LOGIN07
Jalinan waktu terus bergulir. Siang menjelang sore itu, Haikal tiba di ruang pertemuan kantor Janitra. Dia menyalami semua bos PG, PC dan PCD, yang telah berada di sana terlebih dahulu.
PG adalah singkatan dari Perusahaan Gabungan, yang dibentuk Tio beberapa tahun lalu. Perkumpulan itu beranggotakan 50 orang pengusaha muda Indonesia yang bergerak di berbagai bidang bisnis.
Setelahnya, Tio membuat PC dan PCD, yang beranggotakan masing-masing 100 orang. Para pengusaha baru yang tergabung di dua grup itu, sebagian besar adalah direktur perusahaan buatan Tio, Alvaro dan Wirya.
Tio juga tengah membangun PCT alias PC Tiga, dengan Aswin Mahdhar sebagai direkturnya. Tio sengaja menempatkan para pengawal lapis dua sebagai direktur PCD dan PCT. Supaya lebih mudah dikoordinir.
Haikal tergabung di grup 1 PC, bersama Wirya dan delapan rekanan lainnya. Mereka merupakan orang-orang andalan Tio, yang telah berhasil memajukan perusahaan masing-masing.
Haikal yang didaulat sebagai direktur utama Baltissen Grup Indonesia, mendedikasikan semua kemampuannya untuk membawa perusahaan itu, hingga tambah maju.
Kedekatan Haikal dengan keluarga Baltissen, membuatnya tidak sungkan lagi pada Gustavo, Edmundo, Alvaro dan kedua adiknya. Dekat sejak belasan tahun silam, menjadikan Haikal menganggap keluarga bos sebagai kerabatnya.
Tepat jam dua siang, rapat dipimpin oleh direktur utama Janitra Grup. Ethan Janitra, putra bungsu Rafael Janitra, terlihat sangat tenang dalam memaparkan kemajuan beberapa proyek, yang dikerjakan bersama.
Setelah Ethan duduk, Chris Mainaka, direktur utama AGATE, anak perusahaan Janitra, berdiri dan berpindah ke depan. Chris menyalakan in fokus yang telah terhubung ke laptopnya.
Pantulan deretan kalimat muncul di layar besar di dinding. Chris menjelaskan tentang tiga proyek yang ditanganinya sendiri.
Haikal mencatat beberapa hal penting di buku khusus. Pria berkemeja hijau muda itu serius mengikuti rapat, hingga tidak mengetahui jika ponselnya bergetar sejak tadi.
Sementara itu di tempat berbeda, sang penelepon akhirnya menghentikan usahanya untuk menghubungi Haikal. Dia menduga jika pria tersebut tengah rapat, hingga tidak sempat mengangkat telepon.
"Kita pulang, yuk!" ajak Lula sambil merapikan jilbab Ghazwa yang sedikit miring.
"Pakai apa?" tanya gadis kecil yang matanya bengkak, karena habis menangis.
"Motor."
"Kakak nggak bawa helm."
"Ada di motor." Lula celingukan untuk mencari sosok Bariq. "Abang, ke mana?" tanyanya.
"Ada ekskul katanya."
"Ehm, kalau gitu, kita pulang duluan. Abang nanti dijemput ojek."
"Ma, Kakak pengen es krim, yang di kafe itu."
"Boleh, tapi dibungkus aja. Biar Dedek bisa ikut makan."
Lula menggamit lengan kiri keponakannya. Perempuan berjilbab cokelat muda itu mengajak Ghazwa menuju tempat parkir.
Lula mengingat-ingat apa yang tadi disampaikan guru Ghazwa, yang akan diteruskannya pada Haikal. Lula mengeluh dalam hati, karena biasanya Isnindar yang akan menangani semuanya tanpa melibatkan Haikal.
Lula tidak bisa melepaskan pengawasan pada ketiga keponakannya. Selain karena dia telah berjanji pada Isnindar untuk membantu merawat mereka, Lula juga sangat menyayangi Bariq, Ghazwa dan Baadal.
Lula dulu pernah menikah selama 8 tahun. Namun, dia tidak memiliki keturunan, karena masalah reproduksi. Lula bertambah sedih, karena Mohan Anggasta, mantan suaminya, memutuskan mendua dengan Manika Padmasari, justru di saat Lula tengah membutuhkan dukungan.
Lula yang kecewa dan patah hati, memutuskan untuk bercerai dengan Mohan 3 tahun silam. Lula kembali menetap di rumah peninggalan orang tuanya, yang hanya berbeda blok dengan rumah Haikal.
Demi membiayai kehidupannya, Lula membuka toko bunga kecil di dekat kantor WO milik Mutiara dan Edelweiss. Isnindar menjadi penyambung sepupunya tersebut, agar bisa bekerjasama dengan WO itu.
Perlahan tetapi pasti, usaha Lula bisa berkembang pesat. Hingga dia bisa membeli satu rumah toko, dan memperbesar usahanya.
Tidak berselang lama, Lula dan Ghazwa telah berada di kafe depan kompleks tempat mereka tinggal. Niat Lula untuk membungkus, akhirnya dibatalkan. Dia menelepon Nana dan meminta sang pengasuh datang bersama Baadal, dengan menggunakan ojek.
"Kakak besok nggak mau sekolah," rajuk Ghazwa.
"Kenapa?" tanya Lula.
"Males ketemu Dinosaurus itu."
Lula mengulum senyuman. "Kalau Ayah ngizinin, Kakak boleh libur sehari. Tapi, nggak boleh main keluar. Temani Dedek di rumah."
"Hu um." Ghazwa menatap perempuan bermata besar yang disayanginya. "Ma, Sabtu nanti, Kakak mau berenang," pintanya.
"Ehm, Mama ada kerjaan. Minta temani Ayah, ya."
"Enggak mau. Ayah nggak sabaran. Baru juga satu jam, sudah ngajak pulang."
Lula tersenyum. "Nanti Mama omongin ke Bunda Namira. Biar dia yang nemenin Kakak."
Ghazwa mengangguk paham. Dia mengalihkan pandangan pada pelayan kafe, yang tengah mendekat untuk menyajikan pesanan.
Sekian menit terlewati, Nana datang bersama Baadal. Keduanya menyambangi meja yang ditempati Lula dan Ghazwa. Kemudian mereka ikut bersantap.
Dering ponselnya mengejutkan Lula. Dia membuka tas hitam untuk mengambil benda yang masih berdering. Lula segera menjawab panggilan itu dan menyapa sang penelepon dengan salam.
"Ada apa, La?" tanya Haikal seusai menyahut sapaan salam Adik iparnya.
"Tadi aku ditelepon guru Ghazwa. Dia nangis, karena berantem dengan Dino," terang Lula.
Haikal tertegun sesaat, lalu dia bertanya, "Kakak terluka?"
"Enggak. Justru Dino yang telinganya berdarah, karena dipukul Kakak pakai sapu."
"Masalahnya apa?"
"Dino narik jilbab Kakak sampai nyaris lepas. Tadi dia juga dinasihatin wali kelasnya, agar bisa menghormati temannya."
Haikal meringis. "Ehm terus, gimana?"
"Sudah didamaikan sama guru, tapi kayaknya mamanya Dino masih marah. Aku ngajak salaman, dia melengos."
"Abaikan. Dia yang nggak bisa mengajarkan sopan santun ke anaknya. Giliran dihajar, malah marah."
"Ehm, ya."
"Ghazwa lagi ngapain?"
"Makan es krim. Sama Dedek. Di kafe depan kompleks."
"Mantap!"
"Abang mau? Nanti dibungkus."
"Enggak usah."
"Ehm."
"La, makasih sudah mengurus anak-anak."
"Ya, Bang."
Haikal terdiam sejenak kemudian dia melanjutkan ucapan. "Kapan-kapan Abang traktir kamu."
Lula spontan tersenyum. "Sip. Kutunggu."
***
Pekikan Baadal menyambut kedatangan Haikal sore itu. Seusai memarkirkan mobilnya, pria berambut tebal tersebut mematikan mesin. Haikal melepaskan sabuk pengaman, lalu menyambar tas kerja dan tas belanja dari kursi samping kiri.
Setelah keluar dan menutup pintu kendaraan, Haikal memberikan tas belanja pada Bariq yang menyambanginya bersama Baadal. Kedua bocah tersebut berseru megirangan seusai melihat isi tas.
Haikal memasuki rumah sambil mengucapkan salam. Dia duduk di sofa tuang tamu, lalu melepaskan dasi hijau tua motif bintik-bintik, dan meletakkan benda itu ke kursi.
Ghazwa muncul dari dalam sambil membawakan minuman buat ayahnya. Lula menyusul sembari memegangi piring, berisikan kue-kue yang tadi dibelinya.
Saat hendak meletakkan piring ke meja, kaki Lula tersandung mobil-mobilan milik Baadal. Dia memekik sambil berusaha menyeimbangkan diri.
Haikal spontan berdiri dan memegangi kedua lengan Lula yang nyaris terjatuh. Setelah perempuan tersebut berdiri tegak, keduanya saling menatap selama beberapa saat.
Lula yang tersadar lebih dulu, memutus pandangan dengan menunduk. Haikal melepaskan pegangan dan kembali duduk. Dia tertegun ketika Lula segera berlalu setelah meletakkan piring. Padahal biasanya perempuan tersebut akan ikut duduk dan berbincang dengannya.
105Bulan demi bulan berganti. Sore itu Haikal tengah berada di rumah sakit milik Benigno dan teman-temannya. Lula telah selesai operasi caesar tadi pagi, dan sedang beristirahat di paviliun VVIP.Bayi kedua Lula ternyata berukuran besar, yakni 4,2 kilogram. Sebab panggul Lula sempit, tim dokter menyarankan untuk dilakukan operasi caesar, dan Haikal mematuhinya. Demi menjaga kenyamanan Lula, Haikal terpaksa melarang banyak sahabatnya untuk datang menjenguk. Hanya Hamid, keluarga Pramudya dan Baltissen, serta semua komisaris PB dan PBK, yang diizinkan datang. Yang lainnya baru diperbolehkan berkunjung, setelah Lula pulang ke rumah. Haikal mengamati Bariq yang tengah duduk di sofa, sambil memangku sang bayi jumbo. Sebab ukuran adiknya besar dan panjang, hanya Bariq yang sanggup menggendongnya, sedangkan Ghazwa tidak bisa. Baadal memandangi bayi berselimut biru yang telah berpindah ke gendongan Namira. Baadal tampak ragu-ragu sesaat, sebelum merunduk untuk mengecup dahi adiknya. Zefa
104 Hari yang dinantikan Lula telah tiba. Dia berpamitan pada para tetangga yang ikut melepas kepindahan mereka, di depan rumah Haikal. Lula menaiki mobilnya sambil menggendong Zefa. Dia membiarkan sang suami yang tengah mengucapkan salam perpisahan, pada rumah yang telah menjadi saksi hidup Haikal selama belasan tahun. Selain Haikal, Bariq dan Ghazwa juga sempat termenung lama di ruang tengah. Mereka mengenang berbagai peristiwa yang dialami di tempat itu. Mulai dari saat mereka masih kecil, hingga tumbuh besar.Haikal menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Dia mengusap foto pernikahannya dengan Isnindar yang tergantung di ruang kerja. Pigura itu tidak dibawa pindah dan akan tetap berada di sana.Ruang kerja dan dua kamar utama di lantai 2, tidak akan digunakan sebagai mess. Hal itu sesuai dengan perjanjian Haikal dan Hisyam, sebelum penandatanganan nota penyewaan tempo hari. Semua perabot yang memiliki histori bersama Isnindar, dikumpulkan di kamar utama satu. H
103Sepasang insan berdiri di depan bangunan dua lantai bercat hijau muda. Mereka terlihat senang, karena rumah baru itu sudah siap ditempati. Haikal mengajak Lula memasuki rumah. Mereka menemui Satrio yang sedang mengawasi para pekerja cleaning service, yang sedang berjibaku membersihkan setiap sudut ruangan. Lula berpindah ke ruang tengah. Dia mengamati satu dinding panjang yang akan dilukisnya bersama anak-anak. Lula sangat antusias mengerjakan proyek baru itu, yang menandakan kepemilikannya atas bangunan tersebut."Barang-barang mau masuk kapan, Bang?" tanya Satrio."Nanti sore," jawab Haikal. "Sebagian besar dari tokonya si bule. Karena yang dari rumah sana hanya dibawa sedikit," lanjutnya. "Rumah lama, siapa yang nyewa?" "Hisyam and the gank. Itu buat mess karyawan kantor mereka yang perempuan. Buat karyawan laki-laki, mereka nyewa rumah Lula." "Mereka niru 3 robot. Nyediain mess, untuk mengurangi beban pegawai." "Ya, dan itu ide yang bagus. Ane juga kepikiran buat bikin me
102Giovanni memandangi perempuan berjilbab hitam, yang berada di seberang kaca. Giovanni mengambil gagang telepon dari meja, lalu dia memberi kode agar perempuan itu juga mengangkat gagang telepon di meja seberang. "Terima kasih sudah mau datang," ucap Giovanni. "Aku hanya memenuhi permintaan suamiku. Dia bilang, aku harus menemuimu dan melepaskan semua kemarahan padamu," jawab perempuan tersebut. "Aku terima kalau kamu mau marah. Dimaki pun, aku siap." "Aku sebetulnya pengen mukulin kamu. Tapi ada kaca ini, jadi nggak bisa." "Aku minta izin penjaga dulu. Supaya kamu bisa ke sini." Lula membeliakkan matanya. "Emang bisa?" "Bisa. Suamimu juga pernah menemuiku, dan kami ngobrol di ruang itu." Giovanni menunjuk pintu di sisi kiri. Kemudian dia meletakkan gagang telepon ke meja, lalu berdiri untuk menemui sang penjaga. Tidak berselang lama, Lula diizinkan mendekati pria berpakaian khas tahanan, yang menunggu di ruangan samping kanan. Rita turut masuk untuk mengawal sang nyonya. G
101Waktu terus berjalan. Jumat malam, ballroom hotel J&A dipenuhi ribuan orang. Mereka yang merupakan seluruh pengawal PBK, beserta segenap komisaris dan banyak bos dari PG, PC, PCD, PCT serta PCE.Akhtar dan Hana menaiki tangga menuju tepi kanan panggung. Keduanya menempati area khusus MC, dan memulai acara dengan ucapan salam, yang dibalas hadirin dengan semangat. Akhtar dan Hana terlihat akrab serta bisa berkomunikasi dengan lancar. Keduanya berulang kali melemparkan candaan, yang memancing tawa penonton. Setelahnya, Akhtar mempersilakan kedua komisaris utama PB dan PBK untuk menaiki panggung. Sultan menyapa hadirin dengan kalimat salam, yang disambung Gustavo dengan salawat. Kedua pria tua itu memberikan pidato singkat. Mereka sangat bangga dengan hasil kerja seluruh petinggi PB dan PBK 2nd Generation. Selain itu, Sultan dan Gustavo juga menyampaikan kebanggaan mereka, akan keberhasilan seluruh tim luar negeri, yang turut mengharumkan nama kedua perusahaan itu di mancanegara.S
100Jalinan detik bersatu menjadi menit, hingga menggulirkan jam yang menyebabkan hari berganti minggu, dan bulan bergeser dengan kecepatan maksimal. Pada penghujung minggu itu, kediaman Haikal didatangi banyak ibu-ibu sekitar kompleks, dan istri para sahabat Haikal. Teman-teman dan karyawan Lula di dua tokonya juga turut hadir, untuk melaksanakan acara empat bulanan. Lantunan ayat suci dibacakan Riani Silvia, anggota tim lapis 17. Gadis berjilbab putih itu merupakan salah satu qoriah andalan PB dan PBK, yang kerap mengisi acara serupa yang diadakan para istri bos.Setelahnya, Ghea menunaikan tugasnya sebagai saritilawah. Adik Gunandar tersebut telah resmi bergabung sebagai anggota pengawal angkatan terbaru. Ghea bertugas menjadi ajudan Winarti, yang turut menghadiri acara tersebut bersama Ira, Elis (Emak Yanuar), dan beberapa Ibu dari para sahabat Haikal di tim lapis satu. Seorang ustazah memberikan tausiah dengan santai. Istri Ustaz Sulaiman tersebut (guru spiritual tim PG), seka







