Share

Bab 7 Jangan Dekati Kakakku!

Kejadian kemarin benar-benar membuat Rena ketakutan. Tampaknya dia melihat sosok iblis saat sang mantan hampir membunuhnya dengan tangan kosong. Beruntung kemunculan David bisa mencegah adegan percobaan pembunuhan itu. Bara segera membebaskan leher jenjang sang sekretaris.

Pagi ini dia kembali dibuat kebingungan. Rena menghentakkan kakinya ke lantai usai mendengar ucapan sang atasan yang seenak jidatnya saja. Gadis itu harus meninjau ulang panti asuhan sesuai dengan kesepakatan beberapa hari yang lalu. Kalau saja lokasinya mudah dijangkau Rena takkan keberatan sama sekali. Sayangnya dia harus melewati perjalanan yang tak biasa. Harus menggunakan perahu untuk menjangkau kawasan terpencil itu. Jadilah dia uring-uringan sembari mengetuk-ngetuk meja kerja di depannya. Pemandangan ini sukses membuat sang GM menerbitkan senyum devilnya.

“Kak Tora?” gumam Rena saat melihat nama pengirim pesan di layar ponselnya.

Dahinya sedikit berkerut saat membaca kalimat berikutnya. Ternyata Tora mengajak gadis itu untuk bertemu. Sebenarnya hubungan mereka cukup dekat meskipun hanya dibilang sebagai kakak dan adik tingkat saat di perkuliahan. Namun saat mengetahui kebenaran bahwa sang mantan merupakan adik kandung Tora, Rena menjadi harus semakin berhati-hati.

[Nanti kita ke markas yuk, Ren. Dua jam aja. Mumpung besuk libur.]

[Oke, Kak. Jumpa di tempat biasa aja ya.]

Seketika raut wajahnya mendadak ceria hingga berhasil membuat mood pun berubah. Perempuan yang sangat gemar membentuk kepangan rambut ala French Braide itu kembali fokus pada monitor komputer di depan matanya.

“Jangan lupa besuk ke panti itu, pastikan semua benar-benar sesuai dengan yang sudah direncanakan. Jangan ulangi kesalahanmu di departemen sebelumnya,” ketus Bara yang masih menatap lurus ke depan.

“Iya, Pak,” sahut Rena sambil menundukkan wajahnya.

Dia segera pamit undur diri dan segera membereskan sisa pekerjaan. Selang beberapa detik kemudian beberapa orang karyawan yang melintas di depannya mulai menghampiri meja kerja Rena. Seperti biasa, entah kawanan mana lagi yang menunjukkan sikap tak senangnya pada posisi gadis itu. Namun bukan Rena namanya kalau hanya tinggal diam mendapatkan perlakuan ini.

Gaya sang sekretaris memang begitu elegan. Dia memiringkan wajahnya lalu membusungkan dada dan melayangkan senyuman meledek untuk membalas mereka. Lagi-lagi dia hanya menggeleng sambil menghela napas pelan saat kawanan tadi menghilang dari pandangannya.

“Pak David,” sapa Rena saat melihat kedatangan sang asisten GM.

David hanya bergumam lalu segera bergegas menuju ruangan Bara. Tak lama kemudian sang GM beserta asistennya segera meninggalkan ruangan. Rena bisa bernapas lega. Sesekali dia mengelus dada karena tak perlu menegangkan tubuh karena permintaan sang atasan yang terasa bersifat dadakan. Entah mengganti jadwal atau menyiapkan meeting dadakan. Jelas saja tugas itu membuat dirinya benar-benar kelabakan.

Sesuai dengan janji sebelumnya, Tora dan Rena bertemu di halte bus seperti biasa. Gadis itu tak pernah sekalipun membawa teman prianya ke rumah karena khawatir banyak gosip buruk yang akan menyerangnya. Cukuplah namanya tercoreng di kawasan kerja saja, namun kalau di sekitar rumah Rena terkenal dengan sikap ramahnya.

Baru lima menit Tora melajukan kendaraannya, lelaki itu sudah mendengus pelan. Rena yang tadinya menatap lurus ke arah jalanan segera menolehkan pandangannya ke arah sang kakak tingkat itu. Lebih tepatnya mereka dekat karena berada di naungan taekwondo yang sama.

“Kayaknya kita nggak usah ke markas, Ren. Anak-anak juga nggak ada. Mereka ada tanding sekaligus uji kenaikan sabuk biru. Lama banget mereka balasnya sih sampek Kakak harus jemput kamu. Kalau gini jadinya nggak tahu harus gimana,” ujar Tora yang kemudian menghela napas pelan.

Belum sempat Rena membuka suara, Tora kembali berbicara, “Temani Kakak beli dessert kesukaan Tita ya. Nggak jauh kok dari sini.”

Sementara itu di waktu yang bersamaan Bara tak sengaja bertemu dengan Tita sang calon kakak ipar. Mirisnya mereka berada di mall yang sama dengan keberadaan Rena dan Tora.

“Hai, calon Adik iparku yang tampan. Long time no see ya,” sapa Tita usai membuka kaca mata hitamnya.

Bara hanya mengulas senyum sembari menganggukkan kepala.

“Loh, bukannya ini mobil Tora ya,” gumam Tita yang kemudian melihat plat kendaraan agar tak salah menduga.

Perempuan itu menerbitkan senyumnya lalu tertawa kecil. Dalam hati dia sudah menebak jika Tora akan memberikan kejutan untuknya.

“Kita ke dalam barengan, yuk,” ajak Tita.

“Aku —”

“Cuma anterin aku aja jumpa pangeran hati. Yakin beneran enggak mau?” sela Tita sambil mencebikkan bibirnya ke bawah.

Bara mengalah sembari mengiringi langkah sang calon kakak ipar. Sementara David sang asisten masih setia mengikuti dirinya ke manapun.

Wajah Tita berubah kecewa saat tak menemukan orang yang dicarinya di tempat penjualan cake langganan perempuan itu. Mana mungkin sang pria kemari kalau tidak untuk membelikan dessert untuknya. Hanya toko kue itu yang digemari oleh Tita. Entah mengapa ada perasaan curiga mulai muncul di benaknya.

“Tora enggak akan angkat telepon karena memang kami lagi marahan,” keluh perempuan berambut pirang itu.

Dengan terpaksa Bara menyuruh sang asisten untuk membantu Tita mencari sang kakak. Sementara itu dia berjalan ke arah cafe yang berada di bagian selatan lantai 1. Pria itu merutuki tingkah kedua orang yang benar-benar memancing kemarahannya. Baru saja dia hendak melangkah, suara Tita justru mengurungkan niatnya.

“Kakak cari sebelah sana, biar ditemani David. Aku tadi cek enggak ada di sini. Kali aja udah balik ke parkiran,” bohong Bara.

Tita hanya mengangguk pasrah lalu memutar balik badannya. Kini Bara berjalan setengah berlari menuju cafe tadi. Matanya menatap tajam pada kedua orang yang berlainan jenis dari jarak sekitar 3 meter darinya. Apalagi saat sang pria menyeka noda dari sudut bibir si wanita. Benar-benar sukses membuat Bara mendecakkan lidahnya.

“The real parasite, sudah berapa kali aku katakan jangan menggoda pria ini!!” umpat Bara yang sudah mendelikkan matanya pada si wanita. Dialah Rena sang mantan yang menjadi sasaran kemarahannya.

Beberapa pasang mata kini mulai mengalihkan pandangan pada meja tempat Bara mengeluarkan amukannya.

“Cukuo, Bar. Apa yang sedang kau lakukan hah??” ujar Tora yang heran dengan kedatangan sang adik.

“Jangan jadi pria brengsek dengan mengencani wanita rendahan sepertinya. Kau akan merugi, Kak, ” kecam Bara.

“Oh ya, calon istrimu sedang berada di parkiran. Cepat temui sebelum dia membuat onar,” ketus Bara lagi sebelum meninggalkan kekacauan yang baru saja dibuatnya.

Seketika wajah Tora berubah menjadi panik. Padahal jelas dugaan sang adik salah. Mana mungkin dia berselingkuh dari Tita sang tunangan. Apalagi tujuan mereka memang ingin membelikan hadiah untuk perempuannya itu.

“Kakak jumpai aja. Bahaya ibu suri kalau udah ngamuk,” kekeh Rena yang sangat hafal dengan watak Tita lewat penuturan Tora sebelumnya.

Sepeninggal Tora dari tempat itu, Rena masih duduk di meja yang sama. Senyumnya terbit saat menerima pesan Tora yang menyatakan bahwa Tita tak mengetahui kebersamaan mereka. Hah, entah mengapa para kaum Hawa selalu memandang buruk pada Rena.

Usai meninggalkan cafe, Rena berpapasan dengan David. Lelaki itu menyuruh Rena agar bertemu dengan sang GM yang menunggunya di parkiran. Menyebalkan sekali sang atasan itu. Bahkan di waktu libur pun Rena sepertinya selalu berurusan dengan dirinya.

“Kenapa?” tanya Rena tanpa basa-basi.

“Aku sudah peringatkan, jangan pernah mendekati kakakku!!” ucap Bara yang siap untuk menerkam mangsanya.

Rena berusaha menahan kegugupannya saat tubuh sang mantan melangkah maju. Gadis itu terus mundur dengan bibir gemetar saat melihat tatapan sama seperti kemarin. Fokusnya segera beralih pada ponsel yang berdering di genggamannya.

“Kak Tora,” desis gadis itu sembari melihat nama sang pemanggil.

TAK!!

Kedua mata Rena membola seketika.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status