Bayu menyeberangi jalan kecil di depan rumah kontrakan. Dia sampai di depan Warkop dan mengamati. Dia melihat penjual di warkop adalah pria muda sekitar usia 20 tahun. Perawakannya kecil, matanya cekung seperti orang kurang tidur.
Bayu memasuki warung yang terbuka bagian depannya. Dia duduk di sudut dalam Warkop. Warkop nampaknya juga menjual mi instan, bubur kacang hijau dan gorengan.
Melihat daftar menu yang di tempel di dinding warkop, Bayu berkata, “Kang, saya pesan teh hangat dan bubur kacang hijau!”
Si penjual yang terkantuk-kantuk mendadak bangun mendengar suara Bayu.
“Oh, iya, a’!” Sambut si penjual.
Oh, iya, nama akang siapa ya? Saya Bayu, saya keponakan Pak Santoso yang punya kontrakan di seberang. Saya baru datang dari kampung hari ini!” kata Bayu memperkenalkan diri.
“Saya Asep, a’!” Jawab si Penjual singkat sambil menyiapkan pesanan Bayu.
Bayu yang pada dasarnya bukan seorang pembicara yang pintar, dia terdiam setelah memperkenalkan diri. Menunggu pesanan tiba, Bayu mengamati kontrakan dengan mengaktifkan kemampuannya dari dalam warkop.
Bayu masih melihat perempuan berkepala berdarah masih mengulang aksi bunuh dirinya dari atap beton kontrakan.
“Kang Asep, saya boleh tanya apa nggak?” Bayu meminta ijin untuk bertanya kepada Asep.
“Mau tanya apa a’?” Jawab Asep balik bertanya kepada Bayu.
“Apakah di kontrakan ini ada orang yang mati belum lama ini?” Bayu bertanya sambil menerima mangkok bubur dan segelas teh dari Asep. Bayu kemudian mulai melahap buburnya sembari menunggu jawaban Asep.
“Oh, itu, mah, sudah empat bulan yang lalu, ada perempuan yang tinggal di kontrakan, bunuh diri lompat dari atas atap ke bawah! Ngeri, a’! kepalanya pecah! Saya sampai nggak bisa makan dua hari melihat kondisinya sebelum Polisi sama Ambulance datang!” Asep menjawab dengan ekspresi ketakutan.
“Orang yang pertama melihat perempuan itu bunuh diri tuh, Mas Kardi! Dia kerja ikut Pak Santoso selama dua tahun jadi pengurus kontrakan! Sebulan yang lalu Mas Kardi kabarnya pergi nggak pamit sama Pak Santoso!” Ungkap Asep.
“Sayang banget a’! padahal gajinya, mah, sudah mencapai dua juta setengah katanya! Dia malah pergi nggak pamit! Biasanya, mah, sewaktu dia masih kerja, dia suka nongkrong di warung saya!”
Asep bercerita sambil menghisap rokok filter di tangannya.
“Kang Asep tahu siapa nama perempuan yang bunuh diri itu?” Bayu bertanya menyelidik.
“Saya hanya tahu nama panggilannya sehari-hari, sih! Dia dipanggil Susi! Dia kerja di rumah makan Thailand di Jalan Kalimalang katanya! Orangnya cantik, mana bodinya bohai lagi! Sayang banget bunuh diri!” Asep menjelaskan dengan mata terkenang.
Bayu menghabiskan bubur dan tehnya dengan cepat lalu berkata, “Kang Asep saya balik ke kontrakan dulu ya, mau mandi! Berapa saya harus bayar?”
“Sembilan ribu rupiah saja a’!” kata Asep menjawab.
“Kang, panggil saya Bayu saja! Saya lebih muda dari akang!” Bayu berkata sambil menyerahkan uang sepuluh ribuan.
“Iya, ini kembalinya, seribu, terima kasih, ya! Nongkrong disini, atuh, kalo lagi kesepian!” Asep berpesan kepada Bayu sambil menyerahkan uang logam seribu rupiah.
Bayu kembali ke rumah kontrakan. Dia memutuskan untuk melihat-lihat ke atas atap. Bayu menaiki tangga ke lantai lantai tiga. Bayu tiga mengaktifkan kemampuannya di koridor teras lantai tiga.
Di koridor teras lantai tiga, Bayu melihat punggung perempuan berjalan menuju ke arah tangga melingkar di sudut lantai tiga. Bayu mengikuti perempuan itu.
Ketika perempuan itu hendak naik ke tangga melingkar, dia menoleh ke arah Bayu. Bayu memandang wajah pucatnya, perempuan itu cukup cantik bila kepalanya tidak bersimbah darah. Tubuhnya tinggi dan ramping. Dadanya lumayan besar dan pantatnya cukup seksi.
Setelah menatap Bayu dengan tatapan dingin, dia naik ke atas. Bayu mengikuti naik ke atas. Sesampainya di atap, Bayu mengamati situasi di atap. Rupanya atap ini dibuat dari beton dan diperuntukkan bagi penghuni kontrakan sebagai tempat menjemur cucian sehari-hari.
Di atap, Bayu melihat perempuan itu berjalan menuju pinggiran atap. Ketika dia hendak melompat, Bayu menghentikannya, “Berhenti! Sebelum kamu melompat, bisakah kita berbicara dulu?”
Perempuan itu terhenti dan dia berbalik menatap Bayu, lalu berkata, “Mengapa kamu menghentikanku? Aku harus bunuh diri, aku hamil! Hamil! Dia tidak mau bertanggung jawab! Dia ingin bayiku mati! Aku malu! Malu! Lebih baik aku dan anakku mati bersama!” setelah berteriak dengan histeris, perempuan itu langsung berbalik dan melompat.
Seperti semula, dia muncul lagi di atap dan melompat lagi dan lagi. Terus mengulangi proses bunuh diri.
Bayu hanya bisa menghela napas dengan menyesal. Dia bertekad untuk bertanya kepada perempuan itu, siapa yang menghamilinya.
“Tunggu, berhenti, katakan kepadaku, siapa yang menghamilimu?” Bayu bertanya mencoba menyelidik.
Sayangnya Bayu diabaikan oleh perempuan itu dan hanya bisa melihat dia terus mengulang proses bunuh diri. Bayu merenung, memikirkan cara agar bisa berkomunikasi dengan perempuan itu nanti.
Merasa tidak berdaya. Bayu pergi kembali ke kamar kontrakannya. Dia langsung ke kamar mandi mencuci tangan dan kaki.
Bayu duduk di ruang tamu sambil berpikir tentang perempuan yang bunuh diri dan laki-laki yang dibunuh. Bertanya-tanya dalam hatinya, apakah keduanya ada hubungannya.
“Kang Asep hanya bilang bahwa yang mati di kontrakan ini hanya perempuan yang bunuh diri itu. Lantas, bagaimana dengan pria yang dibunuh? Apakah tidak ada yang tahu selain perempuan itu, ada lagi yang mati di rumah kontrakan ini?” Bayu berpikir keras dan tidak bisa tidak menduga bahwa kematian pria itu tidak ada yang mengetahuinya.
Ketika Bayu tenggelam dalam pemikirannya, tiba-tiba pintu kontrakannya diketuk dari luar.
“Bayu, kamu ada di dalam? Cepat buka pintunya! Ini Paman!” suara laki-laki terdengar dari luar kamar Bayu.
Bayu berdiri dan bergegas membuka pintu.
“Paman! Silakan masuk dulu” Bayu berseru ketika melihat pamannya.
“Wah, kamu sudah besar sekarang, terakhir kali ketemu, kamu masih SMP!” Paman Santoso berkata dengan riuh.
Santoso masuk ke ruangan dan langsung duduk, dia berkata, “Bay, duduk dulu Paman mau ngomong!”
Bayu duduk di seberang Santoso. Dia mengaktifkan kemampuannya seketika.
Bayu hampir melompat dari kursi karena kaget melihat sosok yang duduk di depannya. Kembaran paman menyatu dengan tubuh pamannya. Bayu melihat seakan-akan pamannya berkepala dua. Kepala Santoso yang lain berwajah pucat dan menyeringai dengan bengis.
“Kamu kenapa?” Santoso bertanya, heran dengan sikap bayu yang terkejut melihat dirinya.
“Tidak apa-apa Paman, Bayu hanya kaget melihat Paman masih awet muda!” kata Bayu mengalihkan perhatian Pamannya dengan pujian kosong.
“Ah, Bisa saja kamu, Bay! Paman bertambah tua sekarang!” kata Santoso sambil berakting malu tapi di dalam hatinya merasa bangga.
“Begini, Bay, kamu mulai besok membantu Paman mengurus rumah kontrakan! Tugasmu setiap hari membersihkan halaman, membersihkan kamar kalau ada yang pindah, mengingatkan pembayaran bulanan. Sudah hanya itu saja. Kamu aku kasih uang saku satu setengah juta. Masalah makan kamu ikut aku! Oh, iya kamu pilih kuliah di Institut Teknologi atau Universitas? Keduanya nggak jauh dari sini! Kamu ada SIM C, kan? Pakai saja sepeda motor matik milik Paman! Paman baru beli motor baru, lagipula Paman masih ada mobil.”
“Terima kasih, Paman! Bayu kuliah dimana saja, tidak masalah! Yang penting bisa kuliah!” Bayu berkata berterima kasih.
“Oke, paman baru sampai di rumah, jadi belum mandi! Kamu kalau mau makan, datang saja ke rumah, bilang sama bibimu! Paman balik dulu ya!” Santoso kemudian pergi, kembali ke rumahnya.
Bayu tetap duduk di kursi tamu dan berpikir, “Melihat Kembaran Paman, aku jadi ngeri! Apakah Paman orang jahat? Apakah aku perlu bermain ke rumah ibu dan mencoba mengorek informasi tentang Paman?”
“Ngomong-ngomong, perutku lapar! Aku sebaiknya ke rumah Paman untuk makan!” Pikir Bayu yang mendengar suara geraman rendah dari perutnya.
Bayu pergi ke rumah Pamannya dan makan malam bersama bibi dan pamannya.
Glosarium :
1. A' atau aa’ adalah panggilan kepada seseorang yang lebih tua atau bisa juga panggilan hormat kepada orang lain yang berjenis kelamin laki-laki dalam suku Sunda.
Pukul 9 Malam, Bayu kembali ke rumah kontrakan. Setelah mengobrol dengan Paman dan Bibinya, dia baru menyadari bahwa setiap kamar mempunyai nomor masing-masing. Di lantai bawah yang dimulai dari kamar Bayu adalah nomor 101 dan seterusnya hingga 110. Di lantai dua, mulai dari kamar 201 hingga 210. Dan lantai tiga mulai dari 301 hingga 310. Bayu dipercayakan memegang kunci kamar yang kosong. Dengan harapan begitu ada calon Penyewa, dia bisa langsung menunjukkan ruangan di dalam kamar yang diminati calon Penyewa sekaligus bila calon Penyewa langsung membayar uang sewa untuk satu bulan ke depan, dia bisa langsung memberikan kuncinya kepada Penyewa. Kembali ke kamarnya dia mencuci kaki, tangan dan wajahnya sebelum tidur. Bermain ponsel sebentar, kemudi
Sampai di depan pintu kamar 302, Bayu memasukkan anak kunci di lubang kunci pintu sambil mengaktifkan kemampuannya. Bayu membuka pintu kamar, masuk ke ruang depan. Kamar yang seharusnya kosong, sekarang ada karpet plastik di ruangan depan kamar itu. Beberapa bantal bergambar kartun tergelatak di karpet. Tidak ada apa-apa lagi selain itu. Bayu berdiri di dalam ruang depan mengamati ke seluruh ruangan mencoba mencari suatu petunjuk ketika tiba-tiba dia mendengar suara perempuan menangis pelan dari dalam ruang tengah. Bayu melangkah berjalan menuju ruang tengah. Dia berhenti di depan pintu yang terbuka di antara ruang depan dan ruang tengah. Bayu berdiri melihat ke dalam ruang tengah. Hanya ada kasur busa yang diletakkan di lantai bersama dua buah bantal. Di atas kasur busa, duduk seorang perempuan dengan kepala berdarah, dia sedang menangis sedih. Bayu mendekat
Bayu mendapatkan pemikiran untuk bertemu pria yang terbunuh dengan sengaja. Tetapi sebelum itu dia akan bertanya-tanya kepada Asep tentang Kardi. Bayu menduga pria itu adalah kardi, karena pria itu mati di kamar yang sama dengan Bayu. Menurut dugaannya kamar ini selalu ditempati pengurus kontrakan. Bayu merasa mulutnya iseng ingin makan camilan dan berpikir, “lebih baik ngemil di Warkop Kang Asep sambil menyelidiki Kardi saja!” Bayu pergi menuju Warkop di seberang. Dia melihat Asep sedang menggoreng tempe, sementara di meja Warkop sudah ada tempe goreng yang masih mengepulkan asap. Bayu duduk di bangku kayu panjang dan memesan minuman, “Kang, minta teh hangat satu ya!” “Iya, ini ada gorengan baru saja matang, sekalian atuh, dicoba!” Asep berkata menawarkan gorengan buatannya. Bayu mengambil tempe goreng lalu mengigitnya. Sesaat kemudian, teh hangat tersaji
“Ada apa, nak? Kamu bebas mengatakan kepada ibu. Jangan menyimpan masalahmu sendiri!” Ibu berkata dengan cemas. “Bu, apakah Ibu tahu apa pekerjaan Kakek selama ini?” Bayu bertanya. “Ibu tahunya Kakekmu adalah seorang tabib. Pekerjaannya adalah menyembuhkan orang dari penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh orang lain.” Anti menjawab. “Kalau Bayu bilang pekerjaan Kakek yang sebenarnya adalah seorang Paranormal, apakah ibu percaya?” Bayu bertanya lagi. “Pranormal? Apa ada bedanya dengan Tabib?” Anti bertanya kembali kepada Bayu. “Jauh berbeda, bu! Kakek adalah seorang dukun!” Bayu menjawab jujur. “Dukun? Maksud kamu dukun yang suka menyantet orang, gitu?” Anti bingung. “Bukan, bu! Memang benar, bisa dikatakan pekerjaan Kakek menolong orang, tapi dalam hal lain. Kakek membantu memecahkan masalah orang lain, tapi bukan menyembuhkan penyakit.” Alex menj
Tok, tok, tok! Suara ketukan terdengar pintu kamar 101. Bayu beranjak dari ranjangnya menuju ke pintu ruang depan. Bayu membuka pintu dan melihat Santoso berdiri di hadapannya dan berkata, “Oh, Paman Santoso. Silakan masuk, Paman!” Santoso masuk ke ruang tamu dan duduk di kursi tamu. Bayu duduk di seberang Santoso. “Gimana, hari-harimu di sini, Yu? Betah?” Santoso bertanya. “Betah, Paman. Oh, iya Paman, Bagaimana tentang kuliah Bayu? Besok Bayu berencana mendaftar ke Institut Teknik. Bayu kuatir pendaftaran keburu ditutup bila tidak segera mendaftar.” Bayu berkata. “Tenang, Yu! Besok pagi, kamu minta uangnya ke Bibimu. Nanti Paman titipkan Bibimu.” Santoso meyakinkan Bayu. “Terima kasih, Paman. Kalau begitu, besok Bayu minta ke Bibi.” Bayu mengucapkan terima kasih. “Ya, sudah, Paman kembali dulu. Aku belum sempat makan malam. Apakah
Bayu sudah merasa tenang, dia telah menyelesaikan prosedur awal untuk memulai kuliahnya. Ketika Bayu menuju tempat parkir dia melihat seorang pemuda bertubuh tambun, berkaca mata dan berambut agak berantakan sedang panik mengangkat motor matiknya yang ternyata jatuh tertimpa motor besar yang diparkir di sampingnya. “Lagi ngapain kamu pegang-pegang motor saya?” Bayu menegur pemuda berperut tambun itu. “Oh, maaf, Bang, saya nggak sengaja pas memarkir motor saya, karena saya nggak merhatiin kalo standarnya nggak bener, jadi motor saya jatuh menimpa kendaraan punya Abang.” Pemuda gendut itu meminta maaf. Bayu mengaktifkan kemampuan mistisnya dang mengamati pemuda itu. Dia melihat sosok yang mirip dengan pemuda gendut itu. Kembarannya berdiri bahu membahu di sisi kiri Pemuda itu. “Orang yang normal, tidak jahat atau baik.” Gumam Bayu kepada diriny
Sudah seminggu sejak pendaftaran dan kegiatan perkuliahan akan dimulai pada awal minggu depan. Bayu telah mengisi Kartu Rencana Studi secara online. Bayu membeli komputer jinjing (laptop) setelah mendaftar. Uangnya didapat Bayu dari bibinya dengan cara mengangsur melalui pemotongan gajinya. Sejak pandemi Corona melanda negeri ini, Perkuliahan Fokus pada perkuliahan online. Pengenalan Mahasiswa Baru dan Kuliah Perdana terpaksa dilakukan secara online pada awal minggu depan. Bayu kecewa bahwa kampusnya tidak mengadakan orientasi Mahasiswa baru karena pandemi. Tetapi yang menghibur Bayu, menurut situs web milik Institut Teknik dijelaskan bahwa penentuan kelas akan dilakukan hari selasa, minggu depan secara tatap muka. Setelah itu, perkuliahan akan dilakukan dengan cara sehari masuk dan sehari libur. Bayu mengambil keputusan untuk fokus kuliah terlebih dahulu selama satu bulan ke depan
Keesokan paginya, Bayu bangun pukul 5 pagi. Dia langsung mulai membersihkan rumah kontrakan. Satu jam melakukan pekerjaan rutin, Bayu merasa lapar. Dia mandi dan bergegas menuju rumah bibinya untuk sarapan. Selesai sarapan, Bayu meminjam motor matik Pamannya untuk berangkat kuliah. Bayu tidak sabar ingin segera sampai ke kampus. Penentuan kelas dimulai jam 8 pagi. Bayu memarkir kendaraan di area parkir kampus. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Bayu melihat ada pesan obrolan masuk dari Arlen. ‘Aku lihat kamu baru saja masuk area parkir.’ ‘Masih pagi, kelas mulai jam 8. Ada waktu 1 jam buat ngopi.’ Pesan susulan masuk. ‘Aku di warung kopi di tempat biasa.’ Pesan Arlen. ‘Otw1.’ Bayu menjawab. Segera, Bayu tiba di warung kopi dan melihat Arlen sedang menyesap kopi hitamnya. Arlen melambai kepadanya menyuruhnya untuk segera masuk k