Share

Ditolong Orang

Penulis: Mega Silvia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-09 14:53:20

"Maksudmu, dengan meninggalkan Mas Fawaz bersama hewan liar itu, apa Pier?!" kutip Ayla semakin histeris. Ia mencoba menahan isakkan tetapi derai air matanya terus turun deras. Wajahnya memang tidak ditatap Pierre secara langsung. Tapi kesedihan Ayla telah memutari palung hati pemuda tersebut.

"Maaf, Mbak." Pierre berucap lirih masih bisa mendengar suara sesenggukkan Ayla dan setelahnya ponsel itu luruh dari tangannya. Pierre tidak lagi kuat menahan rasa bersalah yang menusuk tepat di jantung.

Baik Irsyal, Yunus mau pun Bima melihat Pierre dengan pandangan kasihan. Tidak ada lagi mulut-mulut yang berusaha menyalahkannya. Karena mereka tahu, perasaan bersalah sudah terpatri di dalam dada Pierre.

***

"Ndok.., Ndok!"

Seorang pria tua berlari tergopoh. Ia terlihat keberatan sebab sedang menggendong lelaki bertubuh tinggi besar disertai banyaknya darah yang mengalir dari perutnya.

Wajahnya hampir tidak bisa lagi di kenali. Luka dan debu seakan menutupi jati dirinya.

"Ndok.., siap,'kan tempat tidur!" Suruh Pak Majid kepada anaknya Nimas, gadis 24 tahun yang tidak pernah pergi ke mana pun kecuali ke ladang. Bahkan Nimas tidak pernah bertemu lelaki lain selain ayahnya itu.

Pak Majid memang selalu melarangnya mengikuti kegiatan warga dengan alasan takut anaknya tersesat ataupun diculik. Kata lain, Nimas adalah harta berharga yang sangat dijaganya. Disimpan rapat sebab tidak ingin anak itu rapuh termakan perkembangan zaman.

Namun kali ini, pria tua itu malah membawa pulang seorang pria tampan meski pria itu berada diantara hidup dan matinya.

"Iyah, Bi!" Gegas Nimas merapikan dipan terbuat dari kayu mulai lapuk dimakan rayap sehingga ketika diduduki muncul suara seperti hendak patah.

Nimas membeberkan kain jarik motif kotak-kotak. Lantas mundur beberapa langkah demi memberi ruang ayahnya meletakkan beban yang sejak tadi menggelandoti pundaknya dengan hati-hati. Ketika pria itu telah terbaring di atas peraduan. Nimas segera menutup mulutnya.

"Astagfirullah!" pekik Nimas. Matanya melotot tidak percaya dengan pemandangan di depan matanya.

"Abi. Dia kenapa?"

Pak Masjid tidak menjawab. Bibirnya terus merancau kalimat istighfar dengan tangan sibuk merebahkan pria malang itu, agar tidurnya nyaman.

"Bawakan air hangat, Nimas. Cepat!" Kali ini hanya itu yang mereka punya. Mustahil membawa pria malang itu keluar hutan menuju rumah sakit terdekat dengan keadaan separah ini. Andai ia nekat, yang ada pria itu cuma akan menghembuskan nafas terakhirnya sebelum sampai rumah sakit. Rumah sakit terdekat yang mereka maksud terletak sekitar satu kilometer dari sini. Perlu berjalan kaki menyusuri hutan rimba dengan segala rintangannya. Maka dari itu para warga lebih memilih membawa sanak saudaranya yang sakit ke mantri atau dukun beranak sesuai kebutuhan. Tapi sore ini, Pak Majid juga tidak bisa membawa pria malang itu ke Mantri Yanto.

Karena beliau sedang pergi ke ibukota. Pun biasanya para warga sudah diberitahu jauh hari. Untuk mengantisipasi jikalau ada anggotanya yang perlu bantuan segera. Tapi kali ini keadaan di luar perkiraan. Ada seorang pria yang tidak mereka kenal terluka begitu parah. Ia luput dari pantauan sesepuh kampung untuk dilist. Karena memang pria itu bukan bagian dari kampung ini.

Sedang mengabaikannya di tengah hutan juga tidak dibenarkan. Maka, satu-satunya cara yaitu nekat memberi pertolongan sendiri.

Peluh membasahi dahi Pak Majid. Handuk kecil yang ia pakai untuk melap darah pria itu kini sepenuhnya telah bernoda darah. Berulang kali ia memasukkan handuk kecil ke dalam bak berisi air hangat dan mengulang basuhannya sampai terlihat luka mengangga di perut pria itu.

"Eeggh!" Nimas menyerit ngeri. Tubuhnya merinding seakan ada hantu lewat. Ia tidak kuasa waktu melihatnya. Meski tidak sampai ke rongga dalam tapi tetap luka itu begitu lebar dan panjang.

"Hah." Pak Majid menghembuskan nafas seraya menyesali kelengkapan kampung. Berhubung tempat ini hanya diisi beberapa kepala keluarga saja. Maka, para tetua menganggap tidak perlu sampai membangun sebuah klinik. Itu akan terlihat sia-sia, bukan?

"Seharusnya Pak Rudi mau membangun klinik terdekat. Lahan warga,'kan masih banyak." Pak Majid merancau. Pembangunan klinik adalah idenya. Tetapi langsung dipatahkan Pak Rudi, selaku tetua desa.

"Abi. Udah," rancau Nimas memegangi bahu ayahnya. Ia terjongkok di samping Pak Majid. Mengelus keringat yang muncul di dahi ayah yang merupakan segalanya untuknya.

"Nimas. Abi mau mencari tanaman herbal untuk menghentikan pendarahan. Kamu terus jaga dia. Jika darahnya keluar lagi langsung dibersihkan. Abi takut ada hewan liar lain yang merasa terpanggil dengan bau anyirnya."

Sebenarnya ia segan meninggalkan lelaki itu bersama Nimas. Ia takut ada hewan predator yang mendekat dan ingin melahap pria tak berdaya itu. Tentunya Nimas tidak bisa banyak menghalau. Tapi menyuruh Nimas mencari tanaman bandotan juga sangat berbahaya.

Akhirnya Pak Majid memutuskan biar ia melakukan pekerjaan itu secepat mungkin.

Pak Majid tahu apa yang ingin ia cari. Sebuah tanaman bandotan diketahui mengandung senyawa asam amino yang bisa mengobati luka berdarah. Tak hanya itu, ia juga mencari tanaman obat-obatan lain guna meredakan rasa sakit dari luka. Mungkin pria itu tidak bisa tidur tenang menahan perih. Tapi Pak Majid bisa pastikan ia akan mengurangi rasa nyerinya.

Sebagai orang asli sini, pak Majid tahu di mana tanaman itu banyak tumbuh. Dan setahunya, tidak ada pemiliknya.

Ia gegas ke sana. Senapan laras panjang masih ada di pundak. Jaga-jaga seandainya ada serangan hewan lain.

Sisi Nimas, setelah ditinggal ayahnya. Ia memandang pria asing itu dengan detail. Tangannya membelai wajah pria asing takut-takut.

Setiap kali ia mencoba menjulurkan tangan. Akan selalu timbul keraguan.

"Kamu siapa. Kenapa bisa terluka seperti ini?" desis Nimas. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Berharap Lebih

    Nimas sudah keluar hutan. Beruntung ia tidak mengalami banyak hambatan kecuali wajahnya lesu terlalu kelelahan. Karena dirinya mengitari jalan berbeda dari biasanya, ia tidak langsung bertemu jalan raya tetapi sungai kecil dengan air yang cukup deras itu menantinya dan mesti ia seberangi. Nimas berpegangan pada setiap batu besar, jemari kaki mencengkram kerikil sampai rasanya telapak kakinya linu.Semua itu tidak Nimas pedulikan. Ia sudah sampai di sini. Pantang untuknya kembali. Setelah melalui sungai, Nimas memanjat ke atas tepi jalan dan menunggu mobil yang lewat. "Sebentar lagi subuh." Ia merasa ada kemungkinan bertemu dengan mobil pengangkut hewan ternak yang biasa akan ke pasar dan bisa ia mintai tolong. Nimas menunggu tanpa memperdulikan penampilannya yang kucal. Tapi itu bagus, orang-orang tidak akan bisa mengenalinya apa lagi ini masih sangat gelap. Nimas hanya berharap bukan para penjahat yang ditemuinya.Setengah jam menunggu, terlihat lampu mobil dari ujung berlawanan

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Segeralah Menikah Lagi

    Nimas menutup mata lekat. Tangannya ia letakkan di dada seraya merapal doa. Nimas tau, saat dirinya kabur. Artinya ia tidak bisa lagi bebas kembali ke makam ayahnya. Hal itu membuat air matanya jatuh tapi ia berusaha menahan sesenggukkan sampai rasanya dadanya sangat sesak. Sangat sakit bukan, tidak bisa mengunjungi makam orangtua saat rindu melanda. Tapi Nimas juga gak ingin menjadi istri kedua lelaki tua bangka. Tepat seperti dugaannya, beberapa orang terlihat mencarinya dengan tampang panik. Nimas yakin, mereka semua dimarahi oleh pak Rudi. Cepat ia memepet batang pohon. Berharap rindangnya dedauan dapat menutupi bayangannya. 'Apa aku naik saja ke atas?' Nimas ingin nekat panjat pohon. Tapi ia juga tidak begitu lihai, yang ada malah memancing keributan. Nimas mulai merapal doa. Ia sangat percaya, hanya doa yang bisa menyelamatkannya saat ini. Hasbunallah wa ni'mal wakiil(Cukuplah Allah menjadi penolong kami. Dan Allah adalah sebaik-baiknya pelindung)Doa yang terus ia lantun

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Nimas Kabur

    Kesedihan masih membayanginya, dan kini Nimas kembali ditimpa masalah.Ditinggal sebatang kara di dunia yang belum puas ia kenali. Kekejaman ditunjukkan para warga, yang selama ini Nimas anggap sebagai saudara membuat ia putus asa. Namun, di tengah kegamangan yang Nimas rasakan. Pak Rudi memawarkan secercah sinar. Kabarnya lelaki itu punya sebidang tanah khusus makam keluarga. Di sana, Nimas diperbolehkan mensemayamkan jasad ayahnya."Alhamdulilah Ya Allah. Terima kasih, Pak." "Saya hanya membantu sebagai keluarga." Tanpa bertanya lebih lanjut, Nimas mengikuti setiap prosesi. Butuh satu jam untuk menyelesaikannya. Kini, ia terjongkok di samping papan nisan yang berdiri tegak seraya mengelusnya. "Abi gak perlu khawatirin aku. Aku pasti bisa mengurus diri aku sendiri." Gadis itu tersenyum, mencoba untuk kuat. Setelahnya, Nimas menghampiri pak Rudi demi menyampaikan rasa terima kasihnya sekali lagi. Habis itu Nimas berencana pulang lalu esoknya kembali menemani Ikhsan di rumah sakit

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Bagaimana Caranya Balas Budi?

    Dengan berat hati Nimas memberi kabar ke para pemangku wilayah di daerah kampungnya tentang kepergiaan abi Majid.Sementara di rumah sakit, ia telah mengurus ijin kepulangan jenazah. "Terima kasih pak Said. Mohon dibantu mencarikan tanah kuburan buat abi." Nimas menelpon dari telepon rumah sakit. Menurut pak Said, ia akan menyiarkan berita duka ini ke semua warga dan mungkin tidak lama akan ada mobil yang menjemput mereka. "Kamu yang sabar, Nimas." Nimas tersenyum tipis. Kata-kata pak Said cukup menghiburnya, tapi ada yang ia pikirkan. Yaitu nasib pria yang ia tolong, salah satu kenangan perbuatan baik abinya semasa hidup.Bila Nimas kembali ke desa untuk waktu lama, lalu pria itu dengan siapa?!Akhirnya Nimas menitipkan Fawaz pada seorang suster tua. "... saya minta tolong Suster. Saya harus kembali secepatnya. Tapi saya juga kesulitan meninggalkannya." Nimas melirik ke arah Fawaz. Suster bernama Jihan itu ikut merasakan kegelisahan yang Nimas rasakan. Bisa dilihat, Nimas sangat

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Kedudukan Anak Yatim

    "Hah! Mbak, benaran deh. Mbak gak bisa kayak gini. Mbak tau kan, seorang ayah bertanggung jawab menafkahi anak-anaknya. Meski mas Fawaz sudah gak ada, tapi dia punya harta peninggalan yang bisa diberikan ke Yusuf juga Balqis." Ayla yang menjalani musibah, Kia yang merasa tidak tahan. Melihat anak-anak Fawaz hidup hemat. Pun, Ayla yang mulai mencari pekerjaan sebagai penjaga toko.Katanya, selama menjaga toko roti itu Ayla boleh membawa Balqis. Gaji yang ditawarkan tidak besar. Tetapi Ayla begitu bersyukur masih bisa kerja.Kia menyentuh punggung tangan Ayla. "Mbak gak mau kan mas Fawaz gak tenang di sana karena mengabaikan anak dan istrinya." "Ki!" Ayla jadi tegas. Baginya, Fawaz tidak begitu. Ia tidak pernah mengabaikan keluarga. Malah, Fawaz selalu mengutamakan keluarga di atas segalanya. Tapi saat ini lelaki itu sudah habis kewajibannya. Giliran Ayla merawat kedua hatinya agar menjadi anak yang soleh dan soleha.Baru berharap demikian, ia mendengar keributan di luar."Mbak. Itu

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Wanita Istimewa

    Hari ini giliran Pierre mengajar di taman bersama anak-anak, ia sama sekali tidak terlihat risih. Pierre sampai berpikir apa 'kelainan' yang ia idap perlahan menghilang? Atau hanya faktor cuaca cerah dan berkumpul di taman yang lega membuat perasaannya lebih tentram.Semua pertanyaan anak-anak itu Pierre jawab dengan suka cita."Om udah punya anak belom?" "Belum, Shafea," jawab Pierre tersenyum pada anak usia enam tahun itu. "Kok belom sih?" Shafea tidak sepenuhnya percaya. Gaya anak itu untuk mengintrograsi dirinya membuat Pierre terkekeh geli."Yah Om nikah aja belum... ." Sedetik ia bilang begitu, beberapa gadis remaja melirik ke Pierre. Spontan Wishaka tertawa keras.Apa yang Pierre katakan ibaratnya seperti memberi umpan untuk ikan kelaparan. Sebab kini mereka belajar di tengah kerumunan banyak orang. 'Aduh gawat nih!' Pierre menutup muka cepat. Rasa groginya timbul lagi.Ide belajar di luar kelas darurat sepertinya tidak berjalan dengan baik.Malam harinya, setelah ia seles

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Kepergiaan Abi Majid

    Hari berganti hari, keadaan abi Majid masuk ke tahap kritis. Bukannya membaik, pak Majid malah semakin memprihatinkan. Sisi lain, Fawaz juga tidak lagi membuka mata semenjak hari itu. Dokter bilang, itu karena pasien masuk ke fase penyembuhan secara emosional setelah mengalami kecelakaan mendadak. "... sebaiknya kita tunggu pasien kembali siuman. Saat itu, barulah pemeriksaan selanjutnya bisa dilakukan," ucap dokter.Padahal mimpi Nimas sangat sederhana. Melihat kedua pria itu sadar, tapi jika sudah begini, rasanya sangat jauh dari khayalan. Hatinya bernas seiring dengan semangat yang semakin pupus. 'Bi. Tolong jangan tinggalkan aku sendiri.' Ia memohon, merengek agar abinya bisa membuka mata.Posisi yang tidak pernah Nimas harapkan terjadi. Namun mengapa ia malah terjebak di dalamnya. Ia merenung di depan kamar ICU. Seandainya ia tidak memaksa sang ayah membawa lelaki itu ke sini, kira-kira apa yang terjadi. Apa mungkin kejadian ini tidak pernah ada."Astagfirullah!" Nimas tidak

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Pergi Dari Rumah

    Ayla hanya ingin berpikir logis, alih-alih tidak terima Ayla menguatkan hati."Kita beresin aja dulu,ya. Yusuf sudah siapin apa saja yang mesti dibawa kan?" Yusuf mengangguk. Ia pergi ke kamarnya, sementara Ayla membantu Balqis membereskan barang-barang. Ayla membuka lemari pink dan menarik koper milik Balqis yang sudah disiapkannya."Kita bakal jauh,ya pindahnya, Bun. Ayah udah dikasih tau belum?" tanya Balqis sambil memakai tas ranselnya. Ayla berpura tidak dengar. Orang yang mengusir mereka berteriak dari luar. "Cepat. Kalian gak punya waktu buat berlama-lama.""Tuh Balqis. Kita diminta cepat. Ayok!" Ayla menuntun tangan Balqis. Diikuti Yusuf menarik koper kecil susah payah. Baru saja Kia berniat main ke rumah Ayla. Tapi ia melihat beberapa orang ramai di depan."Lho ada apa ini?" Kia memperhatikan pria-pria berotot itu secara intens."Ada apa,ya, Pak?" "Rumah ini harus segera dikosongkan!" Dengan angkuh salah satunya mengatakan hal tersebut. Ayla ke luar, "Mbak?!" Kia merasa

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Ayla Terusir

    Zulaekah bersikukuh, mencoba mengeyampingkan logika.Soal itu, biar ia pikirkan nanti. Baginya menikah dengan Samir bertujuan menaiki nilai diri. Bukan cuma membina keluarga yang harmonis seperti harapan orang saat menikah.Samir menatap Zulaekah yang sibuk dengan pikirannya. "Kamu... tapi kamu mau ngbebasin aku kan?!" "Ya, Mas akan aku bebaskan kamu dengan jaminan." Bagi Zulaekah tidak perlu berunding dengan pelapor yang tak lain Adnan. Ia punya pengacara yang bisa mengurus hal ini.Zulaekah memaksakan senyum sembari menggenggam tangan Samir. "Mas tenang aja,ya!" Ia meyakini diri jika Samir adalah korban dan pastinya lelaki itu bisa berubah setelah mereka menikah.Pada kenyataannya, pernikahan bukan tempat seseorang untuk berubah. Sifat dan prilaku tidak semudah itu berganti kecuali ada niatan dalam diri. Melanjutkan pernikahan saat tau orang tersebut tidak layak lalu berharap pasangan bisa menjadi sosok yang diinginkan sama saja membohongi diri sendiri. ***Zulaekah mengetuk pin

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status