Share

Kesempatan Kedua

Penulis: Parikesit70
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 05:18:32

“Tolong! Perutku sakit! Tolong...!”

Dua orang perawat dan satu dokter yang berjaga di ruangan ICU terkejut atas teriakan Indah yang awalnya diprediksi tidak punya harapan hidup.

Bersamaan dengan jeritan keras Indah yang sebenarnya adalah jiwa Elvira, terdengar pula bunyi peringatan pada layar monitor yang memantau denyut jantung. Monitor itu secara tiba-tiba datar dengan bunyi panjang dan garis datar lurus hingga batas nol.

Padahal gadis cantik yang kini cacat itu telah melewati masa kritis dengan denyut jantung yang kian berangsur membaik.

Melihat monitor perekam jantung dan organ tubuh Elvira yang dipantau menunjukkan garis datar tanpa irama sama sekali, membuat Maharani yang memandangi wajah putrinya memucat, berteriak histeris.

“Dokter! Tolong putri saya! Tolong...! Ada apa dengan putri saya? Tolong selamatkan nyawanya dokter!”

Dengan sigap seorang dokter menghampiri Elvira dan memberikan pertolongan dengan alat kejut jantung yang dilakukan berulang kali.

Namun monitor pada sisi tempat tidur Elvira tetap datar dan tidak bergerak sama sekali. Akhirnya, dokter pun harus mengatakan pada Maharani, apa yang terjadi pada putrinya.

 

“Maaf Ibu, sepertinya putri Ibu, tidak dapat tertolong. Kita sudah berupaya semaksimal mungkin. Tapi Tuhan yang punya kuasa," ucap lirih dokter jaga tersebut terus memandang ke arah monitor.

 

Mendengar keterangan dokter, Maharani kian histeris. Kemudian ia menggerak-gerakan bahu Elvira. “Tidakkkkk! El bangun sayang! Bangun! Bicaralah, hiksss... Tolong dokter! Tolong selamatkan putrikuu..., hanya dia satu-satunya yang aku punya di dunia ini. Dokter, tolong....”

Tiba-tiba saja tubuh Maharani ambruk dan pingsan.

Sementara itu, lima menit sebelum kejadian di ruang ICU, tampak Zara masih duduk di lantai pada sudut kanan depan pintu ruang ICU. Sedangkan Dimas tampak berdiri di taman yang berada pada sisi kiri ruang ICU dan berbicara dengan seseorang dalam sambungan telepon.

 

“Aku yakin kalau kamu yang mendorong tubuh Indah, kan?” tuduh Dimas berbicara pelan dalam sambungan telepon.

 

“Ya. Aku yang mendorong dia! Karena aku nggak mau berbagi suami dengannya! Aku juga sekarang sedang mengandung anakmu! Aku nggak mau dia terus menghinaku saat aku jadi istri keduamu," jujur Angel melakukan pembelaan.

 

“Sudah gila kamu! Apa kamu pikir, Zara akan melepas dirimu begitu saja? Dia bisa memasukkan kamu ke penjara, jika dia berhasil dapat bukti atas tindakan kamu. Bahkan, tadi dia sempat tanya, histori jatuhnya Indah. Sekarang aku harus bercerita seperti apa kalau dia terus mendesak?!” ucap Dimas kuatir pada Angel yang akan dipenjara.

 

“Mas Dimas ngomong saja, kalau Indah terpeleset waktu jalan di tangga darurat karena lift rusak. Lagi pula kenapa sih Mas cemas seperti itu? Memang yakin si Indah akan hidup?  Cedera di kepalanya parah. Mana bisa dia bertahan,” ujar Angel tanpa penyesalan.

 

“Indah masih kritis. Kami tidak boleh masuk ke ruang ICU. Tapi, kamu juga harus memikirkan langkah selanjutnya kalau Indah sampai mampu melewati masa kritisnya,” jawab Dimas pelan dan gamang.

 

“Baguslah! Semoga saja wanita itu mati bersama anak yang dikandungnya. Kalau dia mati, akan menguntungkan Mas Dimas juga. Setidaknya semua harta yang dia punya termasuk perusahaannya, akan dikuasai oleh Mas Dimas sampai Indira dewasa. Kita akan lebih gampang mengendalikan Indira. Sudahlah, nggak usah lagi berpikir macam-macam, dibawa santai aja. Uhm,napa Mas Dimas sudah makan?” ungkap hati Angel seraya menenangkan hati Dimas.

 

“Ya semoga saja Indah meninggal hari ini. Kalau tidak, dia pasti akan menceraikan aku karena melihat perselingkuhan kita. Ya, sudahlah, aku mau cari makan dulu. Oh ya, bagaimana untuk masalah aborsi itu? Apa jadi kita lakukan?” tanya Dimas usai ikut meyakini apa yang akan terjadi pada diri Indah.

 

"Maaf Mas, aku nggak mau gugurkan kandungan ini. Aku juga ingin punya anak dari kamu, Mas. Ya sudahlah ... Nanti kita bahas di apartemen. Ingat, selesai makan ke apartemen," jawab Angel menutup pembicaraan.

 

Setelah itu, Dimas keluar rumah sakit untuk makan saat jam menunjukkan pukul 8 malam. Sementara Zara masih komat-kamit mendoakan sahabatnya. Hingga akhirnya, seorang perawat keluar dari ruang ICU.

 

“Keluarga Indah!” panggil seorang perawat memandang ke lantai depan pintu ICU pada diri Zara yang terduduk lesu. Karena, hari itu hanya ada dua orang pasien yang ada di ruang ICU. Karena itu, perawat dapat memprediksi kalau Zara adalah keluarga Indah.

 

Mendengar nama Indah disebut oleh seorang perawat, Zara langsung berdiri dari lantai tempatnya duduk. Seketika, tubuhnya lemas dan wajah pucat pasi dengan pikiran bercabang ke segala arah.

 

“Ya, saya keluarganya. Ada apa dengan Indah, suster?” tangis Zara lepas dengan rasa takut luar biasa saat harus menghadapi rasa kehilangan yang belum mampu diterimanya.

 

“Indah telah melewati masa kritis dan melahirkan bayi lelaki. Silakan melihat kondisinya,” ucap perawat seraya tersenyum.

 

“Ya Allah! Benarkah suster, saudara saya telah melahirkan dan baik-baik saja? Alhamdulillah ya Allah." Zara dengan isak tangis dan memegang kedua tangan perawat yang masih berdiri di depan ruang ICU mencoba menyakini apa yang di dengarnya.

 

“Ya benar. Dia minta seseorang untuk menemuinya,”jawab perawat tersebut.

 

Dengan masih berurai air mata, Zara mengikuti langkah perawat yang mengajaknya ke sebuah ruang dengan perasaan campur aduk.

 

“Indah! Ya Allah..., terima kasih. Doaku dikabulkan. Indah..., maafkan aku. Apa yang terjadi di kantor itu, hikss...,” tangis Zara sembari memeluk tubuh sahabatnya dan menciumi tangan serta wajahnya berulang kali.

 

Elvira yang berada dalam raga Indah hanya mampu menatap wajah Zara dengan mata sembab yang terus menciumi tangannya berulang kali. Dalam hati Elvira pun bergumam, ‘Apa ini yang namanya Zara? Teman baik Indah?’

 

Kemudian, dengan agak ragu-ragu Indah berbicara, “Zara?”

 

“Iya Indah. Jangan paksa dirimu untuk mengingat kejadian tadi. Sekarang ini, kamu hanya perlu fokus pada putrimu Indira dan bayi lelaki yang baru kamu lahirkan. Jangan pikirkan suamimu yang nggak tahu diri. Sekarang saja, dia nggak ada di rumah sakit. Pasti dia sekarang lagi sama selingkuhannya,” tutur Zara mengelus kepala sahabatnya penuh rasa sayang.

 

“Zara ... Apa benar suamiku selingkuh? Sama siapa?” tanya Indah hingga membuat bola mata Zara nyaris keluar karena bingung atas pertanyaan sahabatnya.

 

“Maksudmu? Indah ... Apa kamu mengalami amnesia? Kamu masih kenal aku kan? Masih ingat putrimu yang bernama Indira, kan? Indah ... kamu baik-baik saja kan?” cecar Zara bertanya pada Indah yang seolah tak tahu apa yang terjadi pada hidupnya.

 

Elvira yang teringat kata-kata terakhir Indah atas keluarganya dan seorang sahabat baiknya, langsung meralat ucapannya. “Aku baik-baik aja, Zara. Mungkin aku sedikit amnesia. Uhm, Zara ... Apa bisa aku dirawat di rumah sakit ini satu minggu lagi? Tapi, untuk biayanya apa mahal sekali? Boleh aku pinjam uang kamu?"

 

Deg!

 

Dengan rasa kasih sayang pada sahabat karibnya, Zara kembali memeluk dan dengan berlinang air mata berkata, “Kamu memang harus dirawat sayang. Tidak akan aku biarkan Dimas tahu kondisimu.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
madehilda
Kenapa Zara nggak curiga ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Sean Ke Makam Indah (TAMAT)

    Tiga tahun kemudian, Indah yang kini menjadi istri Sean, sudah terbiasa menjalani kesehariannya menjadi seorang istri dokter. Dimana, ada saja tetangga dan pasien yang pernah di tolong ke rumahnya. Indah dalam jiwa Elvira sangat bahagia menjadi istri seorang dokter.Sementara itu, Indira putri dari Dimas telah berusia 8 tahun. Ia sangat menyangyangi Sean layaknya sebagai papanya sendiri. Sedangkan memorinya tentang sosok Dimas baginya adalah sebagai seorang papa yang menakutkan. Hal itu terkait dengan peristiwa penculikan yang dilakukan Dimas.Untuk Elvino, bocah laki-laki tampan yang kini berusia 3,5 tahun sama sekali tidak pernah melihat papa kandungnya. Bocah lelaki tampan itu sangat akrab dan selalu minta ditemani tidur oleh Sean. Jelas hal itu membuat kebahagiaan luar biasa untuk Indah.Sampai akhirnya, pada satu kesempatan, usai Sean menunaikan kewajiban sebagai suami di pagi hari dalam serangan fajar yang sering dilakukan. Ia pun, menanyakan pada Indah perihal alasannya tidak b

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   BULAN MADU

    Sementara itu, di sebuah kampung terlihat Mardiah duduk di ruang keluarga pada kursi terbuat dari bambu dan berbicara di depan ketiga anaknya, usai pemakaman neneknya Dimas. “Kalian tahu? Akhirnya, Indah menikah lagi. Pantas saja dia mau secepatnya cerai dari putraku!” ucapnya geram.“Dari mana Ibu tahu?” tanya ketiga anak Mardiah.“Dari mana lagi kalau nggak dari adikmu yang durhaka itu! Dia lebih baik ikut di pesta pernikahan Indah dari pada ke pemakaman nenekmu!” sungut Mardiah.“Dasar pengkhianat! Awas aja kalau dia udah nggak dibutuhkan sama si Indah. Pasti akan balik Bu!” ujar Dina memandang ke arah Dimas yang mengusap wajahnya.“Sudahlah kita nggak usah ikut campur urusan mereka. Saya nggak di penjara saja udah syukur. Sekarang ini, saya mau melupakan semuanya. Saya hanya sedih dan menyesal sudah berlaku seperti itu sama Indira. Ingin sekali, saya meminta maaf sama Indira, Bu,” ungkap keinginan Dimas.“Kak Dimas itu, nggak salah. Yang salah itu, Dinda! Coba kalau Dinda nggak

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   PERNIKAHAN INDAH

    Empat bulan kemudian, akhirnya pernikahan kedua Indah dilaksanakan di sebuah hotel berbintang 5. Namun, kabar pernikahan Indah dengan Sean didengar oleh keluarga Mardiah. Mereka tahu pernikahan Indah pada saat Dinda dihubungi oleh Mardiah untuk diminta pulang ke kampung, karena neneknya meninggal dunia. Tetapi, Dinda yang saat itu sudah berada di acara resepsi Indah menolaknya.“Dinda! Kamu harusnya pulang. Apa kamu nggak mau lihat nenekmu untuk terakhir kali?!” pinta Mardiah pada putri ketiganya.“Bu! Nggak bisa saya pulang. Disini sedang ada acara. Nggak mungkin Bu. Juga, kalaupun bisa besok malam saya ke kampung naik bis atau kereta,” ungkap Dinda.“Masa kamu nggak bisa hari ini ke kampung! Minta Indah belikan tiket pesawat! Ibu yakin sejahat-jahatnya dia, pasti akan membelikan tiket pesawat kamu! Udah sana cepat! Siapa tahu dia juga ngasih uang untuk biaya penguburan nenekmu!” desak Mardiah.“Nggak bisa Bu! Jangan terlalu memaksa seperti itu,” tolak Dinda menuju toilet agar tidak

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Aku, Indah!

    Setelah itu, mereka bertiga melanjutkan makan bersama. Mereka berbicara tentang masa SMA dan kuliah. Jelas hal itu membuat Indah dalam jiwa Elvira tidak bisa mengikuti alur perbincangan mereka. Usai makan, Zara berpamitan pada Indah dan Sean.“Indah, Sean, aku pamit duluan. Kalian Ngobrol aja masalah hari H kalian,” ujar Zara.“Santai aja, Ra. Juga aku kan harus melewati masa Idah,” tutur Indah tersenyum malu.“Lumayan, ada waktu 3 bulan untuk pacaran. Ya, nggak Sean?” senyum mengembang Zara seraya beranjak dari kursinya.“Ra! Biar nanti aku yang bayar,” ujar Sean ikut berdiri memandang ke arah Zara.Zara yang melihat raut bahagia pada wajah Sean, langsung menjawab, “Iyalah, kamu yang bayar. Apalagi aku tadi sempat jadi obat nyamuk kalian."“Obat nyamuk? Maksudnya?” tanya Indah bingung.“Udahlah, malas dibahas. Emang aku nggak tahu kalau tanganmu dibawah meja dipegang sama Sean....”“Hahahahaha ... Anjay! Liat aja.” Ujar Sean dan Indah bersamaan.“Byee, pasangan yang sedang berbahagia

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Cinta Sean

    Dua minggu kemudian, Jaya pengacara Indah ke rumah untuk membawakan hasil sidang putusan perceraian. Dimana, pada putusan tersebut, disebutkan status janda yang kini disandang Indah tanpa ia mengikuti sidang lanjutan, sesuai dengan arahan Jaya selaku pengacaranya.Walaupun, pihak Dimas mengajukan gugatan harta gono gini setelah gugatan cerai. Namun, itu tidak membuat Indah gentar. Memang, untuk sidang pembagian harta gono gini, dilakukan usai terjadinya ketok palu keputusan cerai.“Selamat Indah, akhirnya keputusan kamu untuk melempar lelaki jahat itu berhasil,” ucap Jaya menyalami Indah dengan menyerahkan berkas keputusan perceraian tersebut.“Terima kasih, Om. Akhirnya selesai sudah satu masalah,” jawab Indah memandang Jaya dengan wajah penuh bahagia.Indah membaca surat keputusan perceraian tersebut dan bergumam dalam hatinya, ‘Indah, aku sudah menceraikankamu dari lelaki brengsek itu. Semoga kamu tenang di alam baka....’“Indah, mengenai gugatan harta gono gini yang diminta, akan

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Berdebat di Ruang Sidang

    Sementara itu, di rumah kontrakan Dimas. Terlihat, Mardiah tengah mengajari putranya untuk membiasakan diri memakai kaki palsu yang telah dibeli olehnya. Namun, beberapa kali terdengar keluh kesah Dimas atas kondisi dirinya dengan berteriak saat teringat kakinya diamputasi dan harus menggunakan kaki palsu untuk berjalan.“Sial! Semua gara-gara Indah! Harusnya sudah sejak lama aku bunuh saja dia! Aku dan Angel kehilangan masa depan karena dia! Keparat!” teriak Dimas mencoba melangkah dengan kaki palsu usai selama seminggu di rumah sakit dan sudah satu minggu ini lelaki itu mencoba kaki palsunya.“Dimas, sudah jangan teriak seperti itu. Nggak ada yang bisa membalikkan keadaan. Justru akan membuat teras semakin berat. Ibu mau, besok kamu kuat dan bisa berjalan menuju pengadilan! Ibu mau kita permalukan Indah dengan lelaki yang kini selalu bersamanya,” tutur Mardiah menepuk-nepuk bahu putranya.“Bu, jangan paksa saya ke pengadilan lagi. Biarkan saja cerai. Saya terima semua apa yang jadi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status