Share

Bab 8 ~ Bioskop

last update Last Updated: 2025-09-25 19:27:41

Malam minggu seharusnya jadi malam biasa, tapi tidak untuk Anaya, istri kontrak yang kini malah ikut suaminya nonton film romantis di bioskop.

Awalnya, dia senang. Suaminya ngajak nonton? Itu kemajuan besar!

“Mas, kita nonton film horor ya, biar kalau aku takut bisa pegangan,” kata Anaya sambil bercanda.

Raka melirik, senyum miring.

“Pegangan ke pundak aku?”

“Enggak, Ke botol minum aja.”

Mereka tertawa berdua, namun, begitu sampai di dalam bioskop, baru terjadi tragedi kecil yang tak terduga…

“Mas... kursi kita di mana?”

“E12 dan E13,” jawab Raka santai sambil melihat tiket elektronik di HP-nya.

Saat sampai di deretan kursi... Anaya mengerutkan dahi. Hanya ada satu kursi kosong.

Kursi di sebelahnya? Sudah diduduki pasangan yang sibuk main HP.

“Mas... ini kenapa cuma satu?”

“Tunggu bentar, aku tanya petugas...”

Beberapa menit kemudian, Raka kembali. Wajahnya datar tapi sebal.

“Kesalahan sistem. Mereka ngasih dua tiket tapi cuma ada satu kursi kosong. Harusnya kursi satunya nggak dijual.”

Anaya melongo.

“Terus... aku nonton duduknya di mana?”

“Ya... di sini aja.”

“Maksudnya?”

Raka menepuk pahanya.

“Di sini. Pangkuan aku.”

Jleeppp.

Muka Anaya langsung merah padam.

“Mas gilaaa! Aku mana mau duduk di situ!”

“Mau nonton nggak?”

“Mau...”

“Ya udah. Duduk sini. filmnya udah mau mulai.”

Karena nggak enak ribut di bioskop, dan orang-orang udah mulai menoleh karena mereka berdiri cukup lama, Anaya pun akhirnya menyerah.

Perlahan, dengan canggung, dia duduk di pangkuan Raka.

"Mas, jangan gerak-gerak ya,” bisiknya.

"Nggak gerak kok, kecuali kamunya yang gatel.”

Anaya langsung mendelik.

Mas!!”

Film dimulai. Lampu meredup.

Mereka pun duduk... atau lebih tepatnya, Anaya duduk di pangkuan Raka.

Beberapa menit pertama? Biasa aja. Tapi lama-lama...

“Mas...”

“Hm?”

“Ini... jangan nafas deket-deket leher aku... geli tau...”

“Lho, aku diem loh, kamu yang duduknya geser-geser terus.”

Anaya kesal tapi nggak bisa marah. Posisi mereka terlalu sempit untuk bergerak bebas.

Raka sendiri sengaja duduk dengan tenang, tapi tangan kirinya, kadang-kadang ikut iseng mengatur posisi jaket yang Anaya pakai biar nggak jatuh.

Ketika adegan romantis di layar terjadi, Anaya justru memalingkan wajah ke arah Raka.

Wajah mereka hanya terpaut beberapa centimeter. Nafas Raka terasa hangat di pipinya.

Deg.**

“Mas...”

“Ya?”

“Kenapa aku deg-degan sih?”

Raka terkekeh pelan.

“Mungkin... kamu mulai jatuh cinta sama suami kontrakmu?”

Anaya pura-pura menatap ke layar.

“GR. Aku cuma takut jatuh dari pangkuan.”

“Kalau jatuh, aku tangkap kok.”

“Mas, gombalnya bikin nyetrum.”

Raka tersenyum. Di dalam gelapnya bioskop, di tengah film yang sebenarnya tidak terlalu menarik... ia tahu satu hal, Dia menikmati momen ini, dan rasa itu... bukan pura-pura lagi.

Setelah kejadian “pangkuan bioskop” semalam, Anaya jadi aneh.

Pagi harinya, dia bangun dengan kepala berat, badan meriang, dan mata sayu.

Awalnya dia mengira cuma kecapekan karena skripsi dan nonton kemalaman, tapi begitu melangkah ke dapur…

“Duh... dunia kok muter ya?”

BRUKK!

Anaya hampir jatuh kalau tidak segera berpegangan di meja makan.

Raka yang baru selesai jogging langsung panik begitu lihat wajah istrinya pucat.

“Anaya?! Hei, kamu kenapa?”

“Nggak papa, cuma... pusing dikit.”

“Dikit apanya. Kamu kayak habis direbus!”

“Iya, aku kayak telur ceplok gosong ya…”

“Bukan. Kayak bubur setengah jadi. Panas semua.”

Tanpa banyak kata, Raka langsung mengangkat Anaya ala bridal style dan membawanya ke kamar.

Anaya sempat mau protes, tapi tubuhnya terlalu lemas buat melawan.

Setelah mengompres dan memeriksa suhu tubuhnya, Raka menggeleng pelan.

“38,9. Gila, kamu hampir 39 derajat. Mau jadi termos?”

Ia lalu turun ke dapur dan mulai memasak bubur instan, sesuatu yang jarang ia lakukan. Tapi kali ini… dia yang turun tangan.

Tak sampai sejam, semangkuk bubur hangat sudah ada di atas nampan, lengkap dengan teh manis dan vitamin.

Saat masuk kamar, Anaya sudah tertidur lagi, tampaknya benar-benar kelelahan.

“Sini... bangun dulu. Makan buburnya.”

Anaya setengah membuka mata.

“Hah... mas... mas yang masak?”

“Iya. Nggak percaya ya?”

“Kok baunya enak... tumben…”

“Kok kamu masih sempet nyinyir? Lagi sakit lo.”

Dengan pelan, Raka menyuapi Anaya sendok demi sendok. Ia sabar, bahkan meniupkan bubur agar tak terlalu panas.

“Enak ya?”

“Lumayan... masaknya pakai cinta ya?”

Raka terdiam sejenak.

“Mungkin. Tapi jangan GR dulu. Aku kan suami kontrak.”

“Iya, iya... suami cadangan juga boleh, asal perhatian begini...”

Raka tertawa kecil.

“Dasar kemasan saset, udah demam masih sempat ngegombal.”

Beberapa jam kemudian.

Anaya tertidur lelap. Raka duduk di tepi kasur, masih memperhatikan wajahnya. Tiba-tiba...

“Mas Raka Mahendra...”

Suara lirih itu keluar dari bibir Anaya yang setengah mengigau.

“Mas... jangan pergi ya... aku suka mas...”

DEG.

Raka tertegun.

Baru kali ini dia dengar nama lengkapnya diucap dengan suara selembut itu.

Bukan "kadal buntung", bukan "mas menyebalkan", bukan "suami kontrak", tapi Raka dengan nada yang lembut dan tulus.

Entah kenapa... dadanya sesak sendiri.

“Anaya... kamu tau nggak, kamu tuh... bener-bener bahaya kalau lagi sakit,” gumamnya pelan.

Ia menyentuh rambut Anaya dengan hati-hati, lalu berdiri dan berjalan keluar, mencoba menenangkan degup jantungnya sendiri.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 8 ~ Bioskop

    Malam minggu seharusnya jadi malam biasa, tapi tidak untuk Anaya, istri kontrak yang kini malah ikut suaminya nonton film romantis di bioskop.Awalnya, dia senang. Suaminya ngajak nonton? Itu kemajuan besar!“Mas, kita nonton film horor ya, biar kalau aku takut bisa pegangan,” kata Anaya sambil bercanda.Raka melirik, senyum miring.“Pegangan ke pundak aku?”“Enggak, Ke botol minum aja.”Mereka tertawa berdua, namun, begitu sampai di dalam bioskop, baru terjadi tragedi kecil yang tak terduga…“Mas... kursi kita di mana?”“E12 dan E13,” jawab Raka santai sambil melihat tiket elektronik di HP-nya.Saat sampai di deretan kursi... Anaya mengerutkan dahi. Hanya ada satu kursi kosong.Kursi di sebelahnya? Sudah diduduki pasangan yang sibuk main HP.“Mas... ini kenapa cuma satu?”“Tunggu bentar, aku tanya petugas...”Beberapa menit kemudian, Raka kembali. Wajahnya datar tapi sebal.“Kesalahan sistem. Mereka ngasih dua tiket tapi cuma ada satu kursi kosong. Harusnya kursi satunya nggak dijual

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 7 ~ Balik Ke Realita

    Setelah kembali dari Turki, hidup kembali ke rutinitas.Anaya kembali menjadi mahasiswi tingkat akhir yang sedang masuk fase penyusunan skripsi. Liburannya habis, realita menyambut dengan laptop, referensi jurnal, dan… begadang tak berkesudahan.Tengah MalamKamar mereka seperti kapal pecah. Kertas berserakan. Laptop terbuka. Kopi tumpah sedikit di sisi meja. Anaya tertidur sambil duduk. Masih memakai kacamata dan hoodie. Skrip skripsinya terhenti di paragraf ke-14.Raka pulang kerja, membuka pintu kamar, dan langsung... tertawa pelan.“Istriku ini bisa banget ngacak-ngacak kamar kayak abis syuting film perang.”Bukan kekacauan yang membuat Raka menatap lebih lama, tapi wajah Anaya yang lelah tapi tenang.Ia mendekat, pelan-pelan melepas kacamata dari wajah Anaya, memindahkannya ke tempat tidur.Lalu… ia membaca skripsi yang ditulis Anaya.“Hm... struktur ini bisa diperkuat. Narasinya bagus, tapi masih berantakan. Ini bisa diperbaiki.”Dibukanya laptop, dibacanya satu-satu, dan...Raka

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 6 ~ Tiket Honey Moon

    Pagi itu, suasana rumah Opa Hartono kembali ramai dengan suara semangat yang nggak kira-kira.“Kalian mau bulan madu ke Turki! Tiket udah Opa siapin, hotel udah dipesan, koper tinggal angkut. Gimana? Senang nggak?”Opa Hartono menyeringai lebar sambil mengangkat dua lembar tiket pesawat. Anaya melongo, Raka mendesah.“Opa... kita nikahnya nikah kontrak lho, bukan ikut kuis jalan-jalan gratis.”“Ssst! Jangan rusak suasana!” Opa pura-pura nggak dengar.Di Kamar, setelah Semua RibutAnaya duduk di ranjang sambil menatap tiket yang sekarang sudah resmi di tangan mereka.“Mas…” katanya pelan.Raka menoleh. “Hm?”“Gimana kalau... tiket ini kita jual aja?”Raka nyaris keselek udara. “Apa?!”“Iya, kita bisa dapat duit lumayan! Terus tinggal pura-pura upload foto di Turki pakai AI, kan banyak sekarang…”Raka menggeleng pelan, lalu tertawa.“Kamu ini ya... yang paling semangat teriak ‘nikah kontrak’, tapi malah paling niat akalin semuanya.”“Lho, ini kan buat logistik rumah tangga. Kita realist

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 5 - Singkuh

    Malam itu, kamar pengantin baru... terasa seperti medan perang.Di tengah tempat tidur king size, terbentang tali rafia warna merah muda, dipasang rapi dari ujung kepala sampai kaki.“Inget ya, ini pembatas. Batas wilayah. Kalau kamu lewat ke zona aku, kamu kena sanksi,” tegas Anaya sambil menunjuk tali itu dengan tatapan waspada.Raka hanya melirik malas.“Oke, Bu Komandan.”Anaya menyiapkan selimut dan bantalnya sendiri, bahkan bawa guling tambahan dari rumah orangtuanya.Saat ia sibuk merapikan sisi ranjangnya, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka.Anaya menoleh... dan langsung syok.Raka keluar dari kamar mandi hanya pakai celana training tanpa baju, rambut masih basah, dan... dia terlihat sangat santai.“APA NGGAK PUNYA MALU?!” teriak Anaya refleks, langsung menutup mata dengan tangan.Raka mengangkat alis. “Lho, ini rumahku. Kamarku. Masa ganti baju harus izin?”“KAMU ITU COWOK! Aku cewek! Kita baru kenal TIGA HARI! TIGA, Om! Bukan tiga tahun!”Raka terkekeh sambil mengambi

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 4 ~ Pembatas

    Anaya berdiri di depan pintu kamar yang ditunjukkan Raka, matanya menyipit curiga.Kamar itu besar, luas, bersih... tapi tetap saja, ...satu kamar, satu tempat tidur.Dia harus berbagi dengan kadal buntung paling menyebalkan se-planet ini.“Ini kamarnya,” ujar Raka santai sambil bersandar di pintu.“Mulai malam besok, kita resmi jadi suami-istri. Setidaknya di mata Opa.”Anaya melangkah masuk perlahan, lalu memutar badan sambil menunjuk ke tengah ranjang.“Besok kita beli tali. Kita pasang di sini. Tengah-tengah. Pembatas. Garis demarkasi. Siapa yang lewat batas, kena sanksi.”Raka menaikkan alis. “Serius amat. Kita nikah kontrak, bukan perang dunia.”Anaya melipat tangan di dada. “Laki-laki itu pada dasarnya pencuri ulung. Bisa saja kamu tiba-tiba menerkam aku pas aku tidur.”Raka terkekek.“Halah, mana nafsu lihat kemasan saset kayak kamu.”Matanya mengarah ke tubuh Anaya sekilas. “Itumu aja kecil… nggak selera.”DEG.Anaya melotot. “APA?! SIAPA BILANG?!”Raka menyengir makin lebar.

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 3 ~ Sarang Kadal Buntung

    Jam di ponsel Anaya baru menunjukkan pukul 08.55 ketika ia sudah berdiri di depan pintu rumah mewah milik Raka atau yang lebih tepat, rumah Opa Hartono.“Dasar kadal buntung nggak laku,” gumamnya dalam hati sambil menekan bel.Tapi lima menit berlalu… dan belum juga ada yang keluar.Anaya mendesah, lalu melangkah masuk, memutuskan menunggu di ruang tamu yang luas dan dingin.Matanya tertumbuk pada sebuah kotak kaca kecil di sudut ruangan.Di dalamnya ada hewan kecil unik yang langsung menarik perhatiannya: seekor landak albino yang sedang memejamkan mata di tumpukan jerami.Anaya mendekat perlahan, penasaran.“Ah, durinya pasti tajam ya?” gumamnya sambil menyodorkan ujung jarinya ke kotak itu.Saat jarinya nyaris menyentuh duri landak, tiba-tiba pintu samping terbuka!“JARI!” teriak seseorang dari balik pintu, membuat Anaya terkejut dan spontan menarik jarinya.Tak disangka, yang muncul adalah Opa Hartono, yang langsung latah kaget.“Astaga! Kenapa bisa kesakitan? Biar Opa lihat!” kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status