Share

Jodoh Kesasar
Jodoh Kesasar
Penulis: Yaswa Wilih Sari

Rizky Nyasar

last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-15 23:31:33

"Maaf saya belum siap," ucap Abyan saat aku berjalan mendekatinya. Apa-apaan ini? Bukankah seharusnya aku yang bilang begitu.

Lelaki yang baru berapa jam yang lalu mengucapkan ijab kabul itu duduk dengan gusar di bibir ranjang, seolah takut aku akan menye rangnya. Dikira aku mau nyo sor. Sorry, aja aku nggak doyan.

Lagian aneh, kalau belum siap kenapa dia melanjutkan pernikahan. Bukankah dia yang melamar, dia juga yang mengucapkan akad. 

Dia kemudian mengambil bantal guling sebagai pembatas. Lalu dengan hati-hati merebahkan tubuh. 

"Tangannya tolong dikondisikan, jangan nyebrang pembatas, saya masih pengen jadi perjaka."

What? Sok kegantengan banget! Memangnya dia pikir dia siapa, Rizky Nazar? Yang ada juga Riski nyasar.

"Kenapa nggak tidur bawah aja sana, kasurnya sempit!" usirku sembari melempar bantal ke bawah.

"Ah iya kamu tidur bawah ya, Please ... Saya nggak biasa tidur di kasur sempit!" ujarnya tanpa rasa berdosa. 

Enak saja, ini kan kamarku. Daerah kekuasaanku, kan nggak lucu aku tidur di lantai demi manusia menyebalkan sepertinya. Baru berapa menit bersama saja hati dipenuhi jengkol. Ini semua gara-gara Mamak yang maksa aku pulang dan menikah.

Saat itu, ketika baru beberapa hari libur, tiba-tiba Mamak menelepon menyuruku pulang.

"Pulang, Bil. Pacar kamu kesini ngelamar kamu!" ucap Mamak waktu itu. 

"Pacar?" Aku garuk-garuk tengkuk. Perasaan si Yudha tidak memberiku kabar apa-apa. Dia juga sama-sama masih kuliah, masa iya tiba-tiba melamar.

"Iya, ngelamar kamu dan udah Mamak terima, kamu udah cukup umur, Bil. Teman-temanmu juga udah pada gendong anak, mau nunggu apa lagi, toh dia udah siap nikah," lanjutnya lagi.

"Kan Bila masih kuliah, Mak."

"Ya nggak apa-apa, kamu tetep kuliah. Dia juga udah setuju kalo kamu tetep kuliah, malah dia bersedia biayai kuliah kamu."

"Hah. Masa sih, Mak?"

"Iya, makanya kamu cepetan pulang, tanggal pernikahan udah ditentukan!" ucap Mamak lalu telepon dimatikan sepihak.

***

"Dia siapa, Mak?" bisikku saat ada tamu datang yang kata Mamak calon menantunya. Kata Mamak pacarku, tapi aku sama sekali tidak kenal dengan dia.

"Ya calonmu lah?" jawab Mamak enteng.

"Hah?" Aku menganga, hampir saja ada lalat yang masuk, tapi tidak jadi karena takut kutelan hidup-hidup.

"Ish, jangan lebar-lebar, bau jigong!" Mamak menepuk mulutku. 

"Tapi aku nggak kenal dia, Mak." Aku menarik lengan Mamak dan menyeretnya ke dapur untuk berbicara berdua. Seketika pengen nyanyi entah siapa yang salah ... 

"Nggak usah drama deh, wong dia bilang pacarmu kok, katanya kalian udah pacaran lama, terus dia udah siap nikah, ya Mamak terima lah biar kamu di kota ada yang jaga, jadi Mamak sama Bapak juga bisa tenang, lagian Mamak juga udah keberatan bayar kuliah kamu yang nggak murah" jelasnya.

"Tapi sumpah, Mak. Aku nggak kenal sama dia, Mamak kok main terima aja sih, kalo dia orang jahat gimana, terus nanti aku diculik, dibawa kabur jauh atau dijual gimana coba."

"Siapa yang mau njual kamu, nggak laku, yang beli juga rugi, kamu sukanya habisin makanan tok." Ah sekata-kata Mamak. Padahal kan begini-begini juga biasa jadi pahlawan. Sang penyelamat makanan supaya tidak mubasir.

"Bila ... Bila. Udah segini gede kamu masih aja suka ngeles ya kalo nggak mau sesuatu. Tapi sayang Mamak udah kebal sama dramamu itu, dua puluh tahun loh mamak jagain kamu, udah nggak mempan ya kamu bohongin mamak dengan drama aneh-aneh."

"Mak, Bila nggak bohong,Mak sumpah Bila nggak kenal siapa dia!"

Plak! Mamak malah menam par lenganku.

"Nggak boleh bilang begitu, saru! ternyata bener ya kata Abyan, kamu itu selalu berkelit kalau diajak nikah, selalu ada aja alasannya, makanya dia datang diam-diam dan langsung minta sama Mamak-Bapak. 

Tapi memang lelaki yang baik itu seperti itu, nggak cuma sayang-sayangan aja, tapi langsung ke pelaminan, kamu tenang aja, dia bilang dia mau nunggu sampai kamu siap, tapi dia tetap mau akad dulu biar terikat," ucapnya lagi.

"Tapi Mak--"

"Udah udah, Mamak banyak kerjaan, kamu temenin Abyan sana."

Aku mengacak rambutku yang terbungkus jilbab berwarna ungu.

.

"Apa? Ngelamar kamu? Aku belum siap, Bil. Udah segitu ngebetnya kamu pengen kawin?" ucapnya saat aku menelfon. Dasar anak Mami, pasti apa-apa sambutannya marah-marah, ngambek ujung-ujungnya minta putus, tuman. Tapi anehnya kenapa aku masih betah juga sama dia.

"Bukan gitu, Yud. Tapi Mamak Bapakku udah kadung nerima lamaran orang, gimana dong?" 

"Oh gitu? Kamu udah nerima orang lain, nggak sabar nunggu aku selesain kuliah dulu, oke kawin sana!" Bukannya membela, dia malah marah-marah. Boro-boro datang kesini supaya Mamak percaya kalau aku punya pacar dan sudah serius, malah hati tambah gondok jadinya.

Aku memutuskan telepon saat dia masih mengomel. Punya pacar anak Mami memang resiko tinggi. Bukannya dimanja diperhatikan, malah aku yang harus banyak bersabar. 

"Kamu jahat, Bi. Kenapa kamu malah ngelamar tetangga aku?" Saat tengah menyiram bunga, aku samar-samar mendengar percakapan dua orang. Penasaran, akupun mengintip rupanya tetangga sebelah yang sedang berdebat. 

"Bukankah kamu memang belum siap menikah?" 

"Tapi kenapa harus tetangga aku?"

Dia Nadia, dengan seorang pria berperawakan tinggi. Rasa penasaran membuatku mendekat dan bersembunyi di balik pohon Jaka nantang yang rimbun.

Aku berjongkok, sepertinya tidak asing dengan suara lelaki itu. Dari perdebatan mereka sudah bisa ditebak kalau dia itu pacar Nadia. Tapi kenapa mereka bertengkar? Dan, yaa dia bilang melamar tetangga, bukannya tetangga aku, memang bukan hanya aku, tapi yang paling dekat aku.

Aku semakin penasaran, lalu kembali mengintip dari celah-celah pohon, tapi mereka sudah tidak terlihat lagi. Mungkin sudah masuk rumah, atau ...

"Sedang apa kamu?" Demi tuhan, jantung rasanya mau koprol saat suara bariton menegurku dari samping. Aku ketahuan mengintip. Rupanya lelaki yang tadi berdebat dengan Nadia adalah Abyan. Jadi ... Yang seharusnya dia lamar itu Nadia bukan aku.

Terlalu kaget dengan sapaan dan fakta di depan mata, aku sampai mengarahkan selang ke wajahnya.

.

Aku melirik lelaki yang sedang tidur memunggungiku. Niat hati mau bicara baik-baik, tentang kesalahpahaman yang berujung pernikahan ini. Tapi malah berujung kekesalan karena dia menyebalkan.

Sejak awal bertemu, kami memang tidak saling bicara. Dia lebih suka berbicara dengan Mamak dan Bapak. Entah kenapa, selalu ada saja kendala saat aku mau bicara berdua saja. Aku cuma mau meluruskan, kalau memang sasaran lamaran adalah tetangga sebelah, biar kubantu jelaskan pada keluarga, supaya tidak terjadi pernikahan yang tidak diinginkan begini.

Aku memejamkan mata, bersiap menjemput mimpi. Tapi baru saja terpejam, mataku terbuka karena tepukan di lengan berkali-kali.

Aku mengerjap, Abyan sudah berdiri di sisi ranjang, tepat di sampingku. 

"Apaan sih?" Aku menggeliat lalu menarik selimut yang sempat tersingkap.

"Bangun!" ucapnya datar. Mau apa sih dia, aduh jangan-jangan ...

Aku segera beranjak. Baju, celana, semua aman. Aku menunduk mengecek kancing piama, masih rapet semua.

"Kamu mau menodaiku ya, tadi sok kegantengan bilang masih mau jadi perjaka, nyatanya tergoda juga kan sama aku!" 

"Saya nggak akan tergoda sama wanita yang tidurnya kaya kebo!"

Apa? Aku mendelik, lalu membenahi posisi tidurku yang sudah melintang. Kasur yang minim ini sudah kukuasai semua. 

"Apa setiap malam kamu cosplay jadi Rock Lee dengan Konoha Senpu--nya?" 

Konoha senpu?

Jangan-jangan dia terkena jurus tenda ngan ma utku, sampai jatuh ke lantai dan kejedot meja. Buktinya dia mengusap-usap dahinya.

"Sepertinya saya harus punya guru khusus biar bisa menangkis tend angan kamu tiap malam

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh Kesasar   Ending

    Allah punya cara sendiri dalam menjodohkan ummatnya. Ada banyak cara unik Allah dalam menemukan jodoh, seperti halnya aku dan Mas Abi, yang berjodoh dengan cara nyasar.Kalau dipikir-pikir memang tidak nalar. Tapi beginilah jalannya. Dan meski begitu, pada akhirnya kami bisa saling mencintai dan saling melengkapi.***“Papa ....” Bocah kecil itu tertatih menghampiri Mas Abi yang baru pulang kerja.“Hay Putri.” Mas Abi menyambutnya dengan membuka kedua tangannya dan Faza langsung meraih tubuhnya dengan langkah tertatih karena belum lancar berjalan.“Sini sama mama dulu, Papa baru pulang, masih capek.” Aku bermaksud memindahkan Faza ke gendonganku tapi dia menggeleng cepat malah bersembunyi di leher Mas Abi.“Udah nggak apa-apa, bikinin teh aja ya,” pinta Mas Abi. Dia lalu mengangkat tubuh Faza tinggi-tinggi membuatnya tertawa.Aku segera membuatkan teh dan menyiapkan air untuk Mas Abi. Setelah air siap, aku membawakan secangkir teh ke ruang tengah, tapi di sana tidak ada. Kuletakkan sa

  • Jodoh Kesasar   Obat Hati

    Sudah tiga hari aku kembali ke rumah, selama itu pula aku tidak pernah menyentuh Faza kecuali saat memberinya ASI, itupun karena Mas Abi yang meminta, memerah ASI-pun karena bengkak dan sakit sehingga terpaksa aku melakukan pumping...“Kamu kenapa?” Mas Abi merebahkan diri di belakangku, tangan besarnya melingkar di perutku.“Nabila,” panggilnya lagi karena aku masih bergeming.Dia lalu mengangkat tubuhku membuatku duduk dan berhadapan dengannya.“Sini cerita sama saya,” ucapnya sambil menatapku dalam. Bahkan saking dalamnya, aku sampai takut tenggelam.“Hey!” Dia mengangkat daguku karena tetunduk.“Aku ... Aku ... Huwaaa ....” Bukannya berbicara, aku malah gegerungan persis anak kecil minta mainan. Entah kenapa perasaanku begitu aneh. Seperti ada sesuatu yang menghimpit di dada.Dia menarikku ke dalam pelukannya, membuatku merasa nyaman dan semakin menumpahkan tangis di sana.“Sudah bisa cerita?” tanyanya setelah aku puas menangis. Dia merenggangkan pelukan dan mengusap air mataku

  • Jodoh Kesasar   Baby Blues Syndrome

    Aku membuka mata perlahan, memandang ruangan yang di dominasi warna putih.“Nabila, kamu sudah sadar?” Mas Abi yang berada di sampingku mendekatkan wajahnya.“Memangnya aku pingsan?” tanyaku balik dengan lirih. Entah kenapa tenagaku seperti habis terkuras.“Alhamdulillah,” lirihnya. Dia lalu menghujaniku dengan ciuman.“Terimakasih sudah berjuang,” ucapnya lagi sambil mengecup jemariku.Berjuang? Apa aku habis perang melawan penjajah?“Sebentar saya panggilkan dokter.” Dia lalu keluar dan kembali lagi dengan seorang dokter laki-laki.“Alhamdulillah, sudah bisa pindah ke ruang perawatan,” kata dokter muda itu setelah memeriksaku.“Alhamdulillah,” ucap Mas Abi masih tetap menggenggam erat jemariku.Aku lalu pindah ruangan. Brankar di dorong oleh beberapa petugas. Selama perjalanan, Mas Abi tidak melepas genggamannya. “Nabila ... Alhamdulillah, Nduk.” Mamak tergopoh-gopoh memasuki ruanganku. Dia memelukku penuh haru. Begitupun Bapak, yang tak henti mengusap kepalaku.“Laper, Mak,” renge

  • Jodoh Kesasar   Lelah

    Pak Santoso, adalah driver taksi yang sudah disiapkan Mas Abi untuk keadaan darurat. Akhir-akhir ini Mas Abi sering tugas di luar kampus, jadi dia mem-booking Pak Santoso agar siap siaga kapanpun dibutuhkan..."Baru pemukaan tiga, sabar dulu ya, Mbak. Nanti setengah jam lagi kita cek lagi. Tidurnya miring ke kiri," ucap seorang bidan yang menanganiku."Masih lama nggak?""Nanti tunggu pembukaan sepuluh, sabar ya."Haduh. Pembukaan sepuluh, sedangkan ini baru pembukaan tiga saja sudah sesakit ini. Bagaimana kalau sampai sepuluh, apa aku akan kuat."Mak, panggilin Mas Abi. Aku mau Mas Abi sekarang!""Iya-iya." Mamak mengambil ponsel dan menelepon Mas Abi."Maakk ...." Setengah menjerit aku memanggil Mamak karena perut rasanya seperti ditekan."Sabar, Bila. Banyakin berdoa biar bayi kamu keluar dengan selamat dan kamu juga selamat--""Argggh ...." Aku mengerang, saat ini aku tidak butuh nasehat, aku cuma butuh Mas Abi di sampingku."Jangan ngeden dulu ya, Mbak, ini sudah pembukaan tuju

  • Jodoh Kesasar   Welcom Baby

    "Kamu kenapa cengar-cengir gitu, Bil?" Mamak menatapku khawatir menyadariku bertingkah tidak biasa. Sejak pagi, aku merasa perutku mengencang, rasanya mau buang air besar, tapi saat ke kamar mandi rasa mulas hilang."Nggak apa-apa, Mak. Perut Bila cuma agak kenceng aja," jawabku. Aku tidak mau membuat Mamak khawatir, apalagi sekarang Mas Abi sedang mengisi seminar, jadi aku tidak bisa bermanja-manja.Tetap kupaksakan diri ke laundry, meski perut sebentar kencang sebentar tidak. Aku tetap mau pergi agar tidak terlalu merasakan sakit. Tapi sepertinya Mamak bisa menangkap gelagatku yang sering menahan sakit."Kami tetap mau ke Loundry, Bil? Rumah aja lah, Mamak kuwatir kamu lairan di sana.""Ya kalo kerasa nanti kan tinggal berangkat ke rumah sakit, Mak," elakku."Nggak-nggak! Kamu tetep rumah aja, udah siapin keperluan yang mau dibawa buat lahiran?" tanya Mamak seolah-olah aku sudah mau lahiran."Udah si, Mak.""Baju ganti kamu, terus perlengkapan bayi udah belom?""Udah." Aku ingat nas

  • Jodoh Kesasar   Love sekebon

    "Ya sama kampungku, Mas, emang sama siapa?" "Bukan sama seseorang yang ada di kampung?""Mas apaan, sih posesif gitu." Aku merengut. Padahal kan aku benar-benar rindu dengan suasana kampung...Sesuai perkiraan Mas Abi, hari ini Mamak dan Bapak sampai. Jam lima sore, mereka sudah sampai di rumah. Aku menyambutnya dengan pelukan hangat. Rindu sekali dengan Mamak yang bawel, dan Bapak yang apa adanya."Nabila, kamu tuh udah hamil segede itu malah jingkrak-jingkrak, nyeri Bapak lihat perutmu mentul-mentul," ucap Bapak. "Ho'oh, weteng wes gede ngono, egen pecicilan wae, Bil Bil." Mamak turut menimpali. "Kangen banget, Mak. Kan Bila seneng, akhirnya Mamak nemenin Bila disini, besok Bila ajakin jalan-jalan ke Mall, Mak." Aku memeluk Mamak lagi. Bapak melihatku sambil geleng-geleng kepala.Aku lalu mengajak mereka ke kamar yang sudah di persiapkan. Ruangan kosong yang sebelumnya dijadikan gudang, disulap jadi ruang kerja, sedangkan ruang kerja yang awalnya memang kamar tamu, dijadikan ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status