"Pak Sean ... " panggil Ilham pada pasiennya.Sean menelan salivanya. "Antarkan aku ke kamarku , ""Baik, Pak. mau pakai kursi dorong Pak?""Tidak usah, aku masih kuat, sampai di kamarku. Ayo .." Ilham pun memapah Sean kembali ke kamarnya.Kini lelaki perawat yang soleh ini adalah teman ngobrol dan solusi bagi Sean. Banyak kehidupan yang sudah di ceritakan Sean padanya. Disamping untuk memulihkan ingatannya juga untuk melatih syaraf-syaraf motorik halusnya.Sehingga kini menjadi kebiasaan bila, Sean ingin menumpahkan uneg-unegnya."Ilham, apa yang harus aku lakukan?"tanya Sean pada Ilham setelah dirinya kembali berbaring pada ranjang di kamarnya. "Lebih baik,. Pak Sean istirahat dulu, nanti kita berbincang kembali, Pak. istirahatlah dahulu ya? jangan banyak beban pikiran. oke , Pak."Sean tersenyum, dan mengangguk. beberapa obat yang barusan di minumnya membuatnya gampang segera tertidur.perawat teladan tersebutpun membetulkan selimutnya, dan meninggalkan kamar Sean, selanjutnya m
"Kau, seharusnya mencegahnya, Mas," kata Dira sengit pada suaminya."Apa , maksudmu, Dira?""Dewi, seharusnya kau cegah , agar tidak pergi dengan lelaki itu."Sean terdiam, tak bisa lagi beralasan."Dewi sudah menjadi istrimu sekarang.""Aku, tahu, tapi itu ..Ilham cuma mengantarnya saja. lagian mereka pun tahu, hal batasan tersebut. bukankah, Ilham pun tahu siapa Dewi, iya kan? kau tak perlu sewot begitu , sayang ... sekarang pikir dirimu sendiri. Ayo bangkit untuk bisa sembuh." Panjang lebar Sean bicara pada Dira. istrinya hanya diam , menatap tajam pada suaminya. "Dira, jangan membuatku merasa bersalah karena ini. " Kini gantian Sean yang merajuk pada Dira.Tangan Sean menyentuh punggung tangan Dira, dan menciumnya lembut. Betapa dirinya kangen sekali pada keceriaan istrinya tersebut. Wajah tirusnya menutupi kecantikan yang dulu membuat Sean jatuh cinta. Rambut ikal mayangnya kini terlihat kusam dan tak terawat. "Cepatlah, sembuh, sayang. aku kangen sekali." Sean mencium kedua p
Terlihat, seorang lelaki berjenggot tebal, mengandeng Rasya yang penuh lumpur dan basah. Apa yang sedang terjadi?"Rasya! apa yang kau lakukan?" pekik kaget dari Dewi, dan langsung mendekati mereka. Begitu juga, Ilham tampak ikut panik, melihat anak Sean dalam keadaan kotor penuh lumpur."Dia bermain dalam kubangan dekat selokan tersebut, sudah aku peringatkan tapi tak diindahkan, hingga akhirnya dia terjebur sendiri dalam kubangan tersebut." terang lelaki tersebut."Oh, maafkan kami, Pak. kami tidak melihat Rasya main hingga ke sana." Ilham pun mengambil alih gandengan tangan lelaki itu dari tangan Rasya.Dewi, hanya melongo saja , tertawa , lalu geleng-geleng kepala."Hai, Rasya apa rasanya bermain lumpur? hah," tanya Dewi, merasa geli melihat Rasya berbalut lumpur dari kaki hingga setengah badannya."Enak, dingin rasa lumpurnya." jawab Rasya polos."kalau tidak kotor, bagaimana kau bisa belajar, iya kan?" "Sudahlah, cepat urus anakmu, jangan sampai dia masuk angin, dan saya ingatk
Malam ini adalah malam terakhir di kata Batam. Kota yang pernah membesarkan bisnis Sean, kota impian yang ingin ditaklukkan oleh pria ganteng itu. Namun, kini semua hilang sudah. Sejak pernikahan dalam perjodohan dengan Dira, teman masa kecilnya, menjadikan impian itu kini terkubur dalam-dalam. Setelah mengalami banyak bertubi-tubi ujian dari Allah.Dua buah hati, Raska dan Aisyah menjadikan rumah tangganya menjadi lebih dewasa lagi.Cobaan hidup Dira tak berhenti sampai di sini saja. Dirinya harus melawan emosi dan rasa percaya dirinya yang hilang.Untung, Sean adalah lelaki yang tahan bantingan. type yang setia ada pada dirinya. Akan tetapi, lagi-lagi krisis percaya diri istrinya mencuat, bila hal tersebut hadir, Dira langsung terdiam, mengunci dirinya dalam kamar, hanya menangis sepanjang hari. Di hadapan Sean, ada sepuluh koper lebih, semua akan dibawa ke kota Malang, Kota kelahirannya. Kota di mana ada kenangan tersendiri."Mbak Murni, apa semua sudah siap? punya dedek juga?" ta
Sudah hampir satu Minggu Sean sekeluarga berada di Malang. Sean mencoba berdamai dengan situasi. Beberapa anak perusahan armada milik Papa Panji diurus oleh Sean. Kali ini, terlihat Sean memakai kaus dan jins belel, ada handuk kecil melingkar di lehernya.Nampak, Papa Panji tersenyum melihat penampilan menantunya. Lelaki yang dulu pernah diasuhnya terlalu gagah dalam kostumnya pagi ini."Gantilah, bajumu. Nggak pantas, masa bendahara PO pakai baju kaya gitu," protes Papa."He he, Sean kali ini, mau mencoba truk yang baru, Pah. Tadi pagi, Fadli sudah bilang ada lima truk pengangkut pasir datang, semuanya dalam keadaan baru. Semoga bisnis aku kali ini sukses, Pah." Sean bersemangat dengan bisnis barunya."Oke, Papa paham dirimu, jangan terlena. Dira lebih butuh perhatianmu. Jangan lupa besok, jemput Marni, biar gajiannya Papa yang urus.""Baik, Pah."Sean merasa kini harus membuka peluang bisnis yang baru dan menjanjikan.Tiba-tiba, ada uluk salam dari luar. Terlihat Tiara datang bersam
Pagi cerah, mengiringi langkah Murni menuju rumah keluarga Dira. Rumah besar berpagar tinggi itu membuatnya melongo.Kemudian, segera masuk. Rasa kangen pada Aisyah begitu menggebu."Mbak Murni." Panggilan itu membuat Murni menghentikan langkahnya. ternyata, Dewi. Senyum merekah menyambutnya. Mereka saling berpelukan, teringat dulu, saat mereka sama-sama sebagai asisten Bu Dira. Selalu ada perselisihan antara mereka, tak ayal merekapun sering berantem."Dewi, ah bahagianya aku bisa bertemu denganmu lagi." "Ha ha, tentu saja, tapi saat ini kau akan jarang menemukan aku, mampirlah nanti ke rumahku ya?""Hah, kau tak tinggal di sini juga! lalu ...""Aku tinggal bersama kedua adikku, Mbak. Cuma setengah jam saja kok.""Bagaimana keadaan Bu Dira dan yang lainnya?""Sehat. tapi saat ini jaga perasaan Bu Dira. agak tidak stabil.""Oh, Apakah?""Sudahlah, ayo masuk. mereka sedang berkumpul, ada Ilham juga.""Wah, ada cowok ganteng juga."Dewi tersenyum, inilah Mbak Murni yang masih saja suk
"Hai, kurang ajar!" Sonia berteriak, karena rambutnya ditarik dengan keras oleh Murni, Sonia tak tinggal diam, dia membalas tindakan Murni yang tiba-tiba tersebut. Wanita yang sudah dalam keadaan emosi itu menarik lengan Murni, dan membuatnya mengaduh karena kuku-kuku itu menghujam dalam lengannya.Murni menarik tangan Sonia membantingnya hingga tubuh wanita itu tersungkur keras ke lantai toko mainan siang itu.Banyak mata yang melihatnya, namun Murni tak pedulikan lagi, diinjaknya jari jemari Sonia. Otomatis dia berteriak sekencang-kencangnya, seraya menarik betis kaki Murni.Wanita setengah abad itu hampir tersungkur, tapi kakinya segera menahan tubuhnya agar tidak terjerembab. Sonia kaget, melihat kuku tangannya sudah patah, terlihat merah karena bekas injakan keras kaki Murni.Semua yang melihat, tak ada yang melerai. Tiara, segera menyingkir, dan memanggil satpam di depan toko.Terjadi pertengkaran lagi, kali ini lebih ekstrem, mereka sudah bergumul, saling tarik-menarik rambut,
"HAI! LEPASKAN ADIKKU!" teriak keras dari Dewi. Wanita gesit itu langsung berlari mendekati Tiara. Murni pun tergopoh-gopoh seraya membawa pentungan golf milik Papa Panji.Dua lelaki yang menarik tangan Tiara langsung melepaskan tangan Tiara. Mereka langsung berlari meninggalkan tempat tersebut."Kurang ajar! Wei! jangan lari." Murni sudah mengangkat tinggi-tinggi tongkat tersebut.Dewi, menatap tajam dua lelaki tanggung tersebut yang langsung hengkang dengan sepeda motornya. Namun, Dewi mengingat nomor plat itu dengan baik dalam ingatnya.Tiara , bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Kau kenal mereka, Tiara?""Iya kak, salah satunya adalah Wawan, dia yang terus mengejarku, aku sudah menolaknya, tapi dia masih main paksa saja. Siapa yang mau pacaran sama preman, kak," jelas Tiara."Oh, naksir sama Non Tiara, ya? tapi preman? jangan Non! enak aja, gadis cantik dan shaleh gini, sama preman." Murni sudah mencicit sebal pada lelaki yang belum dikenalnya."Sudahlah, Mbak, Nggak usah k