Share

Bab 5. Tak Tergoda

Malam menjelang, janji Sean untuk mengantar Sonia dipenuhi juga untuk dinner, karena bagi Sean, pantang bagi dirinya untuk melanggar janjinya sendiri. Apa lagi pada Sonia.

Sean sudah berada di teras depan indekos milik Sonia. Memang dirinya harus indekos karena jadwal pemotretannya yang terkadang hingga malam hari. Sebenarnya iklan apa ya? Sean tak pernah peduli dengan apa yang di lakukan Sonia. Asal masih sewajarnya ya, terserah saja.

Setelah keduanya sudah berada di dalam mobil, Sonia tampak duduk menyilangkan kakinya, dalam pakaian mini dresnya berwarna hitam, kulitnya yang putih bersih terlihat kontras dengan warna baju yang di kenakan malam ini, justru lebih elegan di mata Sean. Pahanya yang mulus terpampang bebas di depannya.

Sonia menunggu waktu yang tepat. Rasanya sudah tidak tahan melihat Sean. Nafsunya seakan sudah di ubun-ubun.

Sean menghentikan mobilnya di sebuah studio. Yang biasa Sonia pakai untuk pemotretan iklan, baju dan lainnya.

Kali ini Sonia mendapat iklan produk paket slim. Sebuah produk pakaian yang bisa memperlihatkan tubuh terlihat lebih langsing.

"Aku tunggu di luar saja ya, nggak enak sama fotografernya. Ntar nggak konsen lagi." seloroh Sean.

"Ya udah nggak apa-apa, paling cuma satu jam saja."

"Yup, aku tunggu ya."

Sonia pun, pamit dan keluar dari mobil. Melenggang sendirian masuk dalam studio milik PT. Cahaya.

Sean berada di dalam mobil sendirian. Disetelnya musik untuk menemaninya.

Di dalam studio, sudah siap beberapa orang yang sedang bergiliran untuk membuat foto iklan.

"Sonia!" Panggil seseorang, "Sebelah sini."

"Oh iya," Sonia pun mengikuti pria tersebut ke sebuah tempat studio yang lain.

Ada Gibran sang Fotografer yang sudah siap membidik gambar dengan kamera mahalnya.

Ada dua orang gadis, sedang on kamera, pakaian mereka cukup seksi, jumpsuit keluaran terbaru mereka kenakan.

Sonia terdiam, "Hai nglamun aja, ini bagian kamu, pakai nih." suruh wanita bule yang berlogat Betawi mengagetkan Sonia.

"Ih, Mbak Widi, masa aku pake baju saringan." celutuk Sonia sambil tertawa ngakak, melihat baju yang akan dikenakannya.

"Ha ha ha, memang begitu say, jangan nolak, biasa. wajah kamu nggak akan kelihatan. Sini, puting kamu, aku tutup dulu pakai isolasi ini." Mbak Widi menunjukkan isolasi warna hitamnya sambil tertawa. Mereka pun sudah tertawa ngakak.

"Sttt, mahal nih mahal ... Mau fulus nggak sih lu." sontak Mbak Widi.

"Mau, lah ... Tapi nggak gini juga kali."

"Atau mau yang ini." Mbak Widi memperlihatkan G- string berbentuk tali temali. Sonia sudah tertawa ngakak melihat pakaian tersebut. Mbak Widi Pun ikutan tertawa.

"Mbak ... Jangan buat aku tertawa ngakak."

"Ngakak gimana? Ini datang dari Singapura tahu. Yang make tuh bule-bule."

"Ya udah, aku pakai pilihan yang pertama, tapi Gibran yang foto in aku kan? Aku nggak mau selain Gibran."

"Iya, Gibran yang foto. Rewel amat lu hari ini."

"Nih, sok pentil gue, buruan tutup dulu pake isolasi."

Dua wanita itu masih kasak kusuk dalam kamar ganti.

Selanjutnya pemotretan pun selesai, iklan baju G-String sudah Sonia lakukan. Berbagai pose menantang Sonia lakukan. Dada Sonia yang ukuran super menjadi daya tarik tersendiri, ditambah kulitnya yang putih dan bersih. Bayaran pun cair, uang langsung diterimanya. Sonia menjual foto tubuhnya tanpa memperlihatkan wajahnya. Tubuh seksinya, sering terpampang di majalah dewasa terbitan luar negeri tanpa diketahui identitasnya, dan Sean tak mengetahui pekerjaan Sonia ini. Karena studio yang berada di depannya adalah studio resmi untuk foto iklan tanpa embel-embel foto porno.

Tak lama, Sonia pun keluar dari studio tersebut, sudah berpakaian rapi. Mungkin ada satu jam lebih Sean menunggu dengan setia gadis pujaannya.

"Sudah?"

Sonia mengangguk, "Tapi lapar ..." rengeknya manja.

"Ayo, kita cari makan, aku juga lapar dari tadi." Kembali, mobil Sean meluncur menuju kafe yang terdapat live musiknya. Suasana malam begitu indah, langit cerah, dan angin berembus sepoi-sepoi, tenang dan romantis.

Di meja tersendiri, mereka sudah memesan makannya. Bersantap dalam momen yang romantis. Canda dan tawa dari mereka. Bersua foto bereng. Tak sadar waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam.

"Pulang yuk, besok 'kan kerja lagi."

"Hu um." Sonia berjalan masih terbawa romantisnya. Tangannya tak mau lepas dari genggaman Sean.

Mereka kini sudah di dalam mobil. Sonia sudah tidak tahan lagi. Tangan Sean ditariknya pelan, di arahkan ke pahanya yang mulus. Dengan tatapan mesranya pada Sean.

"Sayang, nggak pengin apa?"

"Apanya?" Sean hanya memandang Sonia. Ada gejolak birahi tiba-tiba. Disaat tangannya sudah menyentuh pangkal paha Sonia.

Parkiran yang cukup sepi membuat Sean leluasa mengelus paha Sonia. Tangan Sean semakin ke atas. Desahan dari bibir merah Sonia membuat darahnya semakin mendidih. Pelan lelaki tampan itu meremas gundukan empuk, terasa kenyal, walau masih dilapisi baju lengkap.

Sonia sudah sange, segera diraupnya bibir Sean, mereka saling mencium bibir, melumat, decakan terdengar halus. Sean semakin panas, bibirnya sudah melengsak ke sela leher jenjang Sonia. Tangan Sonia memeluk erat tubuh Sean.

Namun tiba-tiba. Sean mengendurkan pelukannya. Di betulkannya baju Sonia, lalu Sean mundur, memposisikan diri di belakang kemudi.

Tanpa kata-kata, Sean mengendarai mobilnya menuju tempat indekos Sonia.

Sonia terdiam malu. Rasanya ingin sekali melumat bibir Sean sekali lagi. Tapi rasa itu ditahannya. Berulang kali Sonia menggigit bibirnya sendiri.

Sean pun sama-sama terdiam, tanpa banyak kata, akhirnya sampailah mereka di teras indekos Sonia.

"Maafkan aku, Sean. Kamu nggak marah kan? Aku lakukan karena —aku, aku terlalu cinta padamu, Sean."

Sean tersenyum. "Tak apa sayang. Nanti ada waktunya kita lakukan itu. Masuklah, sudah malam."

Sonia mengangguk dan mengecup lembut Pipi kiri kanan Sean. Yang kena cium hanya diam saja dan tersenyum.

"Aku turun ya, terima kasih sudah anterin aku. Bye ..." Sonia turun dari mobil dan menutup pintu mobil. Sean melambaikan tangannya dan melajukan mobilnya pelan, pulang menuju apartemennya.

Sonia memandangnya dalam pandangan sedih. "Sebel, di kasih enak nggak mau. Sok jual mahal lu." Gerutu Sonia pelan.

Saat akan membuka kamarnya ada seseorang yang menyapanya.

"Hem, enak nih yang baru saja cair."

"Gibran." Sonia terkaget, dan tak lama tersenyum. Lelaki yang di sebut Sonia adalah sang fotografer dari PT. Cahaya.

Gibran mendekat pelan pada Sonia. Tak lama mereka saling memandang mesra. Gaya Gibran yang eksentrik, rambutnya yang keriting di ikatnya ke belakang menjadi satu. Aroma alkohol tercium dari mulut merah Gibran.

Sonia membuka pintu kamarnya. Gayanya semakin mempesona. Sonia menurunkan sebelah tali bajunya. Hingga belahan dadanya menyembul sedikit. Karena gagalnya merasakan keinginannya dalam pelukan Sean, kini dilampiaskan pada lelaki tirus tersebut.

Gibran bak mendapat duren runtuh. Sonia begitu panas dalam permainan ranjangnya malam ini. Hingga Sonia merasa puas dalam peluhnya yang kini telah membasahi tubuh telanjangnya.

Begitu pula, Gibran sudah berkali-kali gol, hingga dirinya tak mau beranjak dari dua gundukan kenyal tersebut.

Malam nampak tersenyum melihat dua insan tersebut sudah mereguk nikmat manis madu yang belum saatnya untuk dipanen.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status