Di pihak Sasa, setelah Badai melepas pelukannya, ia lirik Badai dari kaki hingga kepala. Lelaki ini sempurna seperti yang selalu dilihatnya. Kini, jauh lebih sempurna dan memesona dengan seragam Pakaian Dinas Upacara membalut atletis tubuhnya.
"Letnan Satu," gumam Sasa masih tidak percaya. 'Mafia? Geng motor? Preman? Lo gila udah sempat mikir tangan kasarnya gara-gara dia jadi tukang nyangkul, Sa!' "Siap!" sahut Badai sigap. "Kenapa?" tanya Sasa singkat. 'Kenapa jadi tambah ganteng banget ni orang.' "Ya? Ijin," Badai menatap Sasa bingung. "Ah, kamu ada dalam misi saya," ucapnya. "Bukan, bukan itu yang aku maksud. Kenapa kamu mau dijodohin sama aku? Apa karena itu perintah dari Ayah?" Ada jeda panjang setelah Sasa melempar pertanyaan jebakan itu. Badai tak buru-buru menjawab, salah langkah, ia bisa kehilangan respect Sasa terhadapnya. "Kamu punya Arleta, calon istri yang kamu banggain," ucap Sasa lagi, tak sabar menunggu tanggapan dari Badai. "Ijin, biar kamu tau aja, calon istri yang selalu saya ceritain ke kamu itu, nggak lain adalah Sakura Kadita Rumi, Cherry Blossom," sebut Badai hati-hati. "Liar! You are liar!" cerca Sasa tak percaya. "Cantik, kamu ceria, kamu baik dan dari keluarga yang keren, itu yang saya bilang soal calon istri saya. Kamu, apa saya salah?" "Salah! Kamu salah banget, salah sepenuhnya!" sambar Sasa cepat, matanya masih menyimpan kemarahan yang tak mudah padam. Jakun Badai naik-turun tak teratur. Seperti Sasa, sebenarnya ia pun tak pernah menyiapkan diri untuk pertemuan resmi ini. Damar tidak memberinya kabar bahwa Sasa akan ikut dalam acara peringatan hari ini. Jadi, saat ia melihat sosok Sasa ada di kursi kehormatan bersama sang ibunda, ia sempat kebingungan dan gugup. "Kamu nyium aku cuma buat ketemu lagi dalam situasi yang kayak gini? Kesempatan banget ya kamu, Dai!" sengal Sasa masih belum reda kekecewaannya. "Aku ceritain soal jodoh dari Ayah ke kamu dan ternyata aku nyeritain orang yang sama, demi apa begonya aku!" "Ijin, saya bener-bener nggak niat buat bikin kamu kecewa dan marah gini Sa. Ada penjelasan yang harus kamu pahami," terang Badai sabar sekali. "Penjelasan apa? Soal perasaanku? Soal yang kamu rasain? Soal Arleta?" "Arleta adalah urusan lain." "Nope! Dia penting karena kamu terlanjur cerita ke aku. Dan aku harus bilang ke Ayah kalau dia udah ngejodohin aku sama pacar orang!" "Sa," Badai mendesah lemah, tak bisa berusaha tetap dalam mode formal. "Sebelum ketemu kamu dan kenal kamu sejauh ini, meski perjodohan itu perintah, aku nggak nerima gitu aja. Perintah yang kujalanin adalah ngejagain kamu selama di kampus. Kamu nggak tau gimana hubunganku sama Arleta sepanjang dua tahun belakangan, jadi ketika aku mutusin buat setuju nikah sama kamu, aku punya alasan yang kuat buat menepis Arleta!" tegasnya. Plak! Satu tamparan keras dari Sasa mendarat di pipi Badai tanpa bisa diantisipasinya. Air mata itu membanjir lagi di wajah cantik Sasa yang berubah memucat karena kelelahan yang dideritanya. "Kamu pikir kamu siapa sampe merasa berhak buat bikin keputusan begitu?" tantang Sasa berani. "Nggak akan ada pernikahan Dai! Jangan pernah berani buat ngungkit ini lagi!" ancamnya serius sekali. Sasa turun dari ranjang pembaringannya. Ia dorong dada Badai agar lelaki tampan ini minggir dari jalannya. Tanpa menoleh lagi, Sasa melangkah menuju pintu, berniat pergi. "Apa ini masih karena Arleta?" tanya Badai pada Sasa yang akhirnya berhenti di ambang pintu. Sasa tak menjawab. Bukan lagi urusannya jika Badai membahas Arleta. Yang jelas, sejak awal ia tidak pernah mau berbagi hati Badai dengan perempuan manapun. Jadi, ketika itu masih tentang Arleta, juga kenyataan mengejutkan yang baru saja Sasa terima, hatinya lelah, biar saja menyerah. "Sa!" Badai mengejar, berusaha meraih jemari Sasa dan tak peduli dengan beberapa orang yang memperhatikan. "Ini tentang kamu! Semua karena kamu!" sengal Sasa menepis jemari Badai yang menggenggam pergelangan tangannya. "Aku benci sama kamu, Dai!" cecarnya sambil berlalu. Badai tak lagi mengejar, ia biarkan Sasa agar lebih tenang. Kenapa? Kenapa rasanya begitu sakit dan pahit di tenggorokan saat Sasa tak lagi melihatnya dengan rasa yang dulu pernah dimilikinya? 'Rasanya kenapa pait banget gini? Serasa gue ditinggal calon istri beneran.' ### -I found a guy, told me I was a star, he held the door held my hand in the dark. And he's perfect on paper but he's lying to my face, does he think that I'm the kinda girl who needs to be saved?- "Olivia Rodrigo_All I Want"Interaksi mesra keduanya, juga candaan Badai yang kini seringkali menghangatkan suasana membuat Sasa tak hanya menikmati bulan madu mereka, tapi juga menyembuhkan semua rasa sakit yang bertubi diterimanya. Badai membuat Sasa tidak pernah menyesali satupun keputusan yang diambil setelah mereka saling mengenal dan berbagi rasa, termasuk kekecewaan saat tahu bahwa Badai pernah dinikmati perempuan lain. Kini, Sasa sudah berlapang dada menerimanya. Ia juga tak mau ambil pusing dengan apapun yang Arleta perbuat untuk meretakkan hubungannya dengan Badai. Semakin lama, ia akan kebal dengan sendirinya."Cari makan di pinggiran danau aja ya Yang?" tawar Badai setelah ia dan Sasa siap untuk menikmati sore hari Luzern yang menawan."Emang ada yang buang Mas?" tanya Sasa polos sekali."Yang buang?" alis Badai bertaut."Lha katanya mau nyari," gumam Sasa."Apa sih Nduk," Badai terbahak. "Maksudku beli, bukan nyari dalam arti yang sebenernya," terangnya."Iya, aku juga cuma bercanda, bukan karena ak
Adalah Luzern, kota kecil dengan pemandangan indah nan romantis di malam hari ini yang akhirnya ditetapkan Sasa dan Badai untuk menghabiskan sisa waktu 8 hari mereka setelah dua hari tinggal di Frankfurt, Jerman. Badai tahu, Luzern adalah kota sempurna bagi ia dan Sasa untuk menumbuhkan cinta, merajut kembali asa pernikahan mereka yang sempat koyak karena perpisahan dan rasa sakit yang sempat melanda. Suasana kota yang tenang, aroma angin yang manis, juga pemandangan alamnya yang menakjubkan langsung membuat Sasa jatuh cinta. "Kota ini adalah pilihan yang tepat banget buat bulan madu," bisik Sasa sambil sesekali menggigiti telinga suaminya sensual. Badai tersenyum simpul, tangannya sudah menangkup kedua dada Sasa yang tanpa balutan. Musim dingin baru saja berlalu, cuaca menghangat, matahari bersinar cerah. Baru siang tadi mereka tiba di hotel dan berniat untuk berjalan-jalan sore harinya. Alih-alih beristirahat, sang pengendali naga tak tahan untuk melakukan aksinya."Aku goyang Mas
"Bentar," Badai menepuk pundak istrinya sebentar dan berjalan mendekati seorang petugas avsec di dekat pintu keberangkatan bandara.Melihat keanehan suaminya dan bagaimana Badai dan dirinya dikawal oleh petugas itu menuju check in counter tentu saja membuat Sasa bingung. Namun, ia tidak banyak bertanya, ia ikuti saja langkah Badai yang melepas genggaman tangannya untuk mengurus dokumen keberangkatan bulan madunya."Kenapa sih Mas? Ada masalah sama dokumen kita?" tanya Sasa sambil melempar senyum dan melambaikan tangan pada beberapa orang wartawan."Enggak, aman aja," jawab Badai."Terus tadi ngapain?" gumam Sasa penasaran."Badai kudu dipisahin sama pacarnya kan kalau lagi naek pesawat?""Hem?" dahi Sasa berkerut, bingung dengan maksud sang suami. "Aku? Kita nggak bisa duduk deketan di pesawat?" tanyanya sedikit panik."Nggak gitu," Badai menahan tawa. Dibawanya Sasa duduk setelah tiba di executive lounge. "Ini kan penerbangan sipil, handgun-ku musti didaftarin dulu dan dititipin, ala
Arleta tercekat, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain lanjut berjalan dan turun dari pelaminan. Hatinya tak menyangka, Badai akan sekejam itu padanya dan keluarga."Siapa Ibuk?" tanya Sasa heran."Mamanya," desis Badai. "Aku biasa manggil Ibuk ke beliau," tambahnya.Sasa mengulum bibir merah meronanya, hatinya tergerak, "Mungkin kita nggak boleh terlalu kejam Mas. Sekedar jenguk pun aku nggak akan keberatan," ujarnya."Aku udah nitip salam, itu udah cukup Nduk," kata Badai mantap. "Aku harus jaga perasaan banyak orang, sedangkan dia justru berusaha menyakiti dirinya sendiri dan mamanya dengan memelihara harapan. Aku sekarang adalah suami orang. Banyak pelajaran yang kuambil setelah kita sama-sama dipisahkan. Jadi, biarin kujaga kamu dan keluargaku sebaik mungkin!" ikrarnya.Sasa tak lagi membantah. Jika ini memang keputusan yang sudah menjadi keyakinan sang suami, ia tinggal mengikuti. Sebenarnya Sasa juga bahagia karena Badai menjadikannya prioritas utama dengan tak lagi memedulik
Akhirnya, apa yang Sasa impi-impikan sebagai pernikahan khayalan masa kecil putri cantik Damar, terlaksana. Berbalut kebaya modern nan elegan, Sasa menuntaskan langkahnya di samping Badai dalam prosesi pedang pora nan sakral. Sebagai tanda jasa karena pengorbanan luar biasa Badai dalam menyelesaikan perlawanan Organisasi Kriminal Bersenjata bersama tim, ia dianugerahi kenaikan pangkat. Kini, Sasa adalah istri seorang Kapten Akai Badai Bagaspati. "Kamu sengaja ngebiarin banyak wartawan yang ngeliput acara kita?" gumam Badai berbisik pada sang istri saat keduanya menyelesaikan prosesi pedang pora dan duduk di pelaminan. Sasa mengangguk, "Iya, biar aku nggak diserang sama rumor jahat lagi. Jadi, nanti kalau aku hamil, aku bisa menikmati kehamilanku dengan bahagia dan tanpa beban. Jujur, aku ngerasa bersalah banget karena selama kehamilanku dulu, aku nggak jaga Gala dengan baik Mas," ungkapnya. "Bukan salah kamu Nduk, semua udah jadi kehendak Allah, gitu kan kata kamu?" "Iya Mas, tapi
Melajukan mobil kesayangan Badai itu meninggalkan halaman rumah, Sasa menemukan jalanan sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berangkat menuju tempat kerja. Meski ramai lancar, Badai tetap saja khawatir dan merasa was-was saat sopirnya adalah Sasa, si labil manja nan imut itu."Apa aku perlu nemuin Arleta ya Mas?" tanya Sasa memecah keheningan, setidaknya ia membuat Badai lupa pada ketegangannya."Buat apa?" gumam Badai bingung."Kita nikah udah lama, udah banyak yang terlalui berdua kan ya? Kok dia kayak masih nggak rela ngelepasin Mas Badai gitu.""Terus kamu mau ngomong apa kalau udah ketemu sama dia?" tantang Badai.Sasa mengedikkan bahunya, "Ngobrol sebagai selayaknya perempuan yang udah pernah menikmati Mas Badai," katanya santai sekali."Nduk!" Badai mendesis."Emang bener gitu kan? Setelah dulu nggak berhasil nyerang kepercayaanku ke Mas Badai, sekarang dia nyoba nyerang aku secara mental lewat media sosial," desis Sasa terdengar kesal tapi tak tahu harus bagaimana melampi