Samsak yang digantung bergoyang ketika tangan kecil Li Xiao Le meninjunya dengan keras.
Ingin menyerah dan memberitahu pada kakek Li atas niatnya, tapi hati mendadak sakit. Sebelum tinggal di Hefei, Li Xiao Le merasa sangat hebat dan mandiri. Dikendalikan seperti ini hanya membuatnya marah. Masih ragu jika menikah dengan Zhang Zui adalah pilihan yang benar. Dari kejauhan Li Jingmi mulai mendekat, dia tahu suasana hati adiknya sedang tidak baik. "Kakek memarahimu lagi?" tanya Li Jingmi pelan. Li Xiao Le mengangguk samar, sementara tangannya terus meninju dengan penuh amarah. "Karena kamu kabur tadi pagi?" Lagi Li Jingmi bertanya. 'Apa lagi?' batin Li Xiao Le tanpa mengangguk. Namun, Li Xiao Le segera menghentikan tinjunya meski amarahnya belum cukup tersalurkan. Dia duduk di lantai dengan peluh yang membasahi seluruh tubuh. Diikuti oleh Li Jingmi yang juga duduk di sampingnya. "Memang kamu pergi ke mana?" "Tidak pergi ke mana-mana, hanya berusaha menghindari kencan buta bodoh itu," jawab Li Xiao Le dengan pandangan kosong yang melayang di udara, napasnya sedikit terengah. Sementara tangannya menapak di lantai, menopang tubuh mungilnya yang sudah terasa lelah. Lantas berucap pelan memanggil kakaknya. "Kak Jingmi." "Hmm?" "Kenapa kakek begitu mengekangku, tapi tidak denganmu?" "Kata siapa? Apa kamu tidak lihat? Kemanapun aku pergi, para pengawal juga terus mengikutiku. Kita diperlakukan sama, karena kakek sangat menyayangi kita." Li Xiao Le menghela napas kasar, dan menyampaikan ketidakadilan yang dirasakannya. "Tapi kamu bebas kemanapun kamu ingin pergi, sementara aku tidak." "Aku juga tidak pernah pergi kemana-mana, aku cuma keluar untuk bekerja saja." Pandangan Li Jingmi juga menerawang di udara, sebenarnya dia sendiri juga tidak tahu apa yang dia inginkan, selama ini dia hanya hidup sesuai dengan arahan kakeknya saja. "Kenapa Kakek tidak membiarkan aku bekerja juga? Sepanjang hari aku hanya menghabiskan waktu dengan sia-sia tanpa mengerjakan apapun. Bukankah kalian tahu, sejak kecil aku sangat senang membuat vlog? Kenapa sekarang kakek melarangku juga?" Li Jingmi tersenyum dan menjawab, "Karena kamu adalah cucu kesayangan, kamu tidak perlu bekerja keras untuk menghasilkan uang, karena kakek sudah mencukupi semua kebutuhanmu." "Kalau begitu, berikan aku gadget, aku sangat membutuhkannya sekarang." Senyum Li Jingmi luntur, dia terdiam. Selalu begitu, setiap kali meminta gadget kakek Li selalu tidak mengabulkannya, begitu juga dengan Li Jingmi. Itu sangat aneh, membuat Li Xiao Le menghela napas kasar. "Aku merasa kalian sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Aku seperti telah kehilangan sesuatu yang penting, tapi aku tidak tahu apa itu," lanjut Li Xiao Le, pandangannya masih tampak kosong. "Xiao Le, kamu hanya berpikir berlebihan. Kami semua sangat menyayangimu, kami tidak akan menyembunyikan apapun darimu." "Kalau begitu kembalikan paspor ku, aku ingin kembali ke negara I, aku tidak senang tinggal di sini." Alis pekat Li Jingmi berkerut. "Xiao Le, bagaimana kami tega membiarkan gadis kecil sepertimu tinggal sendirian di sana?" "Kak Jingmi, aku tidak sendirian, ada ibu di sana." "Tapi kamu tidak mau tinggal serumah dengan Ibu." "Tidak bisakah kalian berhenti mencemaskanku secara berlebihan? Aku sudah cukup dewasa, aku sudah bisa membeli rumah sendiri, tentu saja aku akan tinggal di sana." Setelah ayahnya meninggal, ibu mereka menikah lagi, membuat Li Xiao Le enggan tinggal bersamanya. Tapi juga tak ingin tinggal dengan kakek Li. "Lebih baik membuatmu kesal dari pada membiarkanmu tinggal sendirian di sana," Li Jingmi berkata dengan asal-asalan membuat Li Xiao Le berdecak kesal. "Ya sudah, ajak aku keluar sekarang. Aku ingin makan di restoran hotpot." Kali ini Li Jingmi yang menghela napas kasar. Sudah pasti Li Xiao Le ingin menyakiti diri sendiri saat ini. Setiap kali ingin menangis Li Xiao Le selalu mengajak Li Jingmi makan di restoran hotpot dengan level paling pedas, sehingga semua orang mengira dia menangis karena kepedasan, bukan karena sedih. "Pergi saja sendiri, aku tidak ingin melihatmu menangis." Li Jingmi menjawab dengan asal-asalan. "Apa kamu pikir kakek akan mengizinkanku pergi, jika aku tidak mengajakmu?" Kekesalan Li Xiao Le semakin menjadi. Akhirnya Li Jingmi kembali menghela napas tidak berdaya, hatinya yang rapuh tidak tega melihat Li Xiao Le terus merasa sedih. Restoran hotpot tak jauh dari rumah tampak ramai, Li Xiao Le duduk tenang sembari mengaduk daging di kuah pedas yang mendidih. Lantas menyantap daging tersebut sambil berlinang air mata. "Xiao Le, sudah cukup. Apa kamu ingin menyiksa lambungmu?" Li Jingmi merebut botol bir dari tangan Li Xiao Le. Makanan pedas dan alkohol ini sangat tidak baik untuk kesehatan lambung. Tapi, Li Xiao Le kembali menyahut botol bir dari tangan Li Jingmi, dan berkata dengan nada terseret, wajahnya pun sudah sangat merah. "Kak Jingmi, kamu benar-benar tidak punya selera. Kita harus menikmati makanan secara maksimal. Hotpot dan bir adalah perpaduan yang sangat sempurna, jangan halangi aku untuk menikmatinya." Li Xiao Le kembali menyesap botol bir di tangannya. Entah sudah berapa botol yang telah ia habiskan. Gadis itu semakin mabuk dan tidak terkendali, kepalanya kini mulai tertunduk dengan tangan memegangi dadanya sebelah kiri. Li Xiao Le terisak. "Aku sangat merindukannya," gumamnya lirih sambil terus menekan dada sebelah kiri. Lagi Li Jingmi menghela napas kasar. 'Tch … mulai lagi dia ….' Begitu katanya dalam hati. Setiap kali Li Xiao Le mabuk, dia selalu seperti ini. Li Xiao Le terus mengucapkan, 'aku sangat merindukannya', tapi setiap kali ditanya, kamu merindukan siapa? Li Xiao Le hanya menggelengkan kepala sambil terus menangis. Li Jingmi hanya bisa memeluk Li Xiao Le dan mengelus kepala adiknya dengan pelan dan perlahan. Tidak tega melihat adiknya sangat sedih dan tertekan seperti ini. Makanan Sichuan yang pedas gurih dengan sensasi asam manis itu tak lagi menarik untuk dinikmati. Sekali lagi Li Jingmi menghela napas, dan berkata, "Sudah, ayo kita pulang." Li Jingmi menggendong Li Xiao Le di punggungnya meninggalkan restoran yang tidak jauh dari rumah mereka. Tapi setelah beberapa saat berjalan, Li Xiao Le merosot dari punggung Li Jingmi usai melihat sungai yang mereka lewati. Li Xiao Le berdiri di depan pagar jembatan, menatap riak air yang tidak begitu deras, namun menimbulkan kilatan cahaya ketika diterpa gemerlapnya lampu kota yang terang. Riak air itu seperti mengingatkan dia akan sesuatu, tapi dia tidak tahu apa itu. Kerinduannya pada seseorang juga kian membelenggu batin, yang sebenarnya dia tidak tahu siapa yang sedang dia rindukan.Di salah satu ruangan hotel Li Xiao Le masih menangis tersedu-sedu sembari memegangi dadanya sebelah kiri.Bukan hanya dadanya yang sakit, serpihan ingatan samar saat mengenakan gaun pengantin juga datang silih berganti dengan tidak jelas, membuat kepalanya seperti ditusuk serpihan duri.Dia terus meraung kesakitan membuat orang yang menjaganya khawatir.Namun, saat melapor kepada kakek Li, mereka hanya mendapatkan cibiran kental."Biarkan saja."Kakek Li mengira Li Xiao Le menggunakan sedikit trik untuk mencoba melarikan diri.Kekek Li sudah tidak bisa mentolerir lagi, terlebih keluarga Zhang terus mendesak dan mempertanyakan status Li Xiao Le dengan Timmy.Kemunculan Li Xiao Le di layar kaca bersama Timmy saat menghadiri acara award, dan juga ketika Li Xiao Le mencium Timmy agar dibelikan jagung bakar itu juga tertangkap oleh kamera.Dan sekarang menjadi topik menggemaskan para fans di dunia maya.Terlebih saat aksi kejar-kejaran Li Xiao Le dengan Timmy kala meminta kaos di pelatara
Suasana ricuh tak bisa dielakkan sesampainya Timmy di Lianchen hotel.Wei Lian dan Wang Wei yang berjalan di depan segera menjejak dan memberi pukulan pada anak buah kakek Li yang mencoba menghalangi langkah Timmy untuk menemui istrinya.Timmy masih berjalan dengan tenang juga langkah yang lebar, ujung mantel abu-abu selutut yang ia kenakan bergerak melambai mengikuti irama langkah kakinya yang jenjang.Kilat matanya yang tajam fokus menatap ke depan, seakan tidak terpengaruh oleh baku hantam dua pengawalnya yang sedang membukakan jalan untuknya.Anak buah kakek Li kian berdatangan, Wei Lian dan Wang Wei semakin sibuk berbaku hantam di lobi hotel dengan begitu ricuh.Timmy pun juga sudah tidak bisa tinggal diam, kakinya segera menjejak setiap orang yang berusaha menghalangi.Tangan kokok yang ia miliki juga bergerak lincah menghantam wajah, punggung, dan apapun yang bisa dia hantam untuk memuluskan perjalanannya menemui sang istri demi mencegah pernikahan tidak masuk akal itu terjadi.
Senyum Timmy masih melengkung indah tatkala mengingat wajah cantik yang tersipu setelah kecupan lembutnya dini hari tadi.Jantungnya berdebar ….Sebahagia ini membuat Li Xiao Le senang.Terlebih saat Gendut menyerahkan hasil tes kesehatan Li Xiao Le.Meskipun sudah tahu bahwa Li Xiao Le hamil, tapi bukti otentik ini masih saja menimbulkan ekspresi histeria di wajah Timmy.Itu adalah senjata kuat untuk memenangkan hati kakek Li.'Aku akan segera menjemputmu Xiao Le.'"Cie... cie… ada yang berbunga-bunga nih, mau jadi ayah," ledek Gendut dengan ekspresi nyinyir.Timmy sangat bahagia hingga tak dapat menahan diri untuk menggila.Dipeluknya tubuh gempal gendut sembari tertawa lebar penuh suka cita."Ahahaha… astaga Bos, apa yang kamu lakukan? Nyonya Li bisa salah paham jika melihatmu seperti ini," pekik Gendut melihat tingkah majikannya yang seperti kejatuhan durian runtuh.Tapi bukannya melepas pelukannya Timmy justru mengguncang-guncang tubuh Gendut dengan gemas, hingga tubuh gempal it
Para penjaga mengira Li Xiao Le akan kabur. Membuat Li Xiao merengut sebal, dan mulai mengiba memelas."Kak Timmy, aku tidak bisa ke situ. Cepat ke sini!"Timmy tersenyum dan mendekat membawa paper bag di tangannya.Tanpa memperdulikan dua pengawal yang mengawasinya, Li Xiao Le memeluk Timmy dengan erat dan menghirup dalam-dalam aroma maskulin yang sangat ia rindukan.Timmy kembali tersenyum dan mencium puncak kepala Li Xiao Le. "Aku membawakan apa yang kamu minta.""Terima kasih, tapi biarkan aku seperti ini dulu, aku sangat merindukanmu.""Aku juga, bagaimana kabarmu dua hari ini? Apa masih mual-mual?""Hanya di pagi hari saja, selebihnya aku baik-baik saja.""Oh ya, aku juga membawakanmu vitamin sesuai dengan resep dokter Han, jangan lupa meminumnya secara teratur ya.""Aku sudah tidak sakit, kenapa harus minum obat?""Bukan obat, ini cuma vitamin, supaya kamu kuat dan tidak gampang pingsan seperti kemarin. Aku sangat khawatir jika kamu gampang sakit.""Iya, iya, aku akan meminumny
Dua hari Li Xiao Le sudah merasa sangat tenang, batang hidung Zhang Zui tak lagi tampak di kediaman keluarga Li. Tapi ada hal lain yang justru mengusik kedamaiannya. Ngidamnya mulai tak aturan. Pukul dua dini hari dia masih marah-marah menginginkan makanan tertentu, membuat para pelayan puyeng. Sementara di sisi lain Timmy baru saja selesai menghadiri acara, perasaannya sedikit terusik dan sangat ingin menghubungi Li Xiao Le. Namun, bukan hanya tidak mendapatkan sapaan sayang, Timmy justru menemukan suara yang melengking-lengking menusuk pendengaran. "Xiao Le, kamu ini kenapa? Pagi-pagi buta begini berteriak-teriak seperti itu, kenapa kamu belum tidur?" tanya Timmy sambil menjauhkan ponselnya dari daun telinga. "Tentu saja belum tidur, kalau sudah, mana mungkin aku bisa menjawab panggilanmu. Sudah aku bilang aku tidak mau ayam seperti itu!" "Xiao Le, kamu ini bicara apa?" Timmy semakin bingung dengan teriakan tidak jelas Li Xiao Le. "Eh, maaf, maaf, bukan kamu, tapi aku sedang
Kakek Li kembali ingin memukul Li Xiao Le, tapi saat itu Zhang Zui tertatih keluar dari toilet, perhatiannya terpecahkan kemudian menurunkan tongkatnya."Xiao Zhang, bagaimana keadaanmu?" tanya kakek Li pelan dengan suara sangat prihatin.Zhang Zui belum bisa menjawab lantaran napasnya tersengal, juga saking lemasnya akibat menguras seluruh isi perut selama satu jam lebih."Lihat, kelakuanmu pada calon suamimu, dia sampai lemas seperti itu." Kakek Li tidak berhenti merutuki Li Xiao Le.Li Xiao Le mengintip Zhang Zui yang duduk lemas tidak berdaya, lengkap dengan wajah pucatnya di atas sofa."Maaf," ucap Li Xiao Le pelan dari balik tubuh kakaknya."Apa begitu caramu meminta maaf pada calon suamimu?" bentak kakek Li."Aku takut dipukul Kakek kalau mendekat ke situ, dari tadi Kakek ingin memukulku 'kan!""Haish… kamu ini…." Kakek Li melayangkan tongkatnya ke udara lagi, kembali ingin memukul Li Xiao Le yang bersembunyi di belakang tubuh kakaknya."Jangan pukul dia, Kek!" Zhang Zui bersua