Paramita dengan erat tapi lembut. “Bi, jangan sedih! Bayu sayang sama Bibi! Selama ini Bibi sudah sangat baik sama Bayu.” Bayu berkata dengan lembut sembari menepuk-nepuk punggung tangan Paramita, berusaha menghiburnya. “Adik Bayi tidak kelihatan, pasti dititipkan ke rumah kakek neneknya. Tampaknya Bibi sudah siap hendak berduaan dengan Gustian. Aku sudah mengacaukan rencana Bibi.” Pikir Bayu agak menyesal. “Bibi, bukannya Bayu hendak menggurui atau apapun, Bayu hanya menyarankan, sebaiknya Bibi sabar mencari pa
Bayu menghampiri Gustian yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil mengaktifkan video rekaman di ponselnya.Bayu membaca doa dan berkonsentrasi sejenak, lalu berkata sambil menjentikkan jarinya, “Tidur!”Gustian merosot di kursi kehilangan kesadarannya. Bayu mengarahkan kamera ponselnya.“Keluar!” Suara Perintah tedengar dari mulut Bayu.Kembaran Gustian tiba-tiba menampakkan dirinya. Hanya Bayu dan kamera ponselnya yang bisa melihat penampakan Kembaran Gustian.“Siapa nama Kembaranmu yang sedang tidur?” Tanya Bayu acuh tak acuh.“Kembaranku bernama Ari Gustian.” Jawab Kembaran Gustian.Paramita dan June hanya bisa mendengar suara Kembaran Gustian, tetapi tidak dapat melihat sosoknya. Bayu menolah dan melihat Paramita dan June.“Bibi, June, kemarilah! Bibi bisa melihat sosok Kembaran Gustian di layar ponsel Bayu!” Kata Bayu.Paramita dan June bergegas ke punggung Bayu. Keduanya penasaran dengan tampilan Kembaran Gustian.“Apa tujuan Gustian mendekati Bibi Paramita? Apakah murni kare
Bayu menegang melihat June sedang disandera oleh Maulana. “Lepaskan June! Kamu tidak akan pernah bisa menang melawan kebenaran. Aku tidak ingin membunuh jiwamu di alam ini!” Teriak Bayu marah. “Kamu mundur dan kembali atau aku akan membunuh jiwa June sekarang!” Tantang Maulana dengan wajah sombong. Bayu membaca doa yang kuat untuk melemahkan Jiwa Maulana. Namun Bayu terkejut, bahwa Maulana tidak terpengaruh. “Hahaha, aku bukan Jin, jadi kamu membaca doa yang salah!” Tawa Maulana semakin arogan. “Sial, aku lupa bahwa dia sama seperti aku, dia manusia dan bukan Jin!” Gumam Bayu agak panik. Bayu berpikir dan teringat doa untuk mengalahkan setan. Manusia yang jahat juga sama seperti setan. Kakeknya pernah berkata, bahwa setan itu bukan hanya berbentuk Jin, manusia dan hewan yang jahat juga termasuk golongan setan. Bayu mencoba membaca doa untuk mengalahkan setan. Tiba-tiba Maulana bergetar. Tubuhnya melemah. “Sialan kamu!” Umpat Maulana panik. Tubuh Maulana berubah transparan kemu