Share

Bab 6. tersirat

Sean kembali pulang . Tadi dirinya, setelah makan malam bersama Dira, Pamit ada urusan kantor bersama teman. entahlah Dira percaya atau tidak. Sean tahu, Dira tidak gampang percaya begitu saja.

Sean mematikan lampu mobilnya. Baru saja turun dari mobilnya. Dira sudah berada di depan pintu.

"Baru pulang Mas?" tanyanya pelan.

"Iya, aku langsung pulang kok. ini saja belum jam mal—"

"Jam 12 malam bukan jam malam ya, Mas."

"Sudahlah, maafkan aku, aku —"

"Sekarang Mas Sean sudah punya Istri, jadi kurangi waktu bermainnya."

"Iya, aku tahu , ayo kita masuk. sudah malam."

"Tadi, kau bilang belum jam mal—."

"Stt, Ayo masuk, nggak enak ribut depan rumah, " Sean menggandeng Dira masuk rumah.

"Mas, " Dira menurut saja saat Sean menggandengnya masuk .

"Kita sudah punya kesepakatan Dira. "

"Tapi aku berhak peduli karena Mas Sean sudah mejadi suamiku, walaupun aku belum sepenuhnya menjadi istrimu.

"Oh, ayo kita lakukan saja kewajiban kita yang tertunda. " Dan Sean sudah bersiap membuka kancing kemejanya.

"Apa-an sih Mas, nggak ah." Dira meninggalkan Sean sendirian dan masuk kamar. Dira tersenyum.

"Makanya, jangan atur aku!" Setengah teriak Sean dari ruang tengah. Sean pun tersenyum dirinya sebenarnya tak akan melakukannya. Dia tahu Dira seperti apa.

"Dira ... aku sebenarnya sayang sama kamu, sebagai.sahabat, bukan —" Sean merebahkan diri di sofa depan telivisi.

Malam berlalu, Sean ternyata tertidur di sofa hingga pagi menjelang.

"Mas, bangun Mas, mengapa tidur di sini sih." Dira menepuk kaki suaminya. Namun tak juga terbangun dari tidurnya., karena terlihat sangat nyenyak, akhirnya Dira membiarkan Sean meneruskan tidurnya.

setengah jam , membiarkan suaminya terlelap, hingga saat Dira menyeduh kopinya. aroma kopi memenuhi ruangan. Sean terbangun, karena aroma seduhan kopi yang nikmat.

"Mengapa tak bangunkan aku?"

"Mas Sean , tidur nyenyak sekali. Aku bangunkan sejak subuh pun, tak bergeming sama sekali"

"Aku kok lapar?" Kemudian Sean bangkit dan hendak duduk di kursi makan.

"Eit —" Dira mendekat dan menarik lengan Sean untuk bangkit lagi, "Mandi dulu, biasakan mandi dulu baru makan atau minum. Bau naga tuh."

"Apa iya, Dir?" Sean mengembuskan napasnya di tangannya sendiri dan membauinya.

"Tuh, kan? aku siapkan air hangatnya. " Dira segera masuk ke kamar mandi dan mengambil ember besar dan mengiisi air hangat untuk mandi suaminya.

Sean memperhatikan semua pekerjaan Dira.

"Apa perlu asisten rumah tangga? nanti kau cape!"

"Nggak perlu, aku bisa atasi semua." Teriak Dira dari kamar mandi. "Iya, tuh sudah siap."

Sean berjalan ke arah kamar mandi, dilihatnya kamar mandi rapi dan bersih, Sean tersenyum, dan masuk ke kamar mandi.

Selesai mandi, ganti baju, dan sudah rapi. Sean kembali ke meja makannya. menyeruput segelas kopi hitam kesukaannya . Sepiring nasi goreng spesial sudah terhidang. Terlihat telur setengah matang .Sudah lama Sean tak makan telur setengah matang kesukaannya.

"Aku ijin dulu, mau aku bawakan bekal? dan tempat bekal kemarin mana? pasti ketinggalan nih, di kantor."

"Iya, ... benar, ketinggalan." sahut Sean, menyadari kotak bekal kemarin masih terletak di meja kerjanya tanpa Sean makan. "Nggak usah bawakan aku bekal. "

"Ya udah, aku —" Belum selesai Dira bicara, Sean menyondorkan piring kosongnya. "Apa?"

"Lagi, nasi gorengnya lagi, aku masih mau ." pinta Sean sambil mulut penuh nasi.

"Dasar, " Dira tersenyum dan menerima piring tersebut, serta menambahkan nasi goreng ke piring Sean. kembali Sean menikmati nasi goreng yang lezat.

"Dira, bisa-bisa, berat badanku naik nih."

"Biarin, aku suka cowok gendut, seksi tahu." timpal Dira tertawa.

Sean ngakak, "Oh , pantesan dulu kamu suka Edi, teman kita dulu kan?"

"Husf, sembarangan Mas Sean. nggak mungkinlah. " Dira tersenyum melihat tingkah suaminya.

"Jadi boleh aku gendut, Dir?"

"Boleh lah, asal kurangi keluar malam, dan jangan macam-macam, Mas Sean sudah menjadi suami ku."

"Tapi aku belum dapat jatah."

"ingat, kamu sendiri yang minta perjanjian pra nikah kan?"

Sean terdiam, "Kalau perjanjian kita batalkan gimana Dir?"

"Nggak janji" Dira terbahak.

Sebuah Awal yang bagus untuk memulai suatu hubungan.

Hari ini, Sean berangkat kerja penuh senyum. Sebenarnya dirinya beruntung mendapatkan istri seperti Nadira. Sudah tahu sifat dari masing -masing. Apa lagi melihat Dira memakai Jilbab, rasanya itu yang Sean harapkan untuk menjadi seorang istri juga ibu dari anak-anaknya kelak.. Tidak seperti — Ah, kini Sean jadi membandingkan Sonia dengan Dira.

Sonia cantik, seksi, intelektual. Bahkan Sonia terbilang bisa mengimbangi keinginan Sean sebagai karyawan di kantornya. Dulu sebagai PR Sonia sering membantu tiap tugas Sean, tapi akhir-akhir ini, Budi yang selalu melancarkan tiap tugasnya. Sonia hanya menemani saja saat waktu luang di kantornya. Ah ...

kini Sean sudah ada di ruangannya. Yang pertama kali di carinya adalah kotak bekal istrinya yang kemarin masing nangkring di meja kantornya. tapi sekarang malah tidak ada. apa di bawa, Muklis . OB kantor. Ah, sebaiknya aku panggil Muklis

"Kamu , mencari ini, sayang?" tanya Sonia, kini sudah ada di depan pintu.

"Iya, kembalikan kotak itu." pinta Sean.

"Muklis yang membawanya ke pentri, dan sudah membuang isinya yang sudah basi. Sejak kapan , kamu membawa bekal ke kantor?" tanya Sonia penuh selidik.

"Itu—" Sean tak bisa menjawabnya.

"Apa ada seseorang yang perhatian selain diriku?"

Sean terdiam, mungkin ini saatnya aku memberitahukan Sonia tentang Dira.

"Iya, aku sudah menikah, dan istriku yang menyiapkan bekal itu. —"

Brak!!! di lemparnya kotak bekal ini ke lantai hingga pecah. Sean kaget melihat reaksi Sonia.

"Aku tidak terima kau sudah menikah, Sean. selama ini, hubungan ini sebagai apa?" Suara Sonia mulai meninggi.

"Kau , buat aku kecewa dengan keputusanmu."

"Tapi, aku tak ada janji mau menikahi kamu, Sonia."

"Kau! aku —aku cinta kamu, Sean. Apa pun aku lakukan untukmu, terkadang, kamu sendiri yang tak mau menyentuhku." berang Sonia.

"Pelan kan suaramu., aku tak mau ada keributan di ruangan ku."

"Sayang ...." Sonia mendekati Sean, " Aku jujur padamu, aku tak mau pergi dari mu, menjadi selingkuhan mu pun. aku mau." Sonia memeluk tubuh Sean.

Sean hanya diam saja, "Tapi aku , sudah menikah. Aku —" Sean pun menjauhkan tubuh Sonia dari dirinya.

"Maafkan aku, bila selama ini , aku salah padamu. toh nyatanya aku tak merusak hidupmu, Sonia. "

"Sayang, please ... biarkan aku selalu dekatmu. aku tak bisa jauh darimu." Sonia merengek, tak mau menjauh dari tubuh Sean.

"Maaf, Sonia aku sudah menikah. " Sean menjauh dari Sonia , dan duduk di kursi kerjanya. "Silakan kembali bekerja di tempatmu, Sonia."

"Kau! Tega sekali. Pokoknya aku tak mau melepaskan mu sean!" Sonia pun pergi meninggalkan ruangan Sean dengan derai air mata kepalsuan.

"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status