Dewi mulai memakai helm cakilnya. Hari ini membeli keperluan Raska, dari jajanan juga beberapa mainan. Dirinya tak menyadari ada lelaki bersorban, berjenggot tebal dan memakai gamis panjang, memperhatikannya dengan cara terpana.Gibran mencoba mendekati Dewi, namun, salah satu orang rombongan tersebut memanggilnya, untuk segera meneruskan perjalanan.Waktupun berlalu, Dewi telah sampai rumah, segera dirinya melaksanakan tugas kembali., memandikan Raska, untung saja Sony banyak membantunya hari ini."Kakak Raska, hari ini ke sekolah dulu, dengan bunda Fira ya, nanti pulang sekolah Tante jemput lagi, dan tengok Mama, di rumah sakit.""Baik, Tante yang cantik," kata Raska, sambil menjawil pipi Dewi.Dewi pura-pura merenggut atas sikap anak kecil itu yang menjawil pipinya."Marah? ""Enggak, Tante nggak marah,""He He ... Tante Dewi, pulang sekolah nanti beli es krim yang besar, ya, yang rasa cokelat.""Oke, bos kecil. Nah, sudah siap semuanya. Ayo kita berangkat sekolah." Dewipun mengend
"Kau tidak bohong? atau hanya modusmu saja." Sangsi Dewi pada pernyataan Gibran.Gibran mengembuskan napasnya."Aku hanya punya waktu setengah jam saja,""Naiklah, kita cari tempat berbincang."Gibran dan dewipun berboncengan, tak lama berhenti di sebuah warung.Gibran menceritakan semuanya pada Dewi.Dewi hanya bisa diam, "Berilah alamatmu, dan sekarang aku antar kau ke masjid kembali."Apa yang di ceritakan Gibran, benar-benar membuat dirinya kaget. begitu cepat waktu berlalu. semua takdir sudah ditentukan oleh sang pencipta. Dewi terdiam, bulir matanya mengalir.sebejad-bejadnya seorang Gibran, bisa berubah total, hanya keterbatasan identitas saja."Tissa ...." Dewi menyebut nama adiknya pelan.Berarti anak yang ada pada Sonia adalah anak Tissa dan Gibran. Lalu, apa benar yang dikatakan Gibran, bahwa dia hendak ingin melihat anaknya saja.waktu yang singkat , membuat Gibran tak banyak bercerita.Dewi, membawa Raska ke kamar Dira. Walaupun seorang anak kecil tidak boleh ke rumah s
"Jadi, aku titip adikku padamu, Gibran. aku harap kau tidak berulah seperti dulu lagi. sesuai ceritamu. bila anak yang sudah ada di Sonia. sesuai perjanjian, kau tak berhak atas anak tersebut. biarlah. toh ... kau sendiri yang memberikannya." jelas Dewi pada Tissa dan suaminya, Gibran."Maafkan aku, Kak. aku mendapatkan imbalan yang setimpal, aku mengindap kangker payudara , kak." Tissa menundukkan kepalanya. "Saat ini, aku sedang banyak membutuhkan biaya untuk itu."Dewi tahu, kemana arah pembicaraan mereka. "Berikan nomor rekeningmu.""Kami tak punya rekening kak, bahkan Kartu identitas pun kami tak punya.""izh, kalian ini, bagaimana dengan pernikahan kalian? hanya nikah siri?" tanya Dewi.Tissa mengangguk lemah. Dewi mendesah kesal. "Kalian ini —"Tiba-tiba ..."Dewi! Bu Dira ... Bu Dira!" teriak Mbak Murni memanggil Dewi. Wanita langsung berdiri, dan berlari menuju ruangan dimana Dira menempati ruangan pemulihan pasca oprasi."Kenapa Bu Dira, Mbak?""Bu Dira pendarahan hebat,"
"Pak Sean ... " panggil Ilham pada pasiennya.Sean menelan salivanya. "Antarkan aku ke kamarku , ""Baik, Pak. mau pakai kursi dorong Pak?""Tidak usah, aku masih kuat, sampai di kamarku. Ayo .." Ilham pun memapah Sean kembali ke kamarnya.Kini lelaki perawat yang soleh ini adalah teman ngobrol dan solusi bagi Sean. Banyak kehidupan yang sudah di ceritakan Sean padanya. Disamping untuk memulihkan ingatannya juga untuk melatih syaraf-syaraf motorik halusnya.Sehingga kini menjadi kebiasaan bila, Sean ingin menumpahkan uneg-unegnya."Ilham, apa yang harus aku lakukan?"tanya Sean pada Ilham setelah dirinya kembali berbaring pada ranjang di kamarnya. "Lebih baik,. Pak Sean istirahat dulu, nanti kita berbincang kembali, Pak. istirahatlah dahulu ya? jangan banyak beban pikiran. oke , Pak."Sean tersenyum, dan mengangguk. beberapa obat yang barusan di minumnya membuatnya gampang segera tertidur.perawat teladan tersebutpun membetulkan selimutnya, dan meninggalkan kamar Sean, selanjutnya m
"Kau, seharusnya mencegahnya, Mas," kata Dira sengit pada suaminya."Apa , maksudmu, Dira?""Dewi, seharusnya kau cegah , agar tidak pergi dengan lelaki itu."Sean terdiam, tak bisa lagi beralasan."Dewi sudah menjadi istrimu sekarang.""Aku, tahu, tapi itu ..Ilham cuma mengantarnya saja. lagian mereka pun tahu, hal batasan tersebut. bukankah, Ilham pun tahu siapa Dewi, iya kan? kau tak perlu sewot begitu , sayang ... sekarang pikir dirimu sendiri. Ayo bangkit untuk bisa sembuh." Panjang lebar Sean bicara pada Dira. istrinya hanya diam , menatap tajam pada suaminya. "Dira, jangan membuatku merasa bersalah karena ini. " Kini gantian Sean yang merajuk pada Dira.Tangan Sean menyentuh punggung tangan Dira, dan menciumnya lembut. Betapa dirinya kangen sekali pada keceriaan istrinya tersebut. Wajah tirusnya menutupi kecantikan yang dulu membuat Sean jatuh cinta. Rambut ikal mayangnya kini terlihat kusam dan tak terawat. "Cepatlah, sembuh, sayang. aku kangen sekali." Sean mencium kedua p
Terlihat, seorang lelaki berjenggot tebal, mengandeng Rasya yang penuh lumpur dan basah. Apa yang sedang terjadi?"Rasya! apa yang kau lakukan?" pekik kaget dari Dewi, dan langsung mendekati mereka. Begitu juga, Ilham tampak ikut panik, melihat anak Sean dalam keadaan kotor penuh lumpur."Dia bermain dalam kubangan dekat selokan tersebut, sudah aku peringatkan tapi tak diindahkan, hingga akhirnya dia terjebur sendiri dalam kubangan tersebut." terang lelaki tersebut."Oh, maafkan kami, Pak. kami tidak melihat Rasya main hingga ke sana." Ilham pun mengambil alih gandengan tangan lelaki itu dari tangan Rasya.Dewi, hanya melongo saja , tertawa , lalu geleng-geleng kepala."Hai, Rasya apa rasanya bermain lumpur? hah," tanya Dewi, merasa geli melihat Rasya berbalut lumpur dari kaki hingga setengah badannya."Enak, dingin rasa lumpurnya." jawab Rasya polos."kalau tidak kotor, bagaimana kau bisa belajar, iya kan?" "Sudahlah, cepat urus anakmu, jangan sampai dia masuk angin, dan saya ingatk
Malam ini adalah malam terakhir di kata Batam. Kota yang pernah membesarkan bisnis Sean, kota impian yang ingin ditaklukkan oleh pria ganteng itu. Namun, kini semua hilang sudah. Sejak pernikahan dalam perjodohan dengan Dira, teman masa kecilnya, menjadikan impian itu kini terkubur dalam-dalam. Setelah mengalami banyak bertubi-tubi ujian dari Allah.Dua buah hati, Raska dan Aisyah menjadikan rumah tangganya menjadi lebih dewasa lagi.Cobaan hidup Dira tak berhenti sampai di sini saja. Dirinya harus melawan emosi dan rasa percaya dirinya yang hilang.Untung, Sean adalah lelaki yang tahan bantingan. type yang setia ada pada dirinya. Akan tetapi, lagi-lagi krisis percaya diri istrinya mencuat, bila hal tersebut hadir, Dira langsung terdiam, mengunci dirinya dalam kamar, hanya menangis sepanjang hari. Di hadapan Sean, ada sepuluh koper lebih, semua akan dibawa ke kota Malang, Kota kelahirannya. Kota di mana ada kenangan tersendiri."Mbak Murni, apa semua sudah siap? punya dedek juga?" ta
Sudah hampir satu Minggu Sean sekeluarga berada di Malang. Sean mencoba berdamai dengan situasi. Beberapa anak perusahan armada milik Papa Panji diurus oleh Sean. Kali ini, terlihat Sean memakai kaus dan jins belel, ada handuk kecil melingkar di lehernya.Nampak, Papa Panji tersenyum melihat penampilan menantunya. Lelaki yang dulu pernah diasuhnya terlalu gagah dalam kostumnya pagi ini."Gantilah, bajumu. Nggak pantas, masa bendahara PO pakai baju kaya gitu," protes Papa."He he, Sean kali ini, mau mencoba truk yang baru, Pah. Tadi pagi, Fadli sudah bilang ada lima truk pengangkut pasir datang, semuanya dalam keadaan baru. Semoga bisnis aku kali ini sukses, Pah." Sean bersemangat dengan bisnis barunya."Oke, Papa paham dirimu, jangan terlena. Dira lebih butuh perhatianmu. Jangan lupa besok, jemput Marni, biar gajiannya Papa yang urus.""Baik, Pah."Sean merasa kini harus membuka peluang bisnis yang baru dan menjanjikan.Tiba-tiba, ada uluk salam dari luar. Terlihat Tiara datang bersam