LOGIN06
"Dari tadi kamu ugal-ugalan. Akhirnya nabrak orang!" desis perempuan berambut panjang, sambil memelototi sang penabrak.
"Nia, kamu, kok, bisa ada di sini?" tanya Haikal sembari memandangi perempuan tersebut.
Yusnia Widuri Gariwa, menoleh ke kiri. "Ehh, Bang Hai rupanya," balasnya. "Bocah ini, sudah meliuk-liukkan motornya dari perempatan sana. Mobilku tergores, dan dia langsung kabur," jelasnya.
"Aku kejar. Ternyata dia nabrak yang lain. Benar-benar bawa musibah buat orang lain!" geram Yusnia sembari mendorong lengan kiri remaja itu yang terlihat ketakutan.
"Tahan, Nia." Haikal menarik tangan Yusnia dan menggeser perempuan tersebut ke belakangnya, untuk menjauhi sang pelaku.
"Panggil orang tuamu!" bentak Yusnia, yang menyebabkan pemuda tanggung itu terisak-isak. "Malah nangis!" cibirnya sambil bercekak pinggang.
"Nanti saja urusan itu. Kita harus mengobati luka-lukanya dan ketiga korban lainnya," timpal Haikal, sebelum dia berdiri dan jalan ke mobil.
Yusnia tertegun. Dia mengarahkan pandangan pada ketiga orang lainnya yang juga masih remaja. Yusnia mendengkus pelan, sebelum berbalik untuk menuju mobilnya.
Haikal kembali sambil membawa kotak obat. Lula menyusul sembari membawakan tisu kering dan basah. Keduanya bekerjasama membersihkan luka yang diderita keempat orang tersebut, dengan dibantu beberapa orang di sana.
Yusnia datang sambil membawa beberapa gelas plastik air mineral. Dia membantu korban paling kecil terlebih dahulu, lalu membantu Kakak korban yang menjadi pengendara motor yang ditabrak.
Kala dua petugas kepolisian datang, sang pelaku makin ketakutan. Terutama karena dia belum memiliki SIM, bahkan tidak membawa STNK.
Haikal memandangi sang pelaku yang tengah dinasihati polisi. Haikal menggeleng pelan, karena kecerobohan pelaku itu menyebabkan orang lain menjadi korban.
Sekian menit terlewati, Haikal berpamitan pada kedua polisi dan warga lainnya. Dia dan Lula bersalaman dengan Yusnia, kemudian Haikal mengajak Adik iparnya kembali ke mobil.
Yusnia memandangi kedua orang tersebut, sambil bertanya-tanya dalam hati tentang sosok Lula. Dia turut hadir saat pemakaman istri Haikal beberapa minggu lalu, tetapi Yusnia tidak mengenali Lula.
Setelah mobil Haikal menjauh, Yusnia bergerak memasuki kendaraannya. Dia menyalakan mesin, lalu mengenakan sabuk pengaman. Kemudian perempuan bergaun krem itu melajukan mobil menjauhi tempat kejadian perkara.
"Yang tadi itu, siapa, Bang?" tanya Lula.
"Yusnia Widuri Gariwa. Direktur marketing Gariwa Corps," terang Haikal sembari terus mengemudi.
"Cantik. Mirip artis siapa, gitu. Lupa aku."
"Banyak yang bilang dia mirip Maudy Kusnaedi."
"Ah, ya, benar. Sama-sama tinggi juga. Kayak model."
"Dulunya memang pernah jadi model. Waktu masih muda."
"Umurnya berapa?"
"Kurang tahu. Kayaknya sama dengan Iis."
Lula mengangguk paham. Dia hendak kembali bertanya, tetapi teralihkan oleh dering ponselnya. Lula membuka baugette bag hitamnya untuk mengambil ponsel. Dia tercenung sekejap, sebelum menekan tanda hijau pada layar dan menempelkan telepon genggam ke telinga kanan.
"Assalamualaikum," sapa Lula.
"Waalaikumsalam," jawab sang penelepon. "Di mana, La?" tanyanya.
"Di jalan."
"Pantes. Aku ke rumahmu, tapi nggak ada orang."
"Mau apa Mas datang?"
"Pengen sowan aja. Sudah lama kita nggak ngobrol."
"Lebih baik jangan. Nanti perempuan itu marah dan ngamuk-ngamuk di depan rumah. Padahal aku nggak kayak gitu. Bahkan saat melabraknya karena menjadi pelakor pun, aku tetap sopan."
"Ehm, jangan diungkit lagi. Sudah lewat."
"Ya, memang sudah lewat. Makanya aku juga nggak mau bersilaturahmi dengan mantan suami. Hubungan kita sudah selesai, tepat seusai palu hakim pengadilan agama diketuk 3 tahun lalu."
"La, aku ...."
"Sudah, ya, Mas. Assalamualaikum."
Lula memutus percakapan. Dia menonaktifkan ponsel, supaya tidak dihubungi kembali oleh mantan suaminya. Lula mengalihkan pandangan ke luar kaca, dia mendengkus kuat beberapa kali untuk menghilangkan rasa sesak dalam dada.
Kendatipun sudah tiga tahun berlalu, hati Lula masih sedikit sakit. Terutama karena pernikahannya hancur, sebab banyak masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik.
***
*Grup Petinggi dan Komisaris Baltissen Grup*
Alvaro : @Daffa, acara gathering jadinya kapan?
Daffa Irawan : Awal November, @Padre.
Alvaro : Lokasi?
Daffa : Antara resor BPAGK di Pangalengan, atau resor 5 sekawan di dekat Gunung Salak.
Alvaro : Pilihan kedua aja.
Yanuar : Setuju.
Wirya : Idem.
Zulfi : Aku pundung!
Yoga : Dirut BPAGK merajuk, noh.
Andri ; Zulfi jarang ngambek. Pasti lagi PMS.
Haryono ; Bukan, dia lagi ngidam.
Miranda Baltissen : Rina hamil lagi? @Bang Zulfi.
Zulfi : Enggak, @Mira. Yono ngawur itu.
Haikal : Ane curiga. Zulfi punya pos dua.
Chan Ardiga : Aku baru mau komentar gitu.
Damtias Yandana ; @Zulfi, beneran-kah?
Hugo Elazar Baltissen : Mana Bang Zulfi berani punya harem.
Delmar Benedicto : Yups. Bisa-bisa dia dijadikan pepes sama istrinya.
Bertrand Luiz : Bukan pepes lagi, tapi jadi kornet.
Gutierre Benedicto : Bubur lebih pas.
Jose Luiz : Kalian menyebutkan makanan Indonesia. Saya jadi ingin makan itu.
Gustavo : Kemari, Sahabatku.
Jose Luiz : Ya, kami akan datang sebelum acara pernikahan Beni.
Edmundo Baltissen ; Bertahan sampai tahun baru. Kemudian kita pulang sama-sama ke Spanyol.
Jose Luiz : Ya, @Papa Edmundo.
Alvaro : Jadwal siapa yang ngawal Kakek mudik? @Wirya.
Wirya : Aku, Yoga, Hisyam, Qadry, Chairil, dan Aditya. Kami mau sekalian serah terima pergantian pasukan PB dan PBK, wilayah Eropa.
Haryono : Aku endak diajak? @Wirya.
Wirya : Kamu bagian nemenin Zulfi ke Australua, @Yono.
Haryono : Endak mau. Aku bosan ketemu kangguru.
Andri : Kukira Yono takut ketemu ikan hiu.
Yoga : Ikan kerapu.
Yanuar ; Ikan sapu-sapu.
Zulfi ; Kupu-kupu.
Daffa : Penyu.
Hamid : Labu.
Damtias : Tebu.
Idris : Sagu.
Hugo : Dadu.
Ilyas : Bambu.
Bertrand : Baju.
Darma : Tahu.
Chan : Saku.
Fuad : Tisu.
Gutierre ; Perahu.
Miranda : Susu.
Ririn Listia ; Buku.
Rizwan Kamil : Kuku.
Alvaro : Panu.
Haikal : Kutu.
Wirya : Tinju.
Zulfi : Bahu.
Yoga : Babu.
Andri : Bisu.
Hauono : Nganu.
Gustavo : Astaga! Kalian makin variatif kata-katanya.
Jose Luiz : Saya buka kamus dulu.
Javier : Saya bingung mau jawab apa.
Tio (Artio Laksamana Pramudya) : Tidak usah dijawab, @Paman Javier. Mereka hanya bergurau untuk mengisi waktu.
Hugo : @Mas Tio, dicariin Pak Jerome Hank Ming dan Pak Patrick Fillmore.
Tio : Dua minggu lagi aku merapat ke London.
Hugo : Okay.
Marley Yudhana Pramudya : Apa nggak ada yang nyariin aku?
Miranda : Enggak ada, @Marley. Justru yang ditanyain itu Gayatri.
Marley : Aku sedih.
Alvaro : Jangan drama, @Marley. Itu bagian Sipitih.
Yanuar : Sudah diambil alih Engkoh Wei Wiw Ya. Kalah pamor aku sekarang.
Ririn : Itu karena Engkoh lebih tampan.
Damtias : Lebih pintar.
Chan : Lebih keren.
Daffa : Lebih powerfull.
Yoga : Yanuar Kaisar Ming Sipitih, kalah telak!
Chat lucknut nongol Pembaca setia Emak pasti sudah hafal tentang chat absurd yang jadi trademark Emak ^^
91 *Grup DHAK*Zulfi : Assalamualaikum. Selamat datang buat semua komisaris tambahan BHARUDHAK. Perkenalkan, abdi, Zulfi Hamizhan. Komisaris 1, sekaligus direktur utama. Rustam : Halo. Perkenankan aku untuk memperkenalkan diri. Namaku, Rustam Darmaji. Tim lapis 14. Jabatanku, manajer umum.Razak Hanifian : Selamat siang, Semuanya. Perkenalkan, aku Razak Hanifian. Manajer keuangan. Aku juga berasal dari tim lapis 14.Gunandar Ishadi : Aduh! Banyak bos beken. Aku jadi insinyur. Righa Sadewandra : Kamu lulusan komunikasi, @Gunandar. Gimana bisa jadi insinyur? Wirya : Mungkin Gunandar ngarep jadi arsitektur. Yoga : Dia lebih cocok jadi petani anggur.Haryono : Penjual rujak cingur.Andri : Pedagang kue cucur.Hendri : Mamang bajigur. Yanuar : Tengkulak kencur. Zein : Tukang cukur.Marley : Pedagang sayur. Baskara : Petani jamur. Prabu : Tukang gali sumur. Dante : Penjual kasur. Zafran : Pembuat air mancur.Tio : Penjaga Candi Borobudur.Farzan : Ahli akupuntur. Heru : Hobi mai
90Waktu terus berjalan. Kehidupan rumah tangga Haikal dan Lula kian harmonis. Meskipun sama-sama sibuk, tetapi mereka selalu menyisihkan waktu berdua saja pada saat-saat tertentu.Pagi itu, Haikal dan Lula berpamitan pada Bariq serta Ghazwa. Mereka akan berangkat ke Bali untuk menghadiri acara resepsi salah satu klien kantor, yang dilakukan di Pulau Dewata. Baadal dan Zefa diajak serta. Begitu pula dengan kedua ajudan, dan Nana. Sedangkan Bariq dan Ghazwa akan menyusul esok sore, bersama Titin dan Darian, Adik bungsu Dimas, yang merupakan anggota tim lapis 17. Haikal dan keluarganya berangkat bersama tim Pramudya dan Baltissen, menggunakan pesawat milik Sultan. Sedangkan para bos lainnya menumpang di pesawat milik keluarga Adhitama. Haikal menggeleng pelan ketika melihat perdebatan Yanuar versus Marley, yang sama-sama ingin menguasai Zefa. Perdebatan itu kian sengit, karena Alvaro, Prabu, dan Panglima, berlakon sebagai tim kompor. "Papi, diam!" desis Malanaya, sebelum menyeret sua
89Hari berganti hari. Haikal menunaikan janjinya pada Felix. Sore itu Haikal mendatangi mantan musuhnya itu bersama Lula, Zefa, Rita, Daisaq, Tio, Sultan, Alvaro, dan Gustavo. Serta Yazan, Restu, Emryn, Righa, Gunandar, dan Ghea.Kehadiran mereka disambut hangat Anita dan kedua keponakannya. Mereka berebutan untuk menggendong Zefa, hingga bayi itu tertidur dalam gendongan Anita. Felix yang sudah bisa berbicara lebih lancar, sangat senang bisa bertemu dengan Gustavo dan Sultan. Felix menyampaikan permohonan maaf dirinya dan mendiang Sandro, yang disambut antusias Sultan serta Gustavo. "Kamu kuliah jurusan apa?" tanya Tio sembari memandangi Stefan dengan saksama. "Bahasa Jerman, Om," terang Stefan."Itu bahasa yang sulit, dan masih jarang dikuasai orang kita." "Ya. Aku dari dulu kepengen kuliah di sana. Tapi, karena nggak bisa, akhirnya aku belajar bahasanya aja. Siapa tahu, suatu saat aku bisa kerja sambil kuliah S2 di sana." "Betul. Itu rencana yang bagus." Tio mengalihkan panda
88 Berita teraktual mengenai Felix Saptaji, mengejutkan Haikal. Dia dan Alvaro beserta beberapa orang lainnya, segera mendatangi RS Polri untuk menjenguk Felix.Haikal dan rekan-rekannya mesti menunggu belasan menit di lorong dekat ruang perawatan Felix, sebelum diizinkan masuk oleh petugas jaga. Sepasang anak muda yang berada di ruangan itu, serentak berdiri dari sofa, saat melihat sekelompok pria berseragam safari hitam yang tengah memasuki ruangan. Seorang perempuan paruh baya yang duduk di kursi dekat ranjang, berdiri dan menyalami semua tamu. Dia menyentuh lengan kanan Felix dan membangunkan pria itu dengan lembut. "Silakan duduk," ujar Anita, sembari mengarahkan tangan kanannya ke set sofa, dan beberapa kursi di sekitar ruangan. "Boleh saya tahu, kalian dari mana?" tanyanya. "Kami dari Baltissen Grup," jawab Alvaro. "Saya, Alvaro Gustav Baltissen, komisaris 5. Yang ini, Bang Haikal Jabbar, direktur utama, sekaligus komisaris 10," lanjutnya. "Sebelah sana, Wirya, komisaris
87Kekisruhan yang terjadi di grup PCT, menjadikan para mentor mereka ikut pusing. Terutama, karena kasus itu akhirnya berkembang menjadi tidak terkendali, dan berimbas ke berbagai proyek bersama. Haikal yang baru beberapa hari lalu pulang dinas dari Eropa, terpaksa menerima permintaan Wirya dan Aswin, untuk ikut menenangkan situasi. Sebab jika masalah intern itu tidak bisa diselesaikan, maka Tio akan mengambil tindakan tegas pada orang-orang yang bersangkutan. Sore itu, Haikal mendatangi kediaman Wirya. Dia ikut menumpang mandi, lalu berbincang dengan ketiga bocah, sembari menunggu Daisaq yang tengah membersihkan diri di toilet kamar tamu. Haikal terkekeh mendengar cerita Marwa tentang teman-teman di sekolahnya, yang pada heboh saat Vanetta datang menjemputnya beberapa hari lalu.Hal serupa juga diceritakan Bayazid. Bahkan, jika Vanetta hendak jalan-jalan, maka Bayazid langsung bersiaga untuk menjadi pengawal perempuan tersebut. "Bang, ikut bentar ke ruang kerja. Aku mau ngomong s
86Waktu terus berjalan. Siang itu, Haikal mendatangi lapas bersama Alvaro, Zulfi, Righa, Ghea, dan beberapa ajudan muda. Mereka hendak menjemput Gunandar yang telah selesai masa hukumannya. Isakan Ghea terdengar ketika memeluk kakaknya. Gunandar turut menitikkan air mata bahagia, karena bisa bebas dari penjara.Seusai berbincang singkat, kelompok itu segera menaiki 2 mobil MPV mewah. Daisaq dan Righa, mengemudikan mobil bos masing-masing menuju kediaman Sultan Pramudya. Setibanya di sana, Gunandar kaget, karena banyak orang telah berada di tempat itu. Termasuk Paman dan bibinya, yang khusus datang dari kampung untuk menyambutnya.Isak tangis mewarnai pertemuan keluarga kecil itu. Gunandar sangat terharu, karena Kakak dan Adik dari almarhumah ibunya, rela jauh-jauh datang hanya untuk menemuinya. Sultan mengajak semua orang memasuki ruang tengah, yang lebih besar dari ruang tamu. Sultan memberikan pidato singkat untuk menyambut kebebasan Gunandar. Kemudian dia meminta Haikal untuk me







