Beranda / Romansa / Jodoh Dikejar, Kau Kudapat / Pemikiran yang Berbeda

Share

Pemikiran yang Berbeda

Penulis: Ayda Harada
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-23 08:43:49

"Gendis kok lama nggak main ke sini ya, Gal? Kalian lagi marahan ya?"

Gala yang tengah memindah channel TV dengan asal mendongak dan seketika melihat Dea—mamanya berjalan ke arahnya. Perempuan itu membawa piring berisikan buah yang sudah ia potong kecil-kecil tuk kemudian bergabung dengan anak laki-lakinya. 

Usia Gala memang sudah dikatakan dewasa. Namun, jika sudah berdua dengan mamanya lelaki itu akan bersikap manja. Seperti saat ini, baru saja Dea mendudukkan tubuhnya Gala sudah merubah posisinya dan berbaring dengan paha sang mama yang ia jadikan bantal. 

"Kami nggak lagi marahan kok, Ma." Gala memejamkan matanya saat Dea mengusap rambuh hitamnya dengan lembut. Kasih sayang seorang ibu yang begitu tulus sampai membuat Gala dulu memiliki cita-cita untuk mempunyai istri seperti mamanya. 

Selama mulai merasakan hubungan percintaan barulah dengan Gendis Gala bisa menemukan sosok yang ia cari. Perempuan mandiri, tidak banyak menuntut, dan apa adanya meski keadaan hidupnya lebih dari sekedar cukup. 

"Tapi kok tumben juga kamu hari Minggu ada di rumah? Biasanya juga ngapel ke rumah Gendis," ujar Della yang penasaran dengan keberadaan Gala di rumah di hari libur. 

Perempuan yang masih cantik di usia senja itu cukup hafal dengan kebiasaan anak-anaknya. Gala akan menghabiskan waktu liburnya bersama Gendis. Dan hari ini? Lelaki itu bahkan merasa malas untuk beranjak dari depan televisi. 

Padahal Dea yakin kalau Gala tak sepenuhnya menikmati tayangan televisi yang ia tonton. 

Gala menghela napas panjang. Ia kembali merubah posisinya menjadi duduk. Kepalanya ia sandarkan di lengan mamanya. Hal yang seharusnya dilakukan oleh Dea. Namun, malah sebaliknya. 

"Kayaknya Gendis nggak bakal main ke sini lagi deh, Ma."

Dea mengerutkan keningnya dalam. Perempuan itu mencerna ucapan yang Gala lontarkan. Pun ingin memastikan jika telinganya tak salah mendengar. 

"Kalian putus?"

Gala mengangguk lemah. Semangat hidupnya seolah hilang tak berbekas. Untuk itu, Gala sampai tak tahu harus apa untuk menghabiskan waktu liburnya. 

"Kok bisa?" tanya Dea

 penasaran, "Bukannya kalian nggak pernah berantem ya? Kamu nggak sakitin Gendis kan, Gal?"

"Yang anak mama itu Gala atau Gendis sih, Ma?" Gala menipiskan bibirnya, "Kenapa kesannya kok malah mama lebih khawatir sama Gendis?"

Dea tertawa pelan saat mendengar anaknya sedikit merajuk. Niat hati ingin mengobati rasa penasarannya malah berujung pada kekesalan Gala. 

"Ya, kalian itu anak-anak mama, Gal. Kamu anak mama tapi Gendis juga udah mama anggap anak sendiri tau."

Gala tersenyum miris. Akan sangat bahagia jika saat ini hubungannya dengan Gendis berjalan baik-baik saja. Sayangnya, ia harus menahan gejolak yang membara di hatinya mengingat bayang-bayang tradisi menghantuinya. 

"Tapi sekarang udah lain ceritanya, Ma," ujar Gala lemah, berat rasanya ingin mengatakan hal ini pada mamanya. Padahal biasanya lelaki itu tak tanggung-tanggung jika membagi ceritanya pada Dea. 

"Gala terpaksa harus mengakhiri hubungan dengan Gendis, Ma."

Dea menunduk tuk menatap anaknya. Ia tak paham dengan maksud yang Gala ucapkan. 

Terpaksa? 

Mengakhiri hubungan? 

Bagaimana ini bisa terjadi? 

Bukankah hal seperti ini hanya terjadi di drama atau novel yang sering Ochi baca? 

"Mama nggak lagi ulang tahun, Gal. Jadi, nggak usah prank kayak gini deh. Mama nggak suka," tukas Della. 

Gala mengusap wajahnya gusar, "Ini bukan prank, Ma. Apa yang Gala omongin itu kenyataan. Gala udah nggak ada hubungan apa-apa sama Gendis."

"Kok bisa sih?" Dea menggeleng tak percaya. Ia sudah seperti saksi bagaimana perasaan menggebu yang Gala dan Gendis miliki. Maka dari itu, sulit sekali Dea untuk percaya dengan ucapan Gala. 

"Tante Fatma nggak setuju Gala nikah sama Gendis, Ma. Dan ya,"–Gala mengedikkan sebelah bahunya– "Gala terpaksa harus putus sama Gendis."

Dea memejamkan matanya sejenak. Informasi yang baru saja ia dapat ini cukup membuat jantungnya berhenti berdetak. Pasalnya, ia sudah cocok dengan Gendis untuk menjadi menantunya. Perempuan itu baik, ramah, mandiri, dan masih banyak point plus yang dimiliki oleh Gendis. 

Tentunya Gendis adalah perempuan yang membuat Gala bahagia. Itu point utamanya. Dea memang tipe ibu yang selalu mengutamakan kebahagiaan anak-anaknya selama itu menjurus pada hal yang positif 

"Mama percaya nggak sih perkara jodoh weton dan semacam itu?" tanya Gala setelah beberapa menit terdiam. Ia ingin tahu apakah mamanya juga penganut tradisi seperti itu. 

"Kalau Mama sih nggak terlalu mikirin hal semacam itu ya, Gal. Kita punya Tuhan untuk berserah diri. Jadi, ya sudah... pasrahkan saja semua sama yang di atas," tutur Dea lugas. "Kamu kok tumben sih tanya-tanya yang begituan? Ini kamu nggak lagi coba ngalihin pembicaraan biar Mama lupa tanya kamu soal kenapa Tante Fatma nggak setuju sama kamu kan, Gal?"

"Mama nih curigaan mulu deh kalau sama Gala," cetus Gala yang merasa Dea selalu memojokkannya. 

Dea terkekeh pelan, "Ya, bukan masalah curigaan, Gal. Lagian Mama kan juga cuma nanya."

Gala menahan diri untuk tak memutar bola matanya. Lelaki itu memilih menghela napas panjang sebelum menjawab hal yang membuat Dea begitu penasaran. 

"Tante Fatma bilang kalau weton Gala sama Gendis itu nggak cocok makanya beliau nggak setuju kita nikah."

"Astaga...." Dea menutup mulutnya dengan telapak tangannya, "Kamu serius, Gal? Mama nggak nyangka kalau Mbak Fatma orangnya berpegang sama tradisi seperti itu."

Dea memang sudah mengenal sosok Fatmala Raharjo yang merupakan Mama Gendis. Ia mengenal Fatma sebagai perempuan modern yang ramah dan berwawasan luas. Untuk itu, ia tak menyangka jika Fatma masih memegang teguh tradisi zaman dulu. 

"Sama, Ma. Gala juga nggak nyangka kalau ini bakal terjadi sama Gala."

Dea mengusap lengan Gala dengan seduktif. Ia tahu bagaimana perasaan anaknya saat ini. Senyum terkembang di wajah cantik Dea. 

"Mama akan selalu dukung kamu, Mas. Semisal kamu tetap perjuangin Gendis pun Mama juga akan ada dipihak kamu karena bagi Mama kebahagiaan anak mama adalah hal yang utama," ujar Dea tulus. 

Hati Gala menghangat mendengar ucapan sang mama. Ia merasa begitu beruntung memiliki ibu seperti Dea. Jadi, tak salah jika Gala ingin memiliki seorang istri yang seperti mamanya. 

"Makasih, Ma. I love you to the moon and back mom."

Dea mencebikan bibirnya, "Kalau udah gini pasti ada maunya nih."

Tawa terdengar dari bibir Gala. Lelaki itu seketika memeluk Dea kuat-kuat. Gala bak laki-laki dewasa yang menjelma menjadi anak usia 5 tahun. Manja dan menggemaskan. Gala seolah tak malu dengan usianya yang sudah mencapai kepala tiga. 

"Mama emang best deh, tapi nggak ter the best kalau nggak bikinin Gala scramble egg," ucap Gala sambil meringis. 

Dea mendengkus pelan seketika. Kalau Gala sedang dalam mode manja seperti itu, Dea sering bertanya-tanya dalam hati dengan usia Gala yang sudah lebih dari sekedar siap untuk membina rumah tangga. 

Tapi tak jarang juga Dea berpikir, sudah relakah ia melepaskan Gala pada perempuan yang akan menjabat sebagai menantunya nanti? 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Bahagia itu Sederhana

    "Bisa nggak kalau permintaan kamu nggak aneh-aneh kayak gitu?"Gendis mengerucutkan bibirnya saat Gala mengatakan jika permintaannya aneh-aneh. Padahal menurutnya permintaannya cukup sederhana. Pergi bersama Gala sepertinya adalah hal lumrah. Tapi Gala malah menyebutnya seolah adalah hal yang tak bisa dikabulkan."Permintaanku itu simpel tahu, Mas," elak Gendis tak mau disalahkan. "Emangnya kamu beneran bisa terima kenyataan kalau aku nikah sama orang lain?"Pertanyaan Gendis begitu sarat akan ancaman. Semua itu bukanlah gertakan Gendis belaka. Nyatanya, perempuan itu memang akan menikah dengan laki-laki lain yang merupakan pilihan ibunya.Gala tahu itu. Lantas Gala bisa apa? Gala memang pernah mendengar pepatah yang mengatakan jika sebelum janur kuning melengkung seseorang masih milik semua orang. Namun, apakah Gala bisa berbuat suatu hal yang menurutnya sangat menyimpang dari prinsipnya.Sekalipun rasa sakit menghujam hatinya, mau tak

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Pengin Pergi Jauh

    "Bukannya kamu tahu semuanya tentang aku bahkan lebih dari diriku sendiri?"Perkataan itu terus saja terngiang di kepala Gendis. Apa yang dikatakan Gala memang tak sepenuhnya salah. Namun, Gendis tak mau termakan oleh pemikiran yang bisa saja salah. Sekalipun Gala masih menunjukkan rasa perhatiannya. Pun dengan panggilan sayang yang Gala berikan untuknya. Semua itu tak serta merta membuat Gendis bisa membumbungkan rasa kepercayaan diri jika Gala.... masih menginginkannya. Dalam hal ini, Gendis ingin jawaban yang konkret. "Aku memang tahu semuanya tentang Mas Gala tapi aku kan nggak selamanya bisa tahu isi hatimu, Mas," kata Gendis setelah sekian lama terdiam. Sejak Gala memberi jawaban yang cukup ambigu, keduanya memang tak terlibat dalam percakapan apapun. 15 menit setelah mereka selesai makan, Gala mengajak Gendis dan mengatakan jika akan mengantar perempuan itu. Selama itu pula Gendis hanya menurut kemauan Gala dan Gala hanya akan berbicara seper

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Kamu Tahu Aku Lebih dari Diriku Sendiri

    (Hollaaa, maaf banget buat yang udah baca bab sebelumnya dan menemukan banyak kata yang keulang. Tapi udah aku revisi pas ngerasa ada yang aneh sama bab yang aku upload) ***Gala tak menyangka Gendis masih mengingat apa yang ia suka dan apa yang tak ia suka. Rasanya ia seperti dihadapkan pada waktu ketika hubungan mereka masih terasa hangat. Saling memiliki satu sama lain dan terasa membahagiakan. Gala sadar jika Gendis memahami semua tentang dirinya melebihi diri Gala sendiri. "Kamu... gimana kabarnya, Dis?" tanya Gala setelah hanya tinggal mereka berdua. Senyum terkembang di wajah Gendis. Perempuan itu sedikit menundukkan tuk menyembunyikan kesedihannya. "Aku baik, Mas," sahut Gendis menipiskan bibirnya skeptis, "tapi nggak dengan hatiku," lanjutnya dalam hati. Gala mengangguk paham. Suasana saat ini cukup canggung. Gala yang merasa bersalah karena mengajak Gendis yang notabenenya adalah tunangan orang lain dan Gendis yang merasa jika Gala sedikit me

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Hal yang Selalu Diingat

    Ada perasaan yang tak bisa Gendis ungkapkan saat ini. Entah mengapa ia merasa gugup. Kedua kakinya seolah tak bisa diam begitu saja ketika ia sedang menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu­­- Manggala Yuda. Gendis merasa seperti abg yang sedang dilanda kasmaran. Terlalu konyol untuk sikap seseorang yang pernah menjalin hubungan selama 5 tahun. Gendis tahu jika pertemuan ini tak sesimpel yang ada dalam bayangan kepalanya. Ini bukanlah sebuah pertemuan ‘kencan’ seperti pasangan pada umumnya. “Kamu udah lama datengnya, Dis?” Gendis mendongak ketika suara berat menyapa indra pendengarannya tuk mendapati Gala-seseorang cyang tengah ia tunggu dan membuatnya merasa gugup berdiri di depannya. Lelaki yang terlihat tampan dengan kemeja maroon yang lengannya digulung sampai siku itu menarik kedua sudut bibirnya ketika mata mereka saling bertemu. Tampan. Satu kata itulah yang seketika terlintas dalam benak Gendis. Ya, hal itu sepertinya sudah tak diragukan lagi. Gala m

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Jangan Lama-Lama Sedihnya, Kasian Hatimu.

    Setiap orang tua pasti mau anaknya bahagia. Sekalipun itu bertentangan dengan 'keinginan' sang Anak. Hal itu adalah perasaan yang Dea rasakan. Setelah pertemuan pertama dengan Shiren, ia merasa jika perempuan yang merupakan teman kerja Dana adalah perempuan yang cocok untuk Gala. Shiren adalah perempuan baik, santun, dan cantik. Rasanya tak ada satupun hal yang membuatnya untuk tak menyukai Shiren. "Kamu udah pulang, Mas?" tanya Dea begitu Gala memasuki ruang keluarga di mana saat ini perempuan itu tengah menikmati reality show yang disiarkan salah satu TV swasta. Gala berhenti dan menoleh ke arah sang Mama. Lelaki itu tersenyum seraya mengangguk kecil. "Mama belum tidur?" tanya Gala balik. Ia melirik ke arah jam yang terpajang cantik di dinding dan waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia cukup tahu kebiasaan mamanya yang selalu tidur jam 9. Untuk itu Gala pun tentu merasa heran saat melihat Dea masih berada di ruang keluarga ketika ia baru saja pula

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Bukan Keinginan Gendis

    "Dis, Abang pinjem charger laptop—LAH, kamu nangis?"Januar baru saja masuk ke kamar Gendis tanpa mengetuk pintu terlebih dulu dan tertegun saat mendapati Adiknya sedang duduk sambil memeluk boneka Panda kesayangannya. Januar melihat air mata mengalir di pipi Gendis dan hal itu selalu membuatnya tak suka. Ia memang bukan kakak yang baik karena selalu jahil dengan adiknya. Namun, melihat bagaimana Gendis mengeluarkan air mata tentu bukanlah hal yang ia sukai. Sekalipun mereka sering bertengkar, Januar mau Gendis selalu tersenyum setiap saat. Gendis hanya melirik ke arah Januar yang berdiri di tengah kamarnya. Ia merutuki kebodohannya yang lupa mengunci pintu sehingga siapapun bisa masuk ke kamarnya dan melihat fakta ini. Selain itu, rasanya Gendis juga ingin menjawab pertanyaan Januar dengan suara lantang. "UDAH TAHU NANGIS, MASIH NANYA LAGI!" Mungkin seperti itulah Gendis akan menjawab pertanyaan sang Kakak. Akan tetapi saat ini, ia merasa malas unt

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status