Share

Bab 9. Kenangan

Author: KiraYume
last update Last Updated: 2025-07-17 19:30:25

Alana memejamkan mata sesaat, dan kenangan itu kembali seperti sinema yang diputar dari masa lalu yang jauh.

Beberapa hari sebelum tragedi, Chandra mengunjunginya di butik. 

“Aku lihat tanah kosong di pinggiran kota, pikir ini bisa jadi tempat kita nanti,” kata Chandra pelan. “Nggak ada keramaian. Nggak ada bising mobil. Cuma suara air dan burung. Lokasinya juga persis di depan danau”

“Lihat,” kata Chandra sambil menunjuk layar tablet yang kemudian menampilkan desain rumah satu lantai sederhana, tapi terlihat sejuk dengan gaya tropis.

“Aku bikin ini semalam. Ini masih sketsa kasar, tapi...”

“Di studio kamu jendelanya besar, supaya kamu bisa dapet cahaya alami pas lagi ngerjain desain-desain kamu.” Senyumnya merekah, matanya hangat. 

“Ruang keluarganya aku buat tanpa sekat sampai dapur, biar kerasa luas. Dan teras ini... tempat kita ngobrol sambil minum kopi. Di akhir pekan atau di hari libur. Sambil lihat sejuknya danau.”

Suara Chandra semakin menurun. “Aku tahu perjalanan kita belum sampai ke sana. Tapi aku pengen ngasih kamu suatu impian yang bisa disentuh,  dibangun sedikit demi sedikit dengan tanganku, dengan usahaku sendiri, dan untukmu, semakin lama, semakin nyata.”

Alana menoleh. Matanya berkaca-kaca. Ia tidak menangis, tapi seluruh tubuhnya terasa hangat. Ia tidak pernah meminta apa-apa, tapi di hadapannya ada segalanya.

Chandra meraih tangannya. Ibu jarinya menyeka sudut mata Alana dengan gerakan sangat pelan.

“Kalau kamu suka, aku bakal nabung dari sekarang… atau nanti aku cari KPRan…” ucapnya sambil tertawa kecil, berusaha meredakan haru.

Mereka berpelukan. Lama. Tak ada kata, tak ada suara. Hanya dua tubuh yang saling percaya. Dan dunia yang untuk beberapa saat, serasa hanya milik mereka.

Chandra seharusnya tahu, dengan segala materi yang dimiliki Alana, Ia mampu membangun rumah itu hanya dengan satu permintaan. Biaya membangun Rumah sebesar itu hanya hal sepele bagi Alana.

Tapi bukan itu yang penting bagi mereka. Yang berharga adalah prosesnya, pengorbanan yang menjadi bukti cinta. Hal-hal sederhana dari Chandra. Bahwa Chandra ingin memberi sesuatu untuknya, dari hal yang ia perjuangkan sendiri. Semua itu membuat rumah impian yang bagi orang lain tak seberapa itu menjadi tak ternilai.

Sekarang, di dalam mobil yang sunyi, Alana menatap gambar rumah itu di ponselnya. Tangannya gemetar. Di luar jendela, rumah-rumah megah di kompleks perumahan mewah berjajar, sempurna, steril, tanpa jiwa. 

Tak ada satu pun yang seperti rumah impian mereka. Air mulai berkumpul di pelupuk matanya, hangat dan menusuk.

Tiba-tiba sebuah sapu tangan disodorkan ke arahnya. Warna biru tua, sutra halus. “Jangan nangis,” suara Brian terdengar pelan. “Nanti senyum cantikmu luntur.”

Alana membeku. Ucapan itu, nadanya, pemilihan katanya. Sama persis dengan kalimat yang dulu selalu dikatakan Chandra setiap kali ia menangis karena hal-hal sepele. 

“Nggak mungkin.” Ia menoleh, menatap wajah pria itu, mencoba menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan. Tapi yang ia lihat hanyalah Brian. Tenang. Tidak menatapnya. Tidak memaksa.

Pikirannya berlari. Tidak mungkin ini kebetulan. Tidak mungkin tiga kali dalam satu malam. Tapi kemudian pikirannya membalik. Ia memejamkan mata.

“Tidak. Jangan bodoh, Alana. Pria ini... ia pasti menyelidiki segalanya tentangku. Tentang Chandra. Tentang kita.” Ia menarik napas tajam, membuang muka ke jendela dengan gerakan kasar.

“Simpan aja. Aku nggak butuh.” Kata-kata itu terlontar cepat. Tajam. Dingin.

“Kau yakin?” Brian masih mencoba menyeka air mata yang tiba-tiba saja menetes.

Alana tak menjawab, hanya memalingkan wajahnya ke jendela semakin jauh. Ia tidak mengambil sapu tangan itu. Ia menolak kelembutan yang terasa begitu beracun. 

Ia kembali mengingat, bahwa Pria ini adalah adalah orang yang membunuh kekasihnya, walau secara tak langsung. Merenggut hari-hari bahagia yang seharusnya sedang ia nikmati bersama Chandra. Membinasakan semua impian dan masa depannya.

Amarah kembali membakarnya. Dalam hati, ia bersumpah, karena yang terbangun dari hati Alana bukan rasa iba. Tapi dendam yang semakin membara.

“Kalau memang ini permainan yang kau lakukan untuk menaklukkan hatiku, Brian. Maka akan aku pastikan kau kecewa….”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Yuli Darmono
GILA, KALIMATNYA KEMBAR! Persis sama Chandra. Merinding disko bacanya. Ini horor apa romance sih sebenernya?! Makin gak jelas
goodnovel comment avatar
Vivi Olivia
UDAH PASTI DIA NYELIDIKIN SEMUA TENTANG CHANDRA. Manipulasinya alus banget. Pake kenangan orang buat naklukin hati. Jahat level tertinggi.
goodnovel comment avatar
Siska Pudjiastuti
Desain rumah di depan danau itu... sederhana tapi penuh cinta. Pantes Alana nangis. Kenangan sekecil itu yang paling berharga. Jadi ikut sedih.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Ba 134. Kembali Ke Awal

    Alana menggelengkan kepalanya perlahan, seolah mencoba menyingkirkan bayangan buruk itu dari pikirannya. Suaranya nyaris patah ketika keluar. “Nggak… nggak mungkin. Dina mungkin jahat padaku, tapi dia mencintai keluarga yang lain. Dia nggak mungkin sengaja menghancurkan perusahaan ayah…”Brian menatapnya lama, tatapan yang tidak memberi ruang untuk ilusi. Bukan tatapan penghiburan, melainkan tatapan seorang pria yang terbiasa hidup dengan fakta dingin. “Dia memang nggak menghancurkannya, Alana,” ucapnya datar. “Dia hanya membuatnya cukup bermasalah, sampai butuh penyelamat. Itu beda tipis, tapi niatnya jelas.”Alana menelan ludah, matanya basah tapi tidak sampai pecah menjadi tangis. “Tapi… untuk apa? Kenapa dia harus melakukan itu pada Ayahku? Pada kita semua?”Brian menarik napas panjang, mengalihkan pandangan ke jendela besar yang memperlihatkan lampu-lampu Kaliandra berkelip. Suaranya terdengar berat, penuh keyakinan yang getir. “Itu yang harus kita cari. Setiap tindakan punya

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 133. Dua Anomali

    Alana berdiri di depan pintu kaca bertuliskan Valestra Group – Chairman Office. Ruangan ini adalah simbol kejayaan ayahnya, ruang yang penuh dengan suara tawa dan telepon sibuk. Kini, rasanya hampa. Ketika ia mendorong pintu itu, Silvano sedang duduk di balik meja besar yang pernah tampak begitu megah.“Alana,” sapa Silvano, terdengar ceria tapi kaku. Ada rasa asing dalam nada suaranya, seolah ia sendiri tidak tahu bagaimana harus bersikap di hadapan putrinya.Alana memaksakan senyum, mencoba memainkan perannya dengan baik. Ia melangkah pelan ke dalam, membiarkan pintu menutup dengan bunyi klik lembut. Silvano mengangkat kepala dari berkas-berkas di mejanya, alisnya sedikit terangkat. Jelas ia tidak menyangka kedatangan itu.“Alana?” suaranya terdengar kaku sekaligus heran. “Kau… jarang sekali datang tanpa kabar dulu. Ada urusan apa? Atau… kau butuh sesuatu?”Alana menelan ludah, lalu menundukkan kepala sebentar, seolah mencoba meredam keraguannya. “Bukan apa-apa yang mendesak, Ayah.

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 132. Kembali ke Masa Lalu

    Keesokan paginya, sinar matahari samar menembus tirai tebal penthouse. Aroma kopi segar memenuhi ruangan, namun bagi Alana, rasanya hambar. Ia baru saja menuangkan secangkir ketika langkah cepat terdengar dari lorong.“Alana.”Suara Brian membuatnya menoleh. Wajah pria itu pucat, rahangnya mengeras seolah menahan sesuatu yang berat. Di tangannya, sebuah tablet tergenggam erat.“Kau harus lihat ini.”Alana meletakkan cangkirnya di meja. Jemarinya ragu saat menerima tablet itu, dan begitu layar menyala, dunia seakan berhenti berputar.Seorang Mekanik Ditemukan Tewas dalam Dugaan Perampokan di Bengkel.Judul artikel itu sederhana, dingin. Di bawahnya, sebuah foto buram dengan wajah yang disensor. Namun Alana tidak butuh detail jelas untuk tahu siapa itu.Rendra.Udara di dadanya tersedot, cangkir yang tadi masih ia genggam bergetar hebat. “Tidak…” bisiknya, nyaris tak terdengar.Brian berdiri tegak, matanya muram, penuh kemarahan yang ditahan mati-matian. “Rayhan baru saja mengonfirmasin

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 131. Rencana Pemalasan

    Beberapa jam sebelumnya.Leo duduk sendirian di ruang kerjanya yang remang. Lampu meja menerangi wajahnya yang pucat, sementara jari-jarinya bergetar tipis saat membuka sebuah laci tersembunyi. Dari dalam, ia mengeluarkan sebuah kartu nama lusuh dengan tinta hitam yang mulai memudar. Nama itu asing bagi banyak orang, tapi bagi Leo, itu adalah pilihan terakhir yang seharusnya tak pernah ia sentuh.Ia menatap kartu itu beberapa detik. Rahangnya mengeras. “Sialan…” gumamnya lirih. Lalu ia meraih ponselnya dan menekan nomor yang tercetak di sana.Nada sambung hanya terdengar dua kali sebelum sebuah suara serak dengan aksen berat Eropa Timur menjawab di seberang. “Sudah lama sekali, Tuan Muda Ravenshade.” Suara itu mengandung nada sinis, seolah menyimpan kenangan tentang utang lama.Leo bersandar ke kursinya, berusaha menahan kegugupan dengan nada sedingin es.“Aku butuh beberapa hal. Dan aku butuh seseorang untuk menangani… satu masalah.”“Masalah seperti apa?” tanya suara itu, nada rend

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 130. Eksekusi

    Rendra menarik napas gemetar, lalu menutup rolling door baja bengkel itu, menciptakan suara gemerincing keras yang menggema. Ruangan mendadak terasa lebih pengap, terisolasi dari dunia luar. “Biar aman…” gumamnya, meski nada suaranya lebih terdengar seperti menghibur diri sendiri daripada meyakinkan Rayhan.Dia duduk di sebuah bangku reyot, tangannya masih berlumur oli, jemarinya gemetar tak terkendali. “Aku… Awalnya aku nggak tahu siapa mereka,” katanya, suaranya parau. “Dia menghubungiku lewat perantara. Menawarkan uang yang belum pernah kubayangkan sebelumnya … untuk ‘mengurus’ beberapa mobil.”“Dan … kau tahu … dengan kondisiku yang … kurang baik, aku nggak bisa nolak…”Rayhan diam, hanya membiarkan kata-kata itu mengalir, sementara perekam audio kecil di atas meja terus menyala dengan lampu merah.“Tapi saat bertemu langsung untuk memberikan instruksi akhir…” Rendra berhenti sebentar, menelan ludah. Matanya bergerak gelisah, seolah menghidupkan kembali ketakutannya. “Aku tahu a

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 129. Sang Mekanik

    Hujan gerimis turun pelan, membasahi jalanan retak di kawasan industri yang sudah lama terlupakan. Lampu-lampu jalan berkelip lemah, sementara di sudut terpencil, sebuah bengkel mobil tua berdiri muram, pintunya setengah terbuka.Di dalamnya, Rendra berbaring di bawah perut mobil berkarat, kakinya menonjol keluar. Suara logam berdenting samar terdengar ketika kunci inggris di tangannya hampir terlepas. Tangannya gemetar, bukan karena dingin, melainkan karena rasa was-was yang sudah berminggu-minggu menghantuinya. Ia sudah tahu waktunya akan tiba. Ia hanya tak tahu dari arah mana.Seketika, terdengar ketukan tiga kali di pintu besi. Tok. Tok. Tok.Rendra hampir menjatuhkan kunci inggrisnya untuk kedua kalinya. Napasnya memburu, seakan pintu itu baru saja mengetuk langsung ke jantungnya.Pintu bergeser, dan seorang pria tinggi melangkah masuk. Kontras sekali, setelan mahal, sepatu yang tak seharusnya menginjak lantai bengkel penuh oli, dan aura kendali yang tak bisa disembunyikan.Rayhan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status