Share

Suara Yang Sama

“Li!”

Mendengar namanya dipanggil, Lilac menatap ke arah seseorang yang kini masih menggenggam tangannya.

“Mereka udah pada pulang, tinggal kita berdua!” ucap Biru langsung.

Lilac langsung menghembuskan nafasnya lega, di saat seperti ini Lilac seolah mendengar suara mantannya itu. Suara mereka berdua sangat sama.

“Ya udah biar nanti aku antar pulang kamu dulu,” tawar Lilac pada Biru.

Dengan cepat Biru menggelengkan kepalanya tidak setuju.

“Aku gampang, nanti bisa telepon temen. Mau pulang atau ke mana dulu?”

“Emang mau temenin?”

Biru mengangguk. Mereka berjalan berdampingan keluar dari restoran.

“Mana kuncinya?” pinta Biru saat mereka sudah sampai di depan mobil berwarna kuning milik Lilac.

Biru menatap kagum mobil milik calon tunangannya atau mungkin calon istrinya ini. Mobil berlogo “H” miring itu sangat unik. Berwarna kuning mencolok dengan modifikasi yang apik.

“Kita mampir dulu ke Kafe temen aku, boleh?” tanya Biru sambil menjalankan mobil menuju jalanan kota.

“Boleh, tapi aku ganti pakaian dulu. Gak nyaman sebenarnya!”

“Ya udah ke apartemen aku dulu kalau begitu, gak jauh dari sini.”

Pikiran Lilac langsung merambat jauh mendengar kata apartemen. Menurut teman-temannya, jika seorang pria baru pertama kali langsung mengajak ke apartemen milik pribadinya, rata-rata akan berakhir di ranjang.

Dengan pikirannya yang ke mana-mana, Lilac langsung menepuk dahinya sendiri.

Plak!

“Eh, kenapa dipukul?” tanya Biru panik.

“Gak apa-apa! Barusan ada nyamuk.”

Nyamuk?

Mobil super apik seperti ini memang ada nyamuknya?

“Biru, aku ganti di dalam mobil aja gimana? Aku bawa ganti ini, kalau ke apartemen takutnya lama terus nanti pulangnya terlalu malam!”

“Oke, kalau itu mau kamu, Li. Kita langsung ke kafe aja! Nanti ganti di parkiran aja,” ucap Biru yang kini fokus menyetir.

“Aman....” Lilac bisa bernafas lega.

“Otak kebanyakan baca novel dua puluh satu plus iya gini...,” gumam Lilac yang masih bisa didengar oleh Biru.

Biru terkekeh mendengar perkataan Lilac. Perempuan yang ada di sampingnya ini benar-benar unik.

Sesampainya di Kafe...

Kini Lilac sedang mengganti pakaiannya di dalam mobil. Biru yang menjaga di luar mobil dengan menyandarkan tubuhnya, seolah menghalangi Lilac yang sedang berganti pakaian.

Lilac mengganti pakaiannya dengan sweater berwarna navy dan celana jeans yang berwarna senada. Setelah selesai, Lilac keluar dari mobil sambil mengikat rambutnya dicepol dengan asal menggunakan jedai.

“Biru, baju aku begini gak apa-apa, kan?”

Biru berbalik menatap Lilac yang berpenampilan jauh dengan mini dress tadi.

“Aku pake sendal jepit juga hehe!”

“Gak apa-apa. Ayo, masuk!”

Tangan Biru tidak lupa menggenggam tangan Lilac, membawanya ke dalam kafe yang cukup nyentrik dan sepertinya baru dibuka.

“Biru, ini baru opening, yah?”

“Baru dua hari, tadi Ocean chat aku buat datang. Soalnya aku belum ada ketemu mereka sejak sampai di sini, itu mereka!” tunjuk Xabiru ke arah meja yang berada di dekat balkon.

Sky yang menyadari kedatangan Xabiru langsung berdiri dan memberi salam ala pria. Lilac yang masih dipegang tangannya hanya bisa diam di belakang tubuh Biru yang menjulang tinggi. Tubuhnya tertutup oleh tingginya badan Xabiru.

“Air Berlin buat ini anak makin cakep anjir!” ujar Navy Sky dengan antusias.

“Lo sama siapa, Bi?” tanya Ocean kali ini.

Ternyata Ocean melihat kedatangan Biru, saat dirinya berdiri di balkon tadi.

“Oh, iya lupa! Kenalin ini calon istri gue, Li ini sahabat aku. Yang ini Navy Sky, ini Ocean Arctic, dan ini Silver.”

“Hai, aku Lilac!” sapa Lilac sambil menyalami satu persatu sahabat Biru.

Tidak lupa dengan senyuman yang selalu Lilac lontarkan kepada setiap orang yang menyapanya. Lilac memiliki senyum yang manis, ditambah bagian hidungnya selalu terangkat saat tersenyum. Sehingga setiap orang yang pertama kali melihatnya pasti akan terpesona.

“Aduh, pantesan bapak Biru mau sama Neng Lilac, ternyata dikasih senyum aja langsung kesetrum hati saya!” ucap jujur Sky.

“Wah, si Sky minta ditendang ginjalnya sama si Biru. Lo mau jadi pebinor? Mana si Biru baru kali ini bawa cewek!”

Kali ini Ocean menambahi. Lilac tidak percaya dengan perkataan Ocean tentang Biru yang tidak pernah membawa perempuan.

“Sini duduk! Jangan berdiri terus, nanti kakinya bengkak!” titah Silver yang ternyata sama gesreknya.

“Li, duduk di sini aja. Aku ke toilet bentar! Kalian, jaga Lilac awas kalian ngomong yang aneh!”

Setelah kepergian Biru, Lilac tidak merasa gugup sama sekali. Dirinya sangat mudah beradaptasi dan berbaur dengan siapa pun.

“Kalian sahabatan udah lama?” tanya Lilac membuka percakapan.

“Paling lama itu gue, udah hampir 12 tahun. Ketemu sama Sky dan Silver pas di bangku SMA. Sedangkan sama gue pas masuk SMP!”

“Lama juga ternyata! Gue boleh nanya gak? Eh, gue ngomong santai gak apa-apa?”

Ocean mengangguk. Karena posisi duduk Lilac memang di samping Ocean, sedangkan Sky dan Silver berada di seberangnya.

“Tadi kamu bilang kalau Biru gak pernah bawa cewek, terus Biru gak pernah pacaran gitu?”

“Lo harus tahu, sebutan Biru di Genk kita maupun di tongkrongan itu ‘pria suci’. Emang banyak banget yang suka sama si Biru, dia enggak pernah tanggapi. Tapi, begitu dia bawa Lo ke sini, apalagi dia bilang Lo calon istrinya. Itu adalah suatu anugerah buat kita bertiga,” jelas Ocean.

“Maksudnya?”

“Jadi kita bertiga sempat sangka kalau si Biru itu penyuka sesama. Tapi, setelah bawa Lo ke sini semua tuduhan hilang!”

Lilac masih tidak percaya dengan perkataan Ocean, bahkan menurutnya ini terlalu mustahil. Bagaimana bisa orang setampan dan sebaik Biru tidak pernah berpacaran?

“Hey, kenapa bengong begini?”

Tiba-tiba Biru duduk di sampingnya dan melihat Lilac yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.

“Li, mikirin apa sih?”

Kali ini Biru mengambil tangan kanan Lilac dan hal itu mampu membuatnya tersadar.

“Eh!”

“Mikirin apa?”

“Tadi Lilac tanya sama kita, Lo gay atau bukan? Gue jawab iya, soalnya lo gak pernah bawa cewek dari dulu!” celetuk Ocean tanpa berpikir.

Lilac yang tidak merasa menanyakan hal itu hanya bisa cemberut dan memberitahu bukan hal itu yang ditanyakan olehnya.

Ocean terkekeh melihat ekspresi Lilac yang menurutnya sangat lucu. Bibirnya yang sengaja dibuat seolah sedang kesal dan matanya yang membulat sempurna. Lilac seperti boneka yang ada di toko-toko.

“Biru, temen kamu ini bohong. Mana ada aku nanya kayak gitu!”

“Aku percaya, tenang aja!” ucap Biru sambil mengusap kepala Lilac lembut.

Tiba-tiba ponsel Lilac berdering, terpaksa Lilac melihat siapa yang menghubunginya di malam hari.

Biru melihat sekilas nama dari si penelepon itu. Terlihat jelas raut wajah Lilac menjadi kesal karena ulah si penelepon ini.

“Raven? Apa pacarnya?” gumam Biru dalam hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status