Share

Di Mana Suamiku?

Author: Mega Silvia
last update Last Updated: 2023-03-09 12:01:20

"Bunda... Bunda!" teriak Yusuf baru pulang sekolah TK. Karena TK-nya dekat, anak itu sudah bisa pulang-pergi sendiri tanpa dijemput. Ayla langsung menyerahkan tangannya untuk disalimi Yusuf.

Bunda, Kenapa. Kok piringnya pecah?" tanya Yusuf. Ayla tersenyum.

"Tadi Bunda gak sengaja mecahin. Ya udah Abang sekarang ganti baju, kita sebentar lagi mau siap-siap makan," titahnya sambil terus mengelus surai Yusuf, anak pertamanya yang begitu mirip dengan Fawaz.

Sebelum itu, Yusuf mencengkram baju Ayla.

"Bun, tadi di sekolah Bu Guru tanya apa cita-cita aku. Aku jawab, aku mau kayak ayah, Bun. Bisa melindungi negara ini dengan kekuatan dan keberanian."

Yusuf berucap bangga seraya menaiki tangannya yang ceking. Tingkahnya membuat Ayla terkekeh dan menutup mulutnya dengan telapak.

"In syaa Allah, Nak. Abang Yusuf bakalan bisa menjadi seperti ayah," katanya meski sebenarnya dalam hati, Ayla kurang setuju. Ia sendiri tidak mampu membayangkan seandainya Yusuf pergi ke daerah rawan bahaya, bisa semenderita apa dirinya memikirkan keadaan Yusuf di sana. Seperti yang diketahui. Tidak ada satu pun ibu yang akan kuat melihat penderitaan anaknya. Walau belum tentu itu terjadi, tapi hati Ayla kini merasa sangat merana sampai ia gak mau membayangkannya.

"Ya sudah kalau gitu Abang mau ganti baju dulu,ya, Bun. Sekalian lihat kamar adek." Yusuf adalah anak yang penyayang. Meski baru berusia enam tahun. Tapi ia sudah menunjukkan gelagat tanggung jawabnya sebagai seorang kakak. Salah satunya dengan mengasihi Balqis tanpa diminta.

Yusuf bahkan tak segan membantu Ayla menjaga adik perempuannya itu. Karena kata ayahnya, lelaki sejati adalah pria yang bisa diandalkan. Dan ia ingin menjadi anak lelaki yang bisa diandalkan ayahnya.

"Terima kasih,ya, Sayang!" tanggap Ayla bahagia. Cukup kehadiran Balqis dan Yusuf sebagai pelipur lara ketika kegundahan demi kegundahan menyapa jiwanya.

Ayla sudah merapikan tatanan meja makan. Lantas ia berniat memanggil kedua buah hatinya untuk makan. Tapi tiba-tiba saja ponselnya berdering.

"Ahk, ada telepon." Ia menyeritkan alis ketika melihat ponsel Fawaz lah yang menghubunginya.

"Mas Fawaz sudah bisa telepon aku?" girangnya. Buru-buru Ayla mengangkat. Sebelum orang yang di seberang telepon bicara. Ia sudah mengungkapkan ke rinduannya.

"Assalamuaikum, Sayang. Aku kangen. Aqis dan Yusuf juga rindu kamu. Rindu ayahnya," cicitnya membuat Yunus, orang yang sebenarnya lagi menelpon jadi terdiam.

Ia menelan ludah kasar sambil memberikan ponselnya pada Irsyal. Rasanya ia jadi tidak kuasa memberi tahu berita buruk ini pada Ayla.

Setengah hari mencari tanpa ada satu pun jejak membuat mereka putus harapan. Apalagi daerah ini masih begitu banyak hewan liar.

Kecil kemungkinan untuk Fawaz selamat. Irsyal menerima ponselnya dengan bergetar. Ia juga tidak mampu untuk berkata. Lidahnya keluh dan suaranya parau karena sesenggukkan. Ia jadi menatap Pierre yang saat itu cuma diam dan tatapannya kosong.

"Kau saja. Kau,'kan yang membuat semua ini terjadi," ucapnya mendendam. Pierre menerima dengan pasrah.

"Ha.., halo, Mbak." Suaranya kaku. Ia sendiri belum menyiapkan mental untuk berbicara pada Ayla.

"Eh," Ayla merasa malu. Ia menutup mulutnya spontan.

"Mas Fawaz ke mana, Pier?" tanyanya yang cukup mengenali suara barito milik Pierre.

Ayla juga agak heran, untuk apa Pierre yang malah menelponnya dengan ponsel Fawaz?

"Mbak.., aku ingin memberi kabar tentang Mas Fawaz."

Saat itu ketakutan Ayla sudah mulai terasa, menjalar hingga jantunganya berdetak tak karuan. Tanpa sadar matanya jadi berkabut. Tapi ia mencoba tegar supaya bisa mendengar penjelasan Pierre.

"Ada apa dengan Mas Fawaz, Pierre?" desaknya karena Pierre justru terdiam.

"Mas Fawaz.., Mas Fawaz."

Pierre menatap lainnya. Mereka terlihat sudah putus asa. Tapi tidak dengannya. Ia yakin, ini bukanlah saatnya untuk Fawaz pergi ke alam baka.

Selama ia tidak melihat mayat Fawaz, Pierre menolak untuk mengatakan abang angkatnya itu gugur di medan perbatasan. Tapi Ayla juga harus tahu keadaan ini. Maka, ia berkata.

"Mas Fawaz saat ini tidak bisa kami temukan. Tapi aku berjanji akan mencarinya untukmu," ucapnya tanpa sadar ia merasa begitu peduli dengan Ayla dan tidak ingin wanita itu sampai cemas.

Ayla tergugu dengan pernyataan Pierre. Apa maksudnya, mengatakan kekasih hatinya tidak bisa ditemukan. Ia jadi mencengkram ponsel begitu geram.

"Maksud kamu apa Mas Fawaz tidak bisa ditemukan?"

Tanpa sadar suaranya meninggi. Ia tidak melihat jika di sampingnya ada Yusuf dan Balqis yang sedang bergandengan dan menatap sang ibu keheranan. Sungguh, Ayla bukan orang yang bisa berteriak sekeras ini. Suaranya selalu melembut. Tetapi Yusuf cukup mengerti, ia mendengar nama ayahnya disebutkan. Mungkin karena ia yang terbiasa mandiri. Jadinya Yusuf lebih dewasa dari usianya. Setidaknya reaksi bundanya mengatakan ada yang tidak baik terjadi pada ayahnya. Sang abang jadi menangis seraya sesenggukkan, sedang Balqis hanya menatap kakaknya dan ibunya bergantian.

"Abang kenapa, sih?" celotehnya. Ketika itu, Ayla menengok ke anak-anaknya. Ia menyeka air mata kasar dan berusaha tersenyum ke arah Balqis meski bibirnya gemetar.

"Pierre, apa yang terjadi sama Mas Fawaz?" Ia melunakkan ucapan tapi juga sangat berharap Pierre mengatakan sejujurnya. Sungguh, tidak mengetahui kabar tentang suaminya jauh lebih buruk ketimbang ia tahu yang sebenarnya. Minimal dengan tahu apa yang terjadi. Ayla bisa berdoa tepat sasaran. Bukan seperti ini, menerka-nerka hingga rasanya jantungnya mau meledak.

"Mas Fawaz.., Mas Fawaz!" Pierre terisak. Ia ingat kembali kejadian kemarin. Ia bisa katakan kalau Fawaz adalah sosok laki-laki sejati. Dalam kesulitan dirinya tidak sedikit pun gentar. Berbeda dengan dirinya yang justru kabur begitu saja.

"Waktu itu Mas Fawaz dikepung oleh babi hutan. Aku berusaha menyelamatkannya. Tapi Mas Fawaz meminta aku untuk pergi."

Kini, pria gagah itu luruh. Keningnya mencium tanah dengan tangisnya pecah. Ia sadar betapa piciknya dirinya yang mau saja diselamatkan Fawaz tanpa memikirkan keselamatan sahabatnya itu.

"Bagaimana aku harus menebus rasa bersalah ini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Berharap Lebih

    Nimas sudah keluar hutan. Beruntung ia tidak mengalami banyak hambatan kecuali wajahnya lesu terlalu kelelahan. Karena dirinya mengitari jalan berbeda dari biasanya, ia tidak langsung bertemu jalan raya tetapi sungai kecil dengan air yang cukup deras itu menantinya dan mesti ia seberangi. Nimas berpegangan pada setiap batu besar, jemari kaki mencengkram kerikil sampai rasanya telapak kakinya linu.Semua itu tidak Nimas pedulikan. Ia sudah sampai di sini. Pantang untuknya kembali. Setelah melalui sungai, Nimas memanjat ke atas tepi jalan dan menunggu mobil yang lewat. "Sebentar lagi subuh." Ia merasa ada kemungkinan bertemu dengan mobil pengangkut hewan ternak yang biasa akan ke pasar dan bisa ia mintai tolong. Nimas menunggu tanpa memperdulikan penampilannya yang kucal. Tapi itu bagus, orang-orang tidak akan bisa mengenalinya apa lagi ini masih sangat gelap. Nimas hanya berharap bukan para penjahat yang ditemuinya.Setengah jam menunggu, terlihat lampu mobil dari ujung berlawanan

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Segeralah Menikah Lagi

    Nimas menutup mata lekat. Tangannya ia letakkan di dada seraya merapal doa. Nimas tau, saat dirinya kabur. Artinya ia tidak bisa lagi bebas kembali ke makam ayahnya. Hal itu membuat air matanya jatuh tapi ia berusaha menahan sesenggukkan sampai rasanya dadanya sangat sesak. Sangat sakit bukan, tidak bisa mengunjungi makam orangtua saat rindu melanda. Tapi Nimas juga gak ingin menjadi istri kedua lelaki tua bangka. Tepat seperti dugaannya, beberapa orang terlihat mencarinya dengan tampang panik. Nimas yakin, mereka semua dimarahi oleh pak Rudi. Cepat ia memepet batang pohon. Berharap rindangnya dedauan dapat menutupi bayangannya. 'Apa aku naik saja ke atas?' Nimas ingin nekat panjat pohon. Tapi ia juga tidak begitu lihai, yang ada malah memancing keributan. Nimas mulai merapal doa. Ia sangat percaya, hanya doa yang bisa menyelamatkannya saat ini. Hasbunallah wa ni'mal wakiil(Cukuplah Allah menjadi penolong kami. Dan Allah adalah sebaik-baiknya pelindung)Doa yang terus ia lantun

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Nimas Kabur

    Kesedihan masih membayanginya, dan kini Nimas kembali ditimpa masalah.Ditinggal sebatang kara di dunia yang belum puas ia kenali. Kekejaman ditunjukkan para warga, yang selama ini Nimas anggap sebagai saudara membuat ia putus asa. Namun, di tengah kegamangan yang Nimas rasakan. Pak Rudi memawarkan secercah sinar. Kabarnya lelaki itu punya sebidang tanah khusus makam keluarga. Di sana, Nimas diperbolehkan mensemayamkan jasad ayahnya."Alhamdulilah Ya Allah. Terima kasih, Pak." "Saya hanya membantu sebagai keluarga." Tanpa bertanya lebih lanjut, Nimas mengikuti setiap prosesi. Butuh satu jam untuk menyelesaikannya. Kini, ia terjongkok di samping papan nisan yang berdiri tegak seraya mengelusnya. "Abi gak perlu khawatirin aku. Aku pasti bisa mengurus diri aku sendiri." Gadis itu tersenyum, mencoba untuk kuat. Setelahnya, Nimas menghampiri pak Rudi demi menyampaikan rasa terima kasihnya sekali lagi. Habis itu Nimas berencana pulang lalu esoknya kembali menemani Ikhsan di rumah sakit

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Bagaimana Caranya Balas Budi?

    Dengan berat hati Nimas memberi kabar ke para pemangku wilayah di daerah kampungnya tentang kepergiaan abi Majid.Sementara di rumah sakit, ia telah mengurus ijin kepulangan jenazah. "Terima kasih pak Said. Mohon dibantu mencarikan tanah kuburan buat abi." Nimas menelpon dari telepon rumah sakit. Menurut pak Said, ia akan menyiarkan berita duka ini ke semua warga dan mungkin tidak lama akan ada mobil yang menjemput mereka. "Kamu yang sabar, Nimas." Nimas tersenyum tipis. Kata-kata pak Said cukup menghiburnya, tapi ada yang ia pikirkan. Yaitu nasib pria yang ia tolong, salah satu kenangan perbuatan baik abinya semasa hidup.Bila Nimas kembali ke desa untuk waktu lama, lalu pria itu dengan siapa?!Akhirnya Nimas menitipkan Fawaz pada seorang suster tua. "... saya minta tolong Suster. Saya harus kembali secepatnya. Tapi saya juga kesulitan meninggalkannya." Nimas melirik ke arah Fawaz. Suster bernama Jihan itu ikut merasakan kegelisahan yang Nimas rasakan. Bisa dilihat, Nimas sangat

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Kedudukan Anak Yatim

    "Hah! Mbak, benaran deh. Mbak gak bisa kayak gini. Mbak tau kan, seorang ayah bertanggung jawab menafkahi anak-anaknya. Meski mas Fawaz sudah gak ada, tapi dia punya harta peninggalan yang bisa diberikan ke Yusuf juga Balqis." Ayla yang menjalani musibah, Kia yang merasa tidak tahan. Melihat anak-anak Fawaz hidup hemat. Pun, Ayla yang mulai mencari pekerjaan sebagai penjaga toko.Katanya, selama menjaga toko roti itu Ayla boleh membawa Balqis. Gaji yang ditawarkan tidak besar. Tetapi Ayla begitu bersyukur masih bisa kerja.Kia menyentuh punggung tangan Ayla. "Mbak gak mau kan mas Fawaz gak tenang di sana karena mengabaikan anak dan istrinya." "Ki!" Ayla jadi tegas. Baginya, Fawaz tidak begitu. Ia tidak pernah mengabaikan keluarga. Malah, Fawaz selalu mengutamakan keluarga di atas segalanya. Tapi saat ini lelaki itu sudah habis kewajibannya. Giliran Ayla merawat kedua hatinya agar menjadi anak yang soleh dan soleha.Baru berharap demikian, ia mendengar keributan di luar."Mbak. Itu

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Wanita Istimewa

    Hari ini giliran Pierre mengajar di taman bersama anak-anak, ia sama sekali tidak terlihat risih. Pierre sampai berpikir apa 'kelainan' yang ia idap perlahan menghilang? Atau hanya faktor cuaca cerah dan berkumpul di taman yang lega membuat perasaannya lebih tentram.Semua pertanyaan anak-anak itu Pierre jawab dengan suka cita."Om udah punya anak belom?" "Belum, Shafea," jawab Pierre tersenyum pada anak usia enam tahun itu. "Kok belom sih?" Shafea tidak sepenuhnya percaya. Gaya anak itu untuk mengintrograsi dirinya membuat Pierre terkekeh geli."Yah Om nikah aja belum... ." Sedetik ia bilang begitu, beberapa gadis remaja melirik ke Pierre. Spontan Wishaka tertawa keras.Apa yang Pierre katakan ibaratnya seperti memberi umpan untuk ikan kelaparan. Sebab kini mereka belajar di tengah kerumunan banyak orang. 'Aduh gawat nih!' Pierre menutup muka cepat. Rasa groginya timbul lagi.Ide belajar di luar kelas darurat sepertinya tidak berjalan dengan baik.Malam harinya, setelah ia seles

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Kepergiaan Abi Majid

    Hari berganti hari, keadaan abi Majid masuk ke tahap kritis. Bukannya membaik, pak Majid malah semakin memprihatinkan. Sisi lain, Fawaz juga tidak lagi membuka mata semenjak hari itu. Dokter bilang, itu karena pasien masuk ke fase penyembuhan secara emosional setelah mengalami kecelakaan mendadak. "... sebaiknya kita tunggu pasien kembali siuman. Saat itu, barulah pemeriksaan selanjutnya bisa dilakukan," ucap dokter.Padahal mimpi Nimas sangat sederhana. Melihat kedua pria itu sadar, tapi jika sudah begini, rasanya sangat jauh dari khayalan. Hatinya bernas seiring dengan semangat yang semakin pupus. 'Bi. Tolong jangan tinggalkan aku sendiri.' Ia memohon, merengek agar abinya bisa membuka mata.Posisi yang tidak pernah Nimas harapkan terjadi. Namun mengapa ia malah terjebak di dalamnya. Ia merenung di depan kamar ICU. Seandainya ia tidak memaksa sang ayah membawa lelaki itu ke sini, kira-kira apa yang terjadi. Apa mungkin kejadian ini tidak pernah ada."Astagfirullah!" Nimas tidak

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Pergi Dari Rumah

    Ayla hanya ingin berpikir logis, alih-alih tidak terima Ayla menguatkan hati."Kita beresin aja dulu,ya. Yusuf sudah siapin apa saja yang mesti dibawa kan?" Yusuf mengangguk. Ia pergi ke kamarnya, sementara Ayla membantu Balqis membereskan barang-barang. Ayla membuka lemari pink dan menarik koper milik Balqis yang sudah disiapkannya."Kita bakal jauh,ya pindahnya, Bun. Ayah udah dikasih tau belum?" tanya Balqis sambil memakai tas ranselnya. Ayla berpura tidak dengar. Orang yang mengusir mereka berteriak dari luar. "Cepat. Kalian gak punya waktu buat berlama-lama.""Tuh Balqis. Kita diminta cepat. Ayok!" Ayla menuntun tangan Balqis. Diikuti Yusuf menarik koper kecil susah payah. Baru saja Kia berniat main ke rumah Ayla. Tapi ia melihat beberapa orang ramai di depan."Lho ada apa ini?" Kia memperhatikan pria-pria berotot itu secara intens."Ada apa,ya, Pak?" "Rumah ini harus segera dikosongkan!" Dengan angkuh salah satunya mengatakan hal tersebut. Ayla ke luar, "Mbak?!" Kia merasa

  • Jodoh Pilihan Suamiku   Ayla Terusir

    Zulaekah bersikukuh, mencoba mengeyampingkan logika.Soal itu, biar ia pikirkan nanti. Baginya menikah dengan Samir bertujuan menaiki nilai diri. Bukan cuma membina keluarga yang harmonis seperti harapan orang saat menikah.Samir menatap Zulaekah yang sibuk dengan pikirannya. "Kamu... tapi kamu mau ngbebasin aku kan?!" "Ya, Mas akan aku bebaskan kamu dengan jaminan." Bagi Zulaekah tidak perlu berunding dengan pelapor yang tak lain Adnan. Ia punya pengacara yang bisa mengurus hal ini.Zulaekah memaksakan senyum sembari menggenggam tangan Samir. "Mas tenang aja,ya!" Ia meyakini diri jika Samir adalah korban dan pastinya lelaki itu bisa berubah setelah mereka menikah.Pada kenyataannya, pernikahan bukan tempat seseorang untuk berubah. Sifat dan prilaku tidak semudah itu berganti kecuali ada niatan dalam diri. Melanjutkan pernikahan saat tau orang tersebut tidak layak lalu berharap pasangan bisa menjadi sosok yang diinginkan sama saja membohongi diri sendiri. ***Zulaekah mengetuk pin

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status