Share

Bab 05

Author: Olivia Yoyet
last update Last Updated: 2025-08-26 10:09:37

05

"Kakak apain dia?" tanya Haikal. 

"Kakak tinju dan tendang. Seperti yang Ayah ajarkan dulu," terang Ghazwa. 

"Ehm, membela diri itu bagus. Tapi, jangan sering-sering, ya," tutur Haikal. 

"Dia suka narik jilbab Kakak. Bikin kesal." 

"Kalau dia berulah lagi, lapor ke guru." 

"Sudah, Yah. Tapi memang bego, sih. Diulangi terus." 

"Yang mana orangnya, Wa?" tanya Bariq. 

"Anak pindahan itu, Bang. Yang badannya tinggi," jelas Ghazwa. 

"Kalau dia ganggu lagi, panggil Abang," ungkap Bariq yang menyebabkan Haikal menggaruk-garuk kepalanya. 

"Abang mau ngasih dia pelajaran?" sela Haikal. 

"Enggak. Cuma mau dijitak aja. Pakai sepatu," jawab Bariq dengan polosnya. 

Tawa ketiga perempuan menguar. Barig menyunggingkan senyuman. Sedangkan Haikal hanya bisa mengusap dada, karena tahu jika putra sulungnya pasti berniat menghadiahkan tinjuan buat sang pengganggu. 

Setibanya di tempat tujuan, Bariq turun terlebih dahulu. Dia membukakan pintu tengah, supaya Lula bisa keluar sambil menggendong adiknya. 

Nana bergegas ke belakang untuk membuka bagasi. Dia mengeluarkan kereta dan memasangnya. Kemudian Lula membaringkan Baadal yang masih terlelap, sebelum memasang sabuk pengaman. 

Nana menyelimuti anak asuhnya. Dia menunggu semua orang keluar dari mobil, kemudian mereka jalan beriringan memasuki pintu pusat perbelanjaan. 

Haikal sempat berhenti untuk menelepon Hamid. Lalu dia mengajak keluarganya memasuki lift untuk menuju lantai tiga, di mana para sahabatnya telah menunggu. 

Bariq dan Ghazwa sangat senang bisa berjumpa kembali dengan para sahabat. Berteman sejak batita, menjadikan mereka akrab dengan semua anak pengawal PBK lapis satu. 

"Sudah dengar kabar? Beni mau nikah," cakap Ilyas. 

"Alhamdulillah," sahut Darma. 

"Kapan acaranya, Yas?" tanya Hamid. 

"Desember. Kemungkinan akhir bulan. Supaya teman-temannya dari luar negeri bisa mudik," terang Ilyas. 

"Aku lupa, calonnya yang mana," imbuh Herman. 

"Nandya. Asistennya Liana," papar Haikal. 

"Akhirnya nikah juga itu anak. Kupikir dia mau jadi bujang lapuk," seloroh Hans. 

"Cukup Said yang begitu. Adik-adiknya, jangan," timpal Hamid. 

"Berapa umur Beni?" desak Fuad. 

"Sama dengan Hisyam. 33 tahun," jelas Rusli. 

"Di tim lapis tiga, yang paling muda, itu Ari," ungkap Yusri. 

"Mukanya juga paling imut," kelakar Ridwan. 

"Kayak nggak berubah itu Ari. Dari pertama gabung jadi pengawal, mukanya begitu aja," celetuk Bambang. 

"Dia, immortal," canda Haikal. 

"Kata Yusuf, Ari itu titisan dracula," papar Hamid. 

"Anak satu itu, memang paling suka ngasih gelar aneh ke teman-temannya," lontar Hans. 

"Aku bilangnya, Yusuf si cerewet," cetus Ridwan. 

"Kecerewetannya membawa berkah. Hingga dia terpilih menjadi direktur marketing PBK," beber Fuad. 

"Dari awal angkatan Yusuf ikut diklat, ane sudah feeling, siapa aja yang akan terpilih menjadi petinggi PBK selanjutnya," ungkap Haikal. "Tapi, posisinya sedikit berbeda. Ane pikir, Yusuf akan pegang operasional, dan Aditya pegang marketing. Ternyata ketukar," pungkasnya. 

"Kalau aku, mikirnya, Yusuf pegang keuangan, karena dia asisten Zulfi. Ternyata justru Ari yang jadi dirkeu," celoteh Hamid. 

"Kalian tahu? Dari sekian banyak calon direktur, tebakanku yang benar cuma Hisyam dan Qadry. Lainnya, salah," keluh Bambang. 

"Kamu nggak sendiri, Bam. Aku pun banyak salah. Yang benar cuma Hisyam, Qadry dan Chairil," cetus Yusri. 

"Kalau aku nebaknya, Chairil jadi dirops PBK. Jeffrey yang ke PB. Ternyata bule separuh itu menukar posisinya," ujar Rusli. 

"Bukan Varo, tapi Wirya," tutur Haikal. "Semuanya dia yang atur, karena Wirya memang paling kenal karakter dan kemampuan semua juniornya. Sampai ke angkatan terbaru pun, dia sudah hafal," tambahnya. 

Sementara di meja lain yang ditempati para istri, Lula mendengarkan percakapan rekan-rekannya tentang bisnis terbaru yang tengah direncanakan para anggota GPCI. Yakni perkumpulan pengusaha cantik Indonesia, yang beranggotakan para istri dan saudara perempuan semua bos PG, PC, dan PCD. 

Kendatipun tidak tergabung dalam grup itu, tetapi Lula juga sering mendapatkan rezeki dari sana. Bila ada bos ataupun pengawal yang akan melangsungkan pernikahan, maka Lula akan menjadi penyedia bunga-bunga segar, yang akan digunakan untuk dekorasi. 

"La, bulan depan, Adik sepupuku mau nikah. Seperti biasa, kami butuh bunga-bunga," cakap Wiwi, istri Hamid. 

"Pakai WO mana, Kak?" tanya Lula. 

"Enggak pakai WO. Kami tangani sendiri, karena dananya terbatas. Acaranya juga di gedung kecil," papar Wiwi. 

"Mau sekalian didekor? Aku bisa." 

"Boleh. Nanti kukerahkan pasukan buat membantumu." 

"Jangan undang pasukan badut, Wi," timpal Kinanti, istri Ilyas. 

"Ho oh. Harusnya tiga jam ngedekor itu bisa selesai. Akhirnya molor jadi enam jam," kelakar Yunita, istri Hans. 

"Mereka nggak bisa dicegah, Ladies. Pasti pada datang, meskipun nggak diundang," sela Ayudya, istri Idris. 

"Tapi, mereka diundang walimahan, kan?" desak Laras, istri Fuad. 

"Iya, diundang. Acaranya dari jam 11 sampai jam 3," beber Wiwi. 

"Diumumkan dari sekarang di grup istri pengawal. Supaya masing-masing anggota bisa menyampaikan itu ke suami mereka," usul Tita, istri Ridwan. 

"Sebetulnya cukup diomongin ke Mayuree dan Utari. Mereka yang menggerakkan para istri lapisan dua dan selanjutnya," celetuk Nuria, istri Herman. 

"Betul itu. Kalau di grup utama, aku mikirnya, nggak semua pengawal muda diundang. Mungkin cuma para bos," cetus Tantri, istri Darma. 

"Oke, nanti aku hubungi Mayuree dan Utari," balas Wiwi. Dia tertegun sesaat, lalu melanjutkan ucapan. "Biasanya, Iis yang bagian nyampein ke istri para bos PG dan PC. Sekarang, siapa, ya?" 

"Mayuree aja. Dia bisa gerak di dua grup itu," jawab Ambar, istri Hasan. 

"Aku jadi kangen Iis. Kadang, dia suka bikin heboh grup kita," rengek Elma, istri Rusli. 

"Ya, sekarang grup jadi agak sepi," beber Yunita. 

Semuanya terdiam. Mereka sama-sama mengingat sosok Isnindar yang paling kalem serta bijaksana. Selain dekat dengan semua istri pengawal lapis satu, almarhumah Isnindar juga menjadi panutan para istri juniornya. 

Lula memandangi semua orang di meja itu. Dia terharu, karena sahabat-sahabat Isnindar ternyata masih mengingat sosok sepupunya tersebut. 

Rengekan Baadal mengagetkan Lula. Dia mengusap-usap paha sang keponakan. Namun, karena Baadal tetap merengek, akhirnya Lula melepaskan sabuk pengaman dan mengangkat lelaki kecil itu dari kereta. 

Wiwi dan rekan-rekannya memerhatikan saat Lula berdiri untuk mengayun Baadal dengan luwes, sedangkan Nana segera menyiapkan susu dalam botol anak asuhnya. 

Wiwi melirik Kinanti. Keduanya berbisik-bisik, sebelum serentak mengangguk. Selanjutnya mereka mengetikkan pesan dan mengirimkannya ke grup khusus para istri pengawal lapis satu. 

Semua orang di meja itu membaca pesan-pesan yang dikirimkan Wiwi dan Kinanti. Lalu, mereka bergantian membalas dengan berbagai komentar. 

Matahari sudah bergeser menjelang sore, saat rombongan itu membubarkan diri. Mereka berpencar menuju beberapa lantai tempat mereka memarkirkan kendaraan. 

Satu per satu mobil keluar dari area parkir. Haikal melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Dia menyetir sambil mengingat-ingat percakapan seriusnya dengan Hamid tadi. 

"Awas!" seru Lula, ketika seunit motor matic memotong dari kanan, dan menabrak motor di depan mobil. 

Haikal mengerem kendaraan, kemudian dia menepi. Lelaki berkumis tipis itu memasang rem tangan, sebelum melepaskan sabuk pengaman dan keluar. 

Haikal menyambangi keempat penumpang motor yang masih tergeletak di jalan. Dia dan beberapa pengguna jalan lainnya, menggotong keempat orang itu dan memindahkan mereka ke trotoar. 

Haikal memelototi penabrak yang ternyata merupakan pelajar SMP. Dia nyaris mengomeli remaja tanggung itu, tetapi didahului seorang perempuan yang baru turun dari mobil sedan merah. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 06

    06"Dari tadi kamu ugal-ugalan. Akhirnya nabrak orang!" desis perempuan berambut panjang, sambil memelototi sang penabrak. "Nia, kamu, kok, bisa ada di sini?" tanya Haikal sembari memandangi perempuan tersebut. Yusnia Widuri Gariwa, menoleh ke kiri. "Ehh, Bang Hai rupanya," balasnya. "Bocah ini, sudah meliuk-liukkan motornya dari perempatan sana. Mobilku tergores, dan dia langsung kabur," jelasnya. "Aku kejar. Ternyata dia nabrak yang lain. Benar-benar bawa musibah buat orang lain!" geram Yusnia sembari mendorong lengan kiri remaja itu yang terlihat ketakutan."Tahan, Nia." Haikal menarik tangan Yusnia dan menggeser perempuan tersebut ke belakangnya, untuk menjauhi sang pelaku. "Panggil orang tuamu!" bentak Yusnia, yang menyebabkan pemuda tanggung itu terisak-isak. "Malah nangis!" cibirnya sambil bercekak pinggang. "Nanti saja urusan itu. Kita harus mengobati luka-lukanya dan ketiga korban lainnya," timpal Haikal, sebelum dia berdiri dan jalan ke mobil. Yusnia tertegun. Dia menga

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 05

    05"Kakak apain dia?" tanya Haikal. "Kakak tinju dan tendang. Seperti yang Ayah ajarkan dulu," terang Ghazwa. "Ehm, membela diri itu bagus. Tapi, jangan sering-sering, ya," tutur Haikal. "Dia suka narik jilbab Kakak. Bikin kesal." "Kalau dia berulah lagi, lapor ke guru." "Sudah, Yah. Tapi memang bego, sih. Diulangi terus." "Yang mana orangnya, Wa?" tanya Bariq. "Anak pindahan itu, Bang. Yang badannya tinggi," jelas Ghazwa. "Kalau dia ganggu lagi, panggil Abang," ungkap Bariq yang menyebabkan Haikal menggaruk-garuk kepalanya. "Abang mau ngasih dia pelajaran?" sela Haikal. "Enggak. Cuma mau dijitak aja. Pakai sepatu," jawab Bariq dengan polosnya. Tawa ketiga perempuan menguar. Barig menyunggingkan senyuman. Sedangkan Haikal hanya bisa mengusap dada, karena tahu jika putra sulungnya pasti berniat menghadiahkan tinjuan buat sang pengganggu. Setibanya di tempat tujuan, Bariq turun terlebih dahulu. Dia membukakan pintu tengah, supaya Lula bisa keluar sambil menggendong adiknya.

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 04

    04Semburat jingga di langit telah menggelap, saat seunit mobil MPV hitam memasuki carport depan rumah bercat gading. Setelah mobil terparkir sempurna, sang sopir mematikan mesin, lalu melepaskan sabuk pengaman. Tidak lama kemudian Haikal telah memasuki ruang tengah melalui pintu garasi. Dia mengucapkan salam sambil melepaskan sepatu. Lalu menyusunnya di rak. Sudut bibir Haikal mengukir senyuman ketika Baadal mendatanginya. Lelaki kecil berambut ikal itu menyalami Haikal dengan takzim. Disusul oleh kedua kakaknya. Aroma harum menguar dari dapur. Haikal berpindah ke ruang makan. Dia seketika tersenyum ketika menyaksikan seorang perempuan berdaster biru, tengah mengemasi meja besar. "Bu, Ayah mau kopi," ucap Haikal. Waktu seolah-olah berhenti berputar, sebelum akhirnya Haikal sadar bila dia salah bicara. Pria berkumis tipis itu terkesiap, saat orang tersebut berbalik dan memandanginya saksama. "Abang duduk dulu. Segera kubuatkan kopinya," sahut Lula, sebelum dia cepat-cepat berpin

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 03

    03"Sudah balik ane ente. Artinya sudah membaik hatinya," cetus Yanuar Kaisar, komisaris 5 PBK. Haikal mengerutkan hidungnya. "Ane capek ngomong sopan. Mending balik nyablak lagi," balasnya. "Bagus itu, Bang. Lanjutkan," imbuh Zulfi Hamizhan, komisaris 7 PBK. "Aku suka kalau Bang Hai sudah kembali santai," ujar Andri Kaushal, sang komisaris 9 PBK sekaligus direktur PCD."Setelah ini, kalau Abang mau jadi singa lagi, kami nggak akan protes," seloroh Yoga Pratama, komisaris 8 PBK. "Aku siap disuruh lari keliling lapangan 10 kali," papar Haryono Abhisatya, komisaris 10 PBK. "Beneran, ya, Yon? Jangan ngeluh capek," ledek Aswin Mahdhar, direktur PCT, yang juga tergabung dalam tim pengawal lapis dua. "Sekali aja dia ngeluh, tak banting," cibir Galang Ahmadi, direktur YDL, sahabat Alvaro sejak belasan tahun silam. Galang juga merupakan salah satu pengawal lapis dua. Haikal memandangi semua sahabatnya yang tengah mengeroyok Haryono. Haikal mengulum senyuman. Dia tahu, jika para pengawa

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 02

    02"Bu, Ayah nggak bisa tidur kemaren," tutur Haikal sembari memandangi makam Isnindar. "Kangen, Bu," bisiknya. Haikal terdiam sejenak untuk menenangkan dirinya yang masih syok. Pria berambut cepak itu mengerjap-ngerjapkan matanya dengan cepat, supaya tidak mengeluarkan butiran air. "Dedek juga merengek terus. Dia belum paham kalau Ibu sudah nggak ada," cakap Haikal. "Abang dan Kakak juga masih sering nangis, sambil meluk daster Ibu," lanjutnya. Isakan dari belakang menyebabkan Haikal menoleh. Dia tertegun melihat Lula dan Namira, Adik Isnindar, tengah menangis sembari berpelukan. Seperti halnya Haikal dan anak-anaknya, kedua perempuan tersebut juga terpukul atas kepergian Isnindae. Kendatipun mereka tahu jika itulah takdir yang harus dijalani Isnindar, tetap saja Lula dan Namira sangat kehilangan Kakak tertua mereka. Kedua perempuan itu tinggal berdekatan dengan kediaman Haikal. Mereka turut mengasuh ketiga anak Haikal dan Isnindar, saat sang kakak tertua tengah menjalani persw

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 01 - Kematian

    01"Bang, ayo, kita pulang," ajak Alvaro Gustav Baltissen, sembari memegangi lengan kiri seniornya. Haikal Jabbar bergeming. Direktur utama Baltissen Grup tersebut masih termangu, sambil memandangi gundukan tanah yang dipenuhi banyak bunga di hadapannya.Tatapan nanar Haikal menjadikan rekan-rekannya saling melirik. Mereka memahami jika salah satu pengawal PBK lapis satu tersebut, masih berat untuk meninggalkan makam istrinya, Isnindar Herawati. Alvaro menghela napas berat dan mengembuskannya perlahan. Dia beradu pandang dengan Hamid Awaluddin, direktur utama PG, yang berada di sebelah kanan Haikal. Keduanya seolah-olah tengah berbincang dengan menggunakan bahasa batin, kemudian mereka sama-sama mengangguk. Alvaro mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia memberi kode pada asistennya, untuk memanggilkan orang-orang yang sangat disegani Haikal. Tidak berselang lama, beberapa pria menyambangi kelompok tersebut. Alvaro dan teman-temannya bergeser untuk memberikan tempat pada mereka.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status