Share

Siapa aku?

Author: Parikesit70
last update Last Updated: 2024-12-15 05:19:00

Zara meninggalkan ruang ICU dan berencana untuk bertemu dengan dokter yang menangani kesehatan Indah.

“Dokter, saya ingin besok Indah bisa mendapatkan pemeriksaan MRI. Kalau memungkinkan, biarkan Indah tetap dirawat di ruang ICU seminggu ini? Masalah biaya, saya yang bertanggung jawab.”

 

Mendengar penjelasan dari Zara, Dokter pun menjawab, “Baik, saya dan team akan melakukan pemantauan berkala atas pasien Indah dan tetap akan kami beri waktu satu minggu di ruang ICU.”

 

“Uhm, satu lagi Dokter. Apa bisa saudara saya, tidak menerima kunjungan dari siapa pun, selain saya?” tanya Zara penuh harap.

 

“Mengenai pembatasan orang yang menjenguk pasien, nanti dikoordinasikan saja dengan kepala perawat,” jawab Dokter.

 

Mendengar jawaban dari dokter, Zara undur diri dan langsung mencari kepala perawat.

Setelah duduk di hadapan kepala perawat, Zara meminta padanya agar Indah tidak boleh dijenguk oleh siapa pun, kecuali dirinya.

Namun, kepala perawat itu balik bertanya pada Zara. “Maaf Ibu, kalau suaminya yang jenguk gimana? Soalnya kami nggak bisa melarang kalau suami pasien akan melihat atau menanyakan kondisinya. Apa ada hal yang buat suaminya nggak boleh bertemu pasien?"

 

Mendengar pernyataan dan pertanyaan kepala perawat tersebut, Zara akhirnya memberitahukan peristiwa yang terjadi pada Indah, sebelum wanita malang tersebut berada di rumah sakit.

Hal itu membuat kepala perawat itu mengikuti keinginan dan saran dari  Zara.

 

“Nanti saya yang akan hubungi suaminya dan memberitahukan kondisi terakhir Indah agar dia tidak lagi bertanya ke bagian perawat jaga. Terima kasih sudah bantu saya dan Indah,” jawab Zara.

 

Setelah itu, Zara keluar dari ruang kepala perawat.

Saat Zara telah sampai diluar rumah sakit dan sedang menunggu jemputan dari sang sopir, ponselnya berdering. Terlihat nama Dimas pada layar ponselnya dan ia pun, menjawab.

 

“Malam Mas,” jawab Zara.

 

“Zara, tadi aku keluar makan dan baru saja aku selesai makan. Gimana kondisi Indah?” tanya Dimas.

 

Mendengar intonasi suara Dimas yang tak cemas pada kondisi Indah, Zara balik bertanya pada lelaki tersebut.

 

“Mas Dimas udah sampai di rumah sakit atau masih di luar?”

 

“Hmmm, aku baru akan ke rumah sakit,” jawab Dimas.

 

Setelah itu, Zara mencoba meyakinkan Dimas atas kondisi Indah lewat kata-katanya. “Mas, tadi aku udah bertemu dokter dan perawat. Mereka ngomong, kalau Indah masih dalam kondisi kritis. Jadi lebih baik, hari ini aku pulang ke rumah. Kalau memang besok Mas Dimas sibuk dengan pekerjaan, biar setiap harinya aku saja yang jaga sampai Indah sadarkan diri.”

 

“Oh, begitu. Aku pikir, kalau aku ke sana sekarang juga percuma, Indah belum sadar. Tapi ... Untuk besok dan seterusnya, apa nggak merepotkan kamu? Bukannya, kamu juga punya banyak restoran dan bisnis retail lainnya yang harus kamu pantau?” tanya Dimas terdengar santai.

 

“Nggak kok Mas. Semua udah aku delegasikan. Satu lagi, besok pagi aku ke kantor Mas Dimas dulu untuk ambil mobil. Setelah itu ke rumah sakit,” jawab Zara.

 

“Oh iya, mobilmu masih di kantorku. Baiklah Zara, terima kasih sudah mau menunggui Indah di rumah sakit. Hati-hati di jalan,” jawab Dimas menutup sambungan teleponnya.

 

Zara menutup sambungan telepon dengan gigi gemeretak dan bermonolog sendiri di depan lobby rumah sakit.

 

“Dasar suami laknat! Aku pastikan, selepas ingatan Indah pulih, kalian akan masuk penjara! Akan aku cari bukti kalian menganiaya Indah,” ucap Zara dengan wajah menegang.

 

**

Sementara itu di ruang ICU, Elvira yang masuk ke dalam raga Indah tampak termenung usai menikmati makan malamnya. Hingga perawat yang akan mengecek kondisi dirinya menasihati. “Bu Indah, istirahatlah. Jangan terlalu banyak berpikir. Selesai saya cek tensi dan suhu tubuh, Ibu istirahat yaa.”

 

“Iya suster terima kasih. Saya kasihan sama ibu saya, suster. Pasti hati dia terpukul,” jawab Indah menerawang.

 

“Memang kedua orang tua Bu Indah masih ada?” tanya perawat yang sedang mengecek tensi darah Indah.

 

“Masih. Tapi ayah saya menikah lagi dengan teman saya. Jadi, sekarang ini hanya ibu yang ada di rumah. Kasihan ibu sendirian dirumah,” keluh raga Indah dalam jiwa Elvira.

 

Perawat yang mendengar keluh kesah Indah hanya menganggukkan kepalanya dan berucap, “Kalau nanti sudah boleh pulang, ajak ibunya ke rumah Bu Indah. Pasti kedua cucu bisa jadi obat sakit hati ibunya.”

 

Deg!

 

Jantung Elvira seperti terhantam godam. Ia baru tersadar, kalau dirinya kini adalah Indah yang memiliki dua orang anak dengan kondisi suami selingkuh dengan staf kantornya dan telah mencelakai Indah.

 

Dalam hati Elvira pun berbisik, ‘Gimana caranya aku ke rumah ibuku kalau raganya punya Indah? Aku juga nggak tahu cara mengurus dua orang balita?’

 

“Tekanan darah dan suhu tubuh Ibu sudah normal. Besok perawat pengganti saya akan minta bawa bayinya ke ruang ini. Ibu harus sudah mulai memberikan asi eksklusifnya. Bu Indah nggak kerja kan?” ujar perawat tersebut seraya merapikan alat-alat kesehatan yang dibawanya.

 

“Iya, nggak kerja. Suster ... Apa boleh saya nggak menyusui bayinya?” tanya Indah dalam jiwa Elvira yang sama sekali tidak punya pengalaman mengurus balita.

 

Dengan tersenyum tipis, perawat yang akan bersiap meninggalkan bangsal Indah pun, berucap. “Boleh saja Ibu tidak menyusui, kalau air susu yang Ibu hasilkan sedikit. Lebih baik besok dicoba saja kasih susunya. Karena semakin sering bayi menyusu, akan semakin banyak juga air susunya."

 

Mendengar penjelasan dari perawat tersebut, Elvira dalam raga Indah hanya menganggukkan kepala seraya bergumam dalam hatinya, ‘Aduh gimana ini? Apa iya, susuku akan keluar air susunya? Hmmm..., apa menyusui bayi itu, sama rasanya seperti ….’

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
madehilda
Hahahaha...kasian juga Elvira. Dia belom perah nyusuin malah nyusuin anak orang. wkwkwkwkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Sean Ke Makam Indah (TAMAT)

    Tiga tahun kemudian, Indah yang kini menjadi istri Sean, sudah terbiasa menjalani kesehariannya menjadi seorang istri dokter. Dimana, ada saja tetangga dan pasien yang pernah di tolong ke rumahnya. Indah dalam jiwa Elvira sangat bahagia menjadi istri seorang dokter.Sementara itu, Indira putri dari Dimas telah berusia 8 tahun. Ia sangat menyangyangi Sean layaknya sebagai papanya sendiri. Sedangkan memorinya tentang sosok Dimas baginya adalah sebagai seorang papa yang menakutkan. Hal itu terkait dengan peristiwa penculikan yang dilakukan Dimas.Untuk Elvino, bocah laki-laki tampan yang kini berusia 3,5 tahun sama sekali tidak pernah melihat papa kandungnya. Bocah lelaki tampan itu sangat akrab dan selalu minta ditemani tidur oleh Sean. Jelas hal itu membuat kebahagiaan luar biasa untuk Indah.Sampai akhirnya, pada satu kesempatan, usai Sean menunaikan kewajiban sebagai suami di pagi hari dalam serangan fajar yang sering dilakukan. Ia pun, menanyakan pada Indah perihal alasannya tidak b

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   BULAN MADU

    Sementara itu, di sebuah kampung terlihat Mardiah duduk di ruang keluarga pada kursi terbuat dari bambu dan berbicara di depan ketiga anaknya, usai pemakaman neneknya Dimas. “Kalian tahu? Akhirnya, Indah menikah lagi. Pantas saja dia mau secepatnya cerai dari putraku!” ucapnya geram.“Dari mana Ibu tahu?” tanya ketiga anak Mardiah.“Dari mana lagi kalau nggak dari adikmu yang durhaka itu! Dia lebih baik ikut di pesta pernikahan Indah dari pada ke pemakaman nenekmu!” sungut Mardiah.“Dasar pengkhianat! Awas aja kalau dia udah nggak dibutuhkan sama si Indah. Pasti akan balik Bu!” ujar Dina memandang ke arah Dimas yang mengusap wajahnya.“Sudahlah kita nggak usah ikut campur urusan mereka. Saya nggak di penjara saja udah syukur. Sekarang ini, saya mau melupakan semuanya. Saya hanya sedih dan menyesal sudah berlaku seperti itu sama Indira. Ingin sekali, saya meminta maaf sama Indira, Bu,” ungkap keinginan Dimas.“Kak Dimas itu, nggak salah. Yang salah itu, Dinda! Coba kalau Dinda nggak

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   PERNIKAHAN INDAH

    Empat bulan kemudian, akhirnya pernikahan kedua Indah dilaksanakan di sebuah hotel berbintang 5. Namun, kabar pernikahan Indah dengan Sean didengar oleh keluarga Mardiah. Mereka tahu pernikahan Indah pada saat Dinda dihubungi oleh Mardiah untuk diminta pulang ke kampung, karena neneknya meninggal dunia. Tetapi, Dinda yang saat itu sudah berada di acara resepsi Indah menolaknya.“Dinda! Kamu harusnya pulang. Apa kamu nggak mau lihat nenekmu untuk terakhir kali?!” pinta Mardiah pada putri ketiganya.“Bu! Nggak bisa saya pulang. Disini sedang ada acara. Nggak mungkin Bu. Juga, kalaupun bisa besok malam saya ke kampung naik bis atau kereta,” ungkap Dinda.“Masa kamu nggak bisa hari ini ke kampung! Minta Indah belikan tiket pesawat! Ibu yakin sejahat-jahatnya dia, pasti akan membelikan tiket pesawat kamu! Udah sana cepat! Siapa tahu dia juga ngasih uang untuk biaya penguburan nenekmu!” desak Mardiah.“Nggak bisa Bu! Jangan terlalu memaksa seperti itu,” tolak Dinda menuju toilet agar tidak

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Aku, Indah!

    Setelah itu, mereka bertiga melanjutkan makan bersama. Mereka berbicara tentang masa SMA dan kuliah. Jelas hal itu membuat Indah dalam jiwa Elvira tidak bisa mengikuti alur perbincangan mereka. Usai makan, Zara berpamitan pada Indah dan Sean.“Indah, Sean, aku pamit duluan. Kalian Ngobrol aja masalah hari H kalian,” ujar Zara.“Santai aja, Ra. Juga aku kan harus melewati masa Idah,” tutur Indah tersenyum malu.“Lumayan, ada waktu 3 bulan untuk pacaran. Ya, nggak Sean?” senyum mengembang Zara seraya beranjak dari kursinya.“Ra! Biar nanti aku yang bayar,” ujar Sean ikut berdiri memandang ke arah Zara.Zara yang melihat raut bahagia pada wajah Sean, langsung menjawab, “Iyalah, kamu yang bayar. Apalagi aku tadi sempat jadi obat nyamuk kalian."“Obat nyamuk? Maksudnya?” tanya Indah bingung.“Udahlah, malas dibahas. Emang aku nggak tahu kalau tanganmu dibawah meja dipegang sama Sean....”“Hahahahaha ... Anjay! Liat aja.” Ujar Sean dan Indah bersamaan.“Byee, pasangan yang sedang berbahagia

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Cinta Sean

    Dua minggu kemudian, Jaya pengacara Indah ke rumah untuk membawakan hasil sidang putusan perceraian. Dimana, pada putusan tersebut, disebutkan status janda yang kini disandang Indah tanpa ia mengikuti sidang lanjutan, sesuai dengan arahan Jaya selaku pengacaranya.Walaupun, pihak Dimas mengajukan gugatan harta gono gini setelah gugatan cerai. Namun, itu tidak membuat Indah gentar. Memang, untuk sidang pembagian harta gono gini, dilakukan usai terjadinya ketok palu keputusan cerai.“Selamat Indah, akhirnya keputusan kamu untuk melempar lelaki jahat itu berhasil,” ucap Jaya menyalami Indah dengan menyerahkan berkas keputusan perceraian tersebut.“Terima kasih, Om. Akhirnya selesai sudah satu masalah,” jawab Indah memandang Jaya dengan wajah penuh bahagia.Indah membaca surat keputusan perceraian tersebut dan bergumam dalam hatinya, ‘Indah, aku sudah menceraikankamu dari lelaki brengsek itu. Semoga kamu tenang di alam baka....’“Indah, mengenai gugatan harta gono gini yang diminta, akan

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Berdebat di Ruang Sidang

    Sementara itu, di rumah kontrakan Dimas. Terlihat, Mardiah tengah mengajari putranya untuk membiasakan diri memakai kaki palsu yang telah dibeli olehnya. Namun, beberapa kali terdengar keluh kesah Dimas atas kondisi dirinya dengan berteriak saat teringat kakinya diamputasi dan harus menggunakan kaki palsu untuk berjalan.“Sial! Semua gara-gara Indah! Harusnya sudah sejak lama aku bunuh saja dia! Aku dan Angel kehilangan masa depan karena dia! Keparat!” teriak Dimas mencoba melangkah dengan kaki palsu usai selama seminggu di rumah sakit dan sudah satu minggu ini lelaki itu mencoba kaki palsunya.“Dimas, sudah jangan teriak seperti itu. Nggak ada yang bisa membalikkan keadaan. Justru akan membuat teras semakin berat. Ibu mau, besok kamu kuat dan bisa berjalan menuju pengadilan! Ibu mau kita permalukan Indah dengan lelaki yang kini selalu bersamanya,” tutur Mardiah menepuk-nepuk bahu putranya.“Bu, jangan paksa saya ke pengadilan lagi. Biarkan saja cerai. Saya terima semua apa yang jadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status