Share

Memberontak

Author: Ayda Harada
last update Last Updated: 2021-11-23 08:43:05

"Gendis masih di kamarnya ya, Mbok?"

Mbok Lasmi, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di keluarga Raharjo itu pun mengangguk pelan. Bibirnya terasa kelu untuk sekedar menjawab pertanyaan dari majikannya tersebut. Namun, rasanya ia juga tak mungkin terus berdiam diri. 

"Anu, Bu. Non Gendis nggak mau makan sejak kemarin," beritahu Mbok Lasmi pelan. 

Fatma yang tengah mengambil nasi menghentikan gerakannya. Perempuan itu menoleh dan menatap perempuan tua itu dengan intens seolah mencari kebenaran dari ucapan Mbok Lasmi. Sayangnya, melihat tingkah Mbok Lasmi yang sedikit menundukkan kepalanya membuat Fatma menyimpulkan jika dia tidak berbohong. 

Lagipula apa gunanya Mbok Lasmi berbohong padanya? 

Oh, bisa saja Gendis sudah bekerjasama dengan Mbok Lasmi untuk menarik simpati darinya. 

Namun, semua yang sempat terlintas di benaknya pun harus Fatma pupus saat melihat raut khawatir di wajah renta Mbok Lasmi. 

Perempuan itu yang mengasuh Gendis dari kecil dan tentunya membuat hubungan keduanya sangat dekat. Bisa dikatakan kalau Mbok Lasmi sudah menganggap Gendis layaknyai cucunya sendiri. 

"Nggak makan?"

Mbok Lasmi mengangguk kecil, "Betul, Bu. Non Gendis nggak mau makan meski saya sudah membujuk dan membuatkan makanan kesukaannya."

Fatma menghela napas panjang. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Gendis. Ia pun tak menyangka jika anak gadisnya itu lebih memilih menyiksa dirinya sendiri karena masalah ini. 

Merasa jika tugasnya sudah selesai, Mbok Lasmi pamit meninggalkan ruang makan. Masih banyak pekerjaan yang harus ia urus. Lagipula tugasnya memberitahu perihal Gendis yang melakukan aksi mogok makan pun sudah ia haturkan. 

"Sepi amat ini rumah? Si sari tebu kemana, Ma?" 

Suara Januar yang merupakan kakak dari Gendis menarik Fatma kembali pada realita. Anak sulung dari pasangan Setyo Raharjo dan Fatmala itu merasa heran saat tak ada suara riuh dari Gendis–yang sering ia panggil sari tebu. 

"Tolong bujuk adikmu buat makan dong, Nu!" titah Fatma. 

Janu menaikan sebelah alisnya. "Emangnya Gendis kenapa, Ma?"

"Udah deh, kamu bujuk aja dulu adikmu. Nanti Mama ceritain ke kamu."

Janu menyomot roti yang sudah ia olesi selai kacang lantas berdiri meninggalkan meja makan. Lelaki itu melenggang santai ke arah kamar Gendis di lantai dua. Meski seringnya mereka berlaku tak akur tapi Janu adalah orang pertama yang mementingkan perasaan Gendis dibandingkan dengan keluarga yang lain. 

Tok... Tok... Tok

Janu mengetuk pintu kamar Gendis keras. Ia yakin jika adiknya itu pasti mengunci kamarnya saat ini. Kebiasaan yang Gendis lakukan ketika marah atau merajuk. 

Gendis yang mendengar pintu kamarnya diketuk kembali merapatkan bantal yang ia gunakan untuk menutup telinganya. Biar, biar saja orang-orang kalang kabut membujuknya keluar kamar atau sekedar untuk makan. 

Gendis tak peduli. 

Toh, mamanya juga tak peduli pada perasaannya, kan?

Merasa tak ada gerakan dari dalam, Janu berjalan menuju kamarnya yang berada tepat di samping kamar Gendis. Lelaki itu mencoba membuka pintu yang menghubungkan kamar Gendis dengan kamarnya. 

"Dasar, dari dulu nggak pernah pinter-pinter," gumam Janu saat berhasil membuka pintu tersebut. 

Janu mendengkus pelan saat melihat Gendis masih bergelung dengan selimut tebalnya. Karena sifatnya yang jahil membuat Janu memiliki ide untuk.... 

Sreettttt.... 

"Heh, sari tebu."

Gendis terlonjak saat mendengar suara yang begitu nyata berada di kamarnya. Pun dengan selimutnya yang sudah ditarik paksa oleh Janu tergeletak tak berdaya di atas lantai. 

"Abang!"

Melihat raut kesal Gendis seketika menghadirkan kekehan pelan dari Janu. Adik satu-satunya itu terlihat menggemaskan dengan hidungnya yang kembang-kempis. 

"Kamu tuh ditunggu di meja makan dari tadi tau."

"Aku nggak mau makan!" Gendis kembali merebahkan tubuhnya dengan posisi menyamping. 

"Nggak usah belagak deh, Dis," ujar Janu yang membuat Gendis mengeram kesal. "Kalau kamu sakit siapa yang repot coba? Semua orang, Dis."

"Masa bodo!" sentak Gendis galak, "Udah deh, Abang kalau mau makan, makan aja sana. Nggak usah pikirin Gendis."

Tak menyerah meski sudah diusir si empunya kamar, Janu ikut merebahkan tubuhnya di samping Gendis yang membelakanginya. Lelaki itu paling tak suka jika Gendis bersedih. 

Gendis yang merasa ada pergerakan di belakangnya pun menoleh dan melotot tajam saat melihat kakaknya berada di atas kasurnya. 

"Iih, Abang! Kok malah ikut tiduran sih?" salak Gendis sambil mendorong Janu agar beranjak dari ranjangnya, "Gendis lagi nggak mau diganggu, Bang. Abang keluar sana deh!"

Apakah Janu akan menurut? 

Tentu saja tidak. 

Lelaki itu tetap memaku di atas tempat tidur Gendis. Matanya menatap langit-langit kamar yang didominasi dengan warna biru itu. 

"Abang nggak tahu apa yang terjadi sama kamu. Tapi kamu juga nggak seharusnya nyiksa diri sendiri kayak gini, Dis." Janu berkata dengan lembut, "kalau kamu nggak makan, emangnya kamu bakal kuat ngadepin masalahmu? 

"Bahkan pura-pura bahagia aja juga butuh tenaga, kan?"

Gendis yang awalnya sedikit tersentuh dengan ucapan kakaknya seketika mendengkus saat mendengar kalimat terakhir Janu. 

"Abang ke sini mau bujuk Gendis atau mau stand up comedy sih?"

"Kalau bisa dua-duanya kenapa harus milih salah satu?" balas Janu membuat Gendis memutar bola matanya malas. 

Janu bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Gendis yang masih berbaring. 

"Lagian kamu kenapa sih sampai pake acara mogok makan kayak gini? Childish tau nggak?" olok Janu. 

Gendis mengerucutkan bibirnya sesaat setelah Janu mengatainya. Rasanya ia ingin marah, namun jika dipikir-pikir lagi ucapan Janu juga ada benarnya juga. 

"Rasanya Gendis mau mati aja deh—ADUUHH, Abang! Kok Gendis disentil, sih?" 

Gendis mengusap keningnya yang baru saja disentil oleh Janu dengan keras. Mungkin bisa saja akan meninggalkan bekas kemerahan nantinya. 

"Itu hukuman buat kamu biar nggak ngomong sembarangan lagi, Sari Tebu."

"Tapi Gendis hidup pun juga nggak bakal bahagia, Bang." Mata Gendis mulai berkaca-kaca, "Mama nggak setuju kalau aku nikah sama Mas Gala dan Abang pasti tahu bahagiaku itu sama siapa, kan?"

Janu menghela napas pelan. Ia menangkup pipi Gendis dan menghapus air matanya yang sempat turun. 

"Abang tahu hal ini pasti berat buat kamu. Tapi nggak seharusnya kamu kayak gini, Dis."

Gendis menggeleng pelan. Rasanya sudah tak ada lagi alasannya untuk tetap hidup. Ya, Gendis telah kehilangan arah dalam hidupnya. Ia tak tahu jalan mana yang harus ia lalui agar sampai di tempat tujuan yang bernama bahagia. 

"Nggak semudah itu, Bang. Abang ngomong kayak gitu karena nggak pernah ngerasain ini," protes Gendis lagi, "Gendis punya mimpi untuk bersama Mas Gala tapi kalau mimpi itu dipatahkan untuk apa aku ada di sini?"

"Lebih baik Gendis nggak ada lagi di dunia ini kan, Bang?"

Pikiran Gendis baru saja dibutakan oleh cinta. Hingga akhirnya Gendis tercenung setelah mendengar jawaban dari Janu yang terasa begitu mencekam. 

Janu mengangguk pelan, "Iya kamu bener. Tapi apa kamu rela kalau nanti Gala dapet pengganti kamu? Yang pasti juga jauh lebih segala-galanya dibanding kamu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Bahagia itu Sederhana

    "Bisa nggak kalau permintaan kamu nggak aneh-aneh kayak gitu?"Gendis mengerucutkan bibirnya saat Gala mengatakan jika permintaannya aneh-aneh. Padahal menurutnya permintaannya cukup sederhana. Pergi bersama Gala sepertinya adalah hal lumrah. Tapi Gala malah menyebutnya seolah adalah hal yang tak bisa dikabulkan."Permintaanku itu simpel tahu, Mas," elak Gendis tak mau disalahkan. "Emangnya kamu beneran bisa terima kenyataan kalau aku nikah sama orang lain?"Pertanyaan Gendis begitu sarat akan ancaman. Semua itu bukanlah gertakan Gendis belaka. Nyatanya, perempuan itu memang akan menikah dengan laki-laki lain yang merupakan pilihan ibunya.Gala tahu itu. Lantas Gala bisa apa? Gala memang pernah mendengar pepatah yang mengatakan jika sebelum janur kuning melengkung seseorang masih milik semua orang. Namun, apakah Gala bisa berbuat suatu hal yang menurutnya sangat menyimpang dari prinsipnya.Sekalipun rasa sakit menghujam hatinya, mau tak

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Pengin Pergi Jauh

    "Bukannya kamu tahu semuanya tentang aku bahkan lebih dari diriku sendiri?"Perkataan itu terus saja terngiang di kepala Gendis. Apa yang dikatakan Gala memang tak sepenuhnya salah. Namun, Gendis tak mau termakan oleh pemikiran yang bisa saja salah. Sekalipun Gala masih menunjukkan rasa perhatiannya. Pun dengan panggilan sayang yang Gala berikan untuknya. Semua itu tak serta merta membuat Gendis bisa membumbungkan rasa kepercayaan diri jika Gala.... masih menginginkannya. Dalam hal ini, Gendis ingin jawaban yang konkret. "Aku memang tahu semuanya tentang Mas Gala tapi aku kan nggak selamanya bisa tahu isi hatimu, Mas," kata Gendis setelah sekian lama terdiam. Sejak Gala memberi jawaban yang cukup ambigu, keduanya memang tak terlibat dalam percakapan apapun. 15 menit setelah mereka selesai makan, Gala mengajak Gendis dan mengatakan jika akan mengantar perempuan itu. Selama itu pula Gendis hanya menurut kemauan Gala dan Gala hanya akan berbicara seper

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Kamu Tahu Aku Lebih dari Diriku Sendiri

    (Hollaaa, maaf banget buat yang udah baca bab sebelumnya dan menemukan banyak kata yang keulang. Tapi udah aku revisi pas ngerasa ada yang aneh sama bab yang aku upload) ***Gala tak menyangka Gendis masih mengingat apa yang ia suka dan apa yang tak ia suka. Rasanya ia seperti dihadapkan pada waktu ketika hubungan mereka masih terasa hangat. Saling memiliki satu sama lain dan terasa membahagiakan. Gala sadar jika Gendis memahami semua tentang dirinya melebihi diri Gala sendiri. "Kamu... gimana kabarnya, Dis?" tanya Gala setelah hanya tinggal mereka berdua. Senyum terkembang di wajah Gendis. Perempuan itu sedikit menundukkan tuk menyembunyikan kesedihannya. "Aku baik, Mas," sahut Gendis menipiskan bibirnya skeptis, "tapi nggak dengan hatiku," lanjutnya dalam hati. Gala mengangguk paham. Suasana saat ini cukup canggung. Gala yang merasa bersalah karena mengajak Gendis yang notabenenya adalah tunangan orang lain dan Gendis yang merasa jika Gala sedikit me

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Hal yang Selalu Diingat

    Ada perasaan yang tak bisa Gendis ungkapkan saat ini. Entah mengapa ia merasa gugup. Kedua kakinya seolah tak bisa diam begitu saja ketika ia sedang menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu­­- Manggala Yuda. Gendis merasa seperti abg yang sedang dilanda kasmaran. Terlalu konyol untuk sikap seseorang yang pernah menjalin hubungan selama 5 tahun. Gendis tahu jika pertemuan ini tak sesimpel yang ada dalam bayangan kepalanya. Ini bukanlah sebuah pertemuan ‘kencan’ seperti pasangan pada umumnya. “Kamu udah lama datengnya, Dis?” Gendis mendongak ketika suara berat menyapa indra pendengarannya tuk mendapati Gala-seseorang cyang tengah ia tunggu dan membuatnya merasa gugup berdiri di depannya. Lelaki yang terlihat tampan dengan kemeja maroon yang lengannya digulung sampai siku itu menarik kedua sudut bibirnya ketika mata mereka saling bertemu. Tampan. Satu kata itulah yang seketika terlintas dalam benak Gendis. Ya, hal itu sepertinya sudah tak diragukan lagi. Gala m

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Jangan Lama-Lama Sedihnya, Kasian Hatimu.

    Setiap orang tua pasti mau anaknya bahagia. Sekalipun itu bertentangan dengan 'keinginan' sang Anak. Hal itu adalah perasaan yang Dea rasakan. Setelah pertemuan pertama dengan Shiren, ia merasa jika perempuan yang merupakan teman kerja Dana adalah perempuan yang cocok untuk Gala. Shiren adalah perempuan baik, santun, dan cantik. Rasanya tak ada satupun hal yang membuatnya untuk tak menyukai Shiren. "Kamu udah pulang, Mas?" tanya Dea begitu Gala memasuki ruang keluarga di mana saat ini perempuan itu tengah menikmati reality show yang disiarkan salah satu TV swasta. Gala berhenti dan menoleh ke arah sang Mama. Lelaki itu tersenyum seraya mengangguk kecil. "Mama belum tidur?" tanya Gala balik. Ia melirik ke arah jam yang terpajang cantik di dinding dan waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia cukup tahu kebiasaan mamanya yang selalu tidur jam 9. Untuk itu Gala pun tentu merasa heran saat melihat Dea masih berada di ruang keluarga ketika ia baru saja pula

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Bukan Keinginan Gendis

    "Dis, Abang pinjem charger laptop—LAH, kamu nangis?"Januar baru saja masuk ke kamar Gendis tanpa mengetuk pintu terlebih dulu dan tertegun saat mendapati Adiknya sedang duduk sambil memeluk boneka Panda kesayangannya. Januar melihat air mata mengalir di pipi Gendis dan hal itu selalu membuatnya tak suka. Ia memang bukan kakak yang baik karena selalu jahil dengan adiknya. Namun, melihat bagaimana Gendis mengeluarkan air mata tentu bukanlah hal yang ia sukai. Sekalipun mereka sering bertengkar, Januar mau Gendis selalu tersenyum setiap saat. Gendis hanya melirik ke arah Januar yang berdiri di tengah kamarnya. Ia merutuki kebodohannya yang lupa mengunci pintu sehingga siapapun bisa masuk ke kamarnya dan melihat fakta ini. Selain itu, rasanya Gendis juga ingin menjawab pertanyaan Januar dengan suara lantang. "UDAH TAHU NANGIS, MASIH NANYA LAGI!" Mungkin seperti itulah Gendis akan menjawab pertanyaan sang Kakak. Akan tetapi saat ini, ia merasa malas unt

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Nikmati Prosesnya

    "Aku kemarin ke Onilicius, Mas."Gala tak bisa menahan diri untuk tak menoleh dengan cepat sampai tulang lehernya terdengar berderak. Namun, ia hanya menatap si Pembicara selama satu menit tuk kemudian mengalihkan pandangannya pada jalanan di depannya. Gala sendiri tak tahu harus menanggapi apa dan bagaimana karena jujur saja ia masih selalu ingin tahu dengan segala hal yang berhubungan dengan... Gendis Ayu Paradista. Dengan menyebut Onilicius–yang merupakan juga bagian daripada Gendis, Gala tahu jika ia tak bisa mengabaikan pembicaraan itu begitu saja. Gala berdeham pelan tuk melegakan tenggorokannya. "Oh, ya?"Sebab bingung, pada akhirnya Gala hanya menanggapi dengan dua kata tersebut. Ia pikir tak mungkin jika langsung bertanya pada Shiren mengenai apakah ia bertemu Gendis dan segala sesuatu mengenai gadis itu. Lagipula, Gala juga belum mengerti maksud pembicaraan Shiren yang menurutnya begitu tiba-tiba. Lewat ekor matanya Gala melihat S

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Ternyata Benar

    Shiren pernah mendengar sebuah pepatah Jawa yang berbunyi Dudu sanak dudu kadang (Meskipun tidak ada ikatan darah, namun terasa sudah seperti bagian dari keluarga). Shiren tak pernah mempercayai hal itu sebab di mana ia akan menemukan 'hal' di dunia ini. Namun, pemikirannya berubah ketika sekarang di sini—di rumah Gala ia merasakan hal tersebut. Rasanya ia ingin menangis mendapati perlakuan keluarga Gala yang baik luar biasa. Ia tamu tapi tak seperti tamu sebab Dea–perempuan yang tak lain adalah Ibu Gala dan Dana memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Shiren tak memungkiri jika hatinya terasa menghangat mendapati perlakuan baik dari Dea. Ia pun bisa merasakan jika Dea memang benar-benar tulus terhadapnya. "Lauknya dipakai dong, Ren," kata Dea lembut. Shiren sedikit membersit hidungnya mendapat perhatian tersebut. Ia sedikit mendongak agar genangan di pelupuk matanya tak tumpah seketika. Kedua sudut bibir Shiren melengkung membentuk sebuah senyuman, "

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Tanggapan Shiren

    Gala menghentikan langkahnya setelah mendengar satu nama yang disebut Mamanya. Dalam diam, ia seolah ingin mengulang waktu beberapa menit yang lalu tuk memastikan jika telinganya benar-benar tak salah mendengar. "Oh, iya, Gal. Tolong nanti ajak Dana dan Shiren sekalian ya."Itulah ucapan Dea yang mencatutkan satu nama. Shiren. Apa perempuan itu ada di rumahnya saat ini? pikir Gala. Untuk apa? Gala berbalik dengan alis terangkat sempurna, "Shiren, Ma?"Dea yang tak sadar jika Gala masih berada di sana (dengan rasa penasaran yang tinggi) mendongak. Tak ragu, perempuan itu mengangguk sebagai jawaban. "Iya, dia ada di kamar Dana sekarang.""Oh, pantas," gumam Gala hanya dalam hati. Saat ia masuk ke rumahnya, Gala tak menemukan satupun orang atau adanya tamu di rumahnya. Ia hanya menemukan Dea yang sedang mengatur hidangan yang kemudian di bawa ke meja makan. "Oke, Ma." Gala merujuk pada perintah Dea tuk memanggil Dana dan Shiren bersam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status