Banyak sepasang mata yang menyimak kejadian di dalam rumah makan tersebut, Hana mengambil alih kunci mobil untuk mengendarai mobil Jasmin. Jasmin yang terus diam membisu hanya bisa menuruti perintah Hana.
Hana membawa Jasmin ke suatu tempat, tempat yang selalu digunakan para umatnya berkeluh kesah. Tidak lama mereka sampai di sebuah Masjid besar yang berada di alun-alun kota Bandung.
Ketika mobil berhenti Jasmin menoleh kearah Hana, Hana tersenyum tahu akan sahabatnya yang belum menunaikan sholat Dzuhur.
" Mengadu lah di Rumah Allah " ucap Hana mengeluarkan mukena dari dalam tasnya dan mengulurkan ke arah Jasmin.
" Terimakasih Hana " lirih Jasmin seutas senyuman terlihat di wajah Jasmin, Hana pun mengangguk. Jasmin menerima mukena dari tangan Hana dan keluar dari dalam mobil.
" Bugh ! " suara pintu mobil tertutup
" Aku tunggu di Menara Masjid ya " ucap Hana dengan kepala yang menyembul di kaca mobil yang ia turunkan, Jasmin hanya mengangguk setuju.
" Hmmmmm " Hana menghembuskan nafas beratnya, melihat langkah kaki Jasmin masuk ke dalam Masjid
" Semoga saja Allah menggantikan seseorang yang lebih baik mendapatkan mu Jasmin " gumam Hana seraya memarkirkan mobilnya di dekat taman. Hana berkeliling mencari makanan yang akan ia bawa ke atas Menara Masjid.
Didalam Masjid Jasmin menumpahkan segala kekecewaannya, ia tidak dapat membendung rasa sedihnya.
"Apa mungkin ini jawaban dari mu Ya Allah " lirih Jasmin sambil menutup wajahnya yang basah dengan kedua tangannya.
" Atau hamba harus menerima perjodohan dari ayah " batin Jasmin terus bertanya tentang siapa jodoh dirinya.
Usai berdoa Jasmin menyeka pipinya yang basah, ia kembali mengemasi mukena milik Hana untuk ia kembalikan. Jasmin ingat sahabatnya sekarang sedang menunggu di Menara, Jasmin pun berjalan kearah lift untuk menemui Hana.
Sesampainya di atas menara Jasmin mencari keberadaan Hana, tidak harus berkeliling Jasmin dengan cepat menemukan sahabatnya yang sedang menikmati es krim dengan melihat ke arah luar.
" Hana terimakasih " ucap Jasmin berdiri di samping Hana dan mengembalikan mukenanya.
" Ini makanlah, aku hanya membeli dua es krim yang cukup mengganjal perut " jawab Hana tersenyum
" Heeemmm dasar pelit, " Jasmin tersenyum, Hana pun mengulurkan satu es krim ditangannya.
" Terimakasih temanku tersayang " Jasmin menerima es krim pemberian dari Hana. Mereka sama-sama menikmati es krim cone dengan melihat pemandangan kota Bandung dari atas Menara.
" Jangan lupa sampahnya taruh sini ya " ucap Hana yang lebih dulu menghabiskan es krimnya. Ya ... Hana menunjukkan ke arah kantong plastik agar ia bisa membuang sampah di tempat yang sudah di sediakan.
" Siap bos " jawab Jasmin tersenyum.
" Bagaimana perasaan mu, apa sudah lega ?" tanya Hana, Jasmin menunduk dan mengangguk.
" Alhamdulillah... Han, sebenarnya ayahku ingin menjodohkan aku dengan laki-laki yang sama sekali belum aku kenal " ungkap Jasmin menatap lurus sambil menikmati es krim pemberian Hana.
" Itu lebih baik, dari pada kamu menunggu Rafa bertahun-tahun nggak ada hasilnya " ketus Hana yang memang tidak suka dengan sikap Rafa.
" Ayah bilang, dia lulusan dari Yaman " ucap Jasmin.
" Wah... Kalau aku jadi kamu... Aku sih mau dijodohin dengan laki-laki itu, apalagi lulusan dari Yaman. Nggak nolak lah " goda Hana seraya tersenyum
" Huussst istighfar Hana, kamu kan sudah punya Mas Faris " ucap Jasmin memasang wajah cemberut, Hana tertawa kecil melihat sahabatnya cemberut. Hana memang sudah menikah dengan seorang pria bernama Faris.
" Iya iya jangan cemberut juga dong " jawab Hana
Ditempat lain tepatnya di rumah makan, Rafa tengah makan siang dengan istrinya yang selalu menyuapi Rafa hingga habis tak tersisa.
" Sayang ... Dua perempuan tadi siapa ?" tanyanya
" Hanya teman biasa " jawab Rafa
" Terus kenapa mereka pergi saat tahu aku istri kamu mas ?" tanyanya dengan penuh selidik, mereka duduk saling berhadapan.
"Sudah jangan bahas ini lagi, dia tidak pantas aku cintai. Hanya kamulah perempuan yang paling cantik " Rafa memuji istrinya sambil memegang dagunya.
Di meja lain seorang laki-laki tidak sengaja mendengar percakapan Rafa dan istrinya, " Heeehh dasar laki-laki buta cinta " batinnya merasa ikut kesal. Karena Rafa lebih memilih wanita cantik tanpa hijab, bahkan lekuk tubuhnya pun terekspos menjadi bahan tontonan publik.
Jasmin mengajak Hana untuk makan siang di sebuah tempat, tempat tersebut masih berada di dekat alun-alun Bandung.
" Silahkan pilih pesanannya, biar aku yang bayar " ucap Jasmin memberikan buku menu kepada Hana, sekarang mereka ada di dalam sebuah resto cepat saji.
" Ahh nggak usah Jasmin biar aku bayar sendiri " jawab Hana tak enak hati, seraya memilih makanannya.
Usai memanggil pelayan resto dan memesan makanan mereka kembali bertukar pikiran.
" Han, apa aku terima saja ya perjodohan dari ayah ?" tanya Jasmin, Hana menggenggam tangan Jasmin yang sekarang duduk berhadapan.
" Sholat istikharah lah Jasmin, lagi pula orang tua tidak mungkin mendorong anaknya ke dalam jurang. Aku yakin laki-laki yang akan dijodohkan dengan mu, bukanlah laki-laki sembarangan. Mintalah kepada ayahmu untuk bisa bertukar CV dengannya, dan.... jika setelah tukar CV hati kamu tidak tenang, kamu bisa menolaknya. " ucap Hana berusaha memberikan solusi terbaik untuk sahabatnya.
" Terimakasih Hana, kamu memang terbaik " jawab Jasmin tersenyum, Hana pun melepaskan genggaman tangannya.
" Sudah makan dulu yuk, pesanannya sudah datang " ajak Hana
Mereka pun menghabiskan makan siang dengan tenang, usai mengabiskan makanannya Hana berpamitan kepada Jasmin untuk pulang lebih dulu karena sudah di jemput oleh suaminya.
" Jika suatu hari kamu menikah, jangan lupa kabari aku " ucap Hana memegang kedua lengan Jasmin
" Pasti, doakan saja " Jasmin memeluk Hana
" Tentu aku akan mendoakan mu. Ya sudah, aku duluan ya... Kamu hati-hati " Hana melepaskan pelukannya, Jasmin pun mengangguk
" Assalamualaikum " pamit Hana
" Wa'alaikumus salam " jawab Jasmin terus merhatikan langkah sahabatnya memasuki mobil yang dikendarai oleh suaminya.
Jasmin melihat arloji di tangannya yang menunjukkan pukul tiga sore, Jasmin pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Sesampainya di dalam mobil Jasmin melihat ke arah tas miliknya dan mengambil ponsel untuk memblokir semua nomor Rafa.
" Heeemmm " Jasmin menyandarkan tubuhnya dan mengeluarkan napas beratnya.
Setelah cukup tenang, Jasmin mulai melajukan mobilnya. Dalam perjalanan pulang Jasmin tidak sengaja melamun dan tidak sadar menabrak sebuah mobil yang berhenti karena lampu lalulintas berwarna merah.
" Astaghfirullah " dengan cepat Jasmin menginjak rem mobil. Tak berselang lama pemilik mobil keluar dan mengetuk kaca mobil Jasmin. Jasmin pun menurunkan kaca mobilnya.
" Maaf pak saya tidak sengaja " ucap Jasmin canggung karena pemilik mobil yang ia tabrak dari belakang sangatlah tampan.
" Apa kamu terluka ? " tanyanya
" Hah dia nggak marah " batin Jasmin terkejut mendengar pertanyaannya.
" En... Nggak pak, berapa kerugian yang harus saya bayar ?" tanya Jasmin gugup seraya mengambil dompet di dalam tasnya.
" Tidak perlu, aku hanya memastikan kalau kamu baik-baik saja " jawabnya lalu pergi meninggalkan Jasmin.
" Alhamdulillah syukurlah " Jasmin memejamkan matanya dan kembali menyenderkan tubuhnya, belum lama menyandar suara bising klakson mobil yang berada di belakang mobil Jasmin bersahutan karena Jasmin lama melajukan mobilnya ketika lampu hijau sudah menyala.
" Ya Allah kenapa aku lupa kalau sedang di lampu merah " dengan cepat Jasmin melajukan mobilnya
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang." Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan." Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif." Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin." Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Empat bulan berlalu .....Kini usia kandungan Jasmin memasuki usia delapan bulan, Jasmin sering mengeluh kesulitan saat tidur dan sering merasa panas di tubuhnya. Malam pun ia sering terbangun karena sering buang air kecil, tak jarang Syarif selalu dibangunkan di malam hari untuk menemaninya makan karena perutnya terasa lapar. Syarif pun menyadari bahwa istrinya sedang berbadan dua, dengan senang Syarif selalu menemani istrinya. Akhir-akhir ini Syarif harus menjadi suami yang siap siaga. Pagi ini adalah terakhir kalinya Jasmin cek kandungan, Syarif selalu antusias saat mengantarkan Jasmin karena ia sangat senang ketika melihat perkembangan buah hatinya di layar monitor." Alhamdulillah ... Tinggal tunggu waktu saja, posisi baby-nya sudah pas " ucap Dokter Nina sembari menggerakkan alat USG di atas perut Jasmin." Alhamdulillah... Semoga dilancarkan " doa Jasmin yang masih terbaring" Aamiin " sahut Syarif dan Dokter Nina bersamaan.Usai cek kandung
Ba'da Maghrib semua warga mulai berkumpul di rumah Syarif, Syarif memang terkenal dengan sikapnya yang ramah di kalangan masyarakat sekitar. Jasmin yang hendak keluar menyapa para tamu pun di halangi oleh Syarif." Sayang diluar kan laki-laki semua, lebih baik temani Ummi saja di kamar " jelas Syarif, Jasmin pun mengangguk mengerti." Mas tidak rela, jika bidadari mas dipandang oleh banyak orang " tutur Syarif tersenyum seraya memegangi dagu Jasmin, sekilas terlihat senyuman manis di wajah Jasmin. Syarif menggandeng tangan Jasmin, untuk diantarkan ke kamar Ayesha. Setibanya di depan pintu, tangan Syarif memegang handel pintu." Ummi, Syarif titip istri kesayangan Syarif ya mi " ujar Syarif menitipkan Jasmin seperti anak kecil. Ayesha yang kini sedang menonton berita di televisi pun tersenyum." Duduk sini nak, Syarif memang terkadang protektif nya kelewatan " sahut Ayesha yang tahu sekali sikap putranya. Ayesha meminta Jasmin untuk duduk di de
Malam ketika Jasmin sudah tertidur pulas, Syarif masih terjaga karena merasa haus. Ia melihat gelas kosong yang berada diatas meja, Syarif pun beranjak dari tempat tidurnya dan dengan pelan membuka pintu kamarnya. Namun ada yang ia lupakan, Syarif tidak menggunakan kembali kaos yang tadi ia lepas. Sesampainya di dapur, masih ada Aira yang juga sama hendak mengambil air minum untuk ia bawa ke dalam kamarnya." Sejak kapan Mas Syarif tidur telanjang dada, apa jangan-jangan nggak di kasih jatah ya... Sama Mba Jasmin ?" tanya Aira dengan nada menggoda kakaknya dan memegang gelas di tangannya." Berisik dek, anak kecil mau tahu saja " jawab Syarif dengan acuh, namun bukan Aira kalau tidak terus-menerus bertanya. Aira mendekati Syarif dengan arah sedikit berjinjit." Mas nikah itu, enak nggak sih ?" tanya Aira penasaran, tentu saja dengan suara lirih seperti sedang berbisik. Syarif pun tersenyum jahil, sebelum menjawab pertanyaan adik perempuannya ia menengguk air min
Sore hari ketika sang Surya sudah mulai terbenam dan menggambarkan semburat jingga yang disuguhkan dengan indahnya langit sore menjelang malam. mobil Jasmin dan Syarif kini memasuki sebuah rumah sakit dimana disana mereka sudah berjanjian dengan seseorang, siapa lagi kalau bukan Dokter Nina. Saat memasuki rumah sakit Syarif menggandeng tangan istrinya. Setibanya di depan pintu ruangan Nina, Syarif dengan sopan mengetuk pintu, setelah mendapatkan sahutan dari dalam Jasmin dan Syarif masuk. Syarif pun mengatakan niat kedatangannya, dengan cekatan Dokter Nina mengarahkan pasangan pasutri itu ke sebuah ruangan khusus dimana Jasmin akan melakukan cek USG.Jasmin dan Syarif memasuki ruangan yang menurutnya sangat asing, Jasmin diarahkan untuk berbaring di sebuah Brankar yang mana akan dilakukan USG. Syarif terus mendampingi istrinya dan duduk di samping Jasmin. Sedangkan dokter Nina, ia mulai menuangkan cairan di atas perut Jasmin. Dokter Nina mengarahkan Syarif dan Jasmin untuk me
Malam hari Aira dan Ayesha sibuk di dapur untuk membuat hidangan menuju hari Idul Fitri. Keberadaan Bi Sumi jangan ditanyakan, Bi Sumi diizinkan pulang ke kampung halamannya untuk beberapa waktu yang kemungkinan cukup lama. Kepulangan Bi Sumi membuat Ayesha meminta bantuan kepada Aira, putrinya untuk memasak berbagai menu khas lebaran." Ummi ... Aira panggil Mba Jasmin untuk bantuin kita ya mi " ujar Aira tangannya sibuk memegang sendok, memasukkan beras yang sudah dicuci bersih ke dalam ketupat." Jangan ganggu mereka nak, biarkan mereka melepas kangen " jawab Ayesha sembari mengaduk sayur di atas kompor." Iya iya mi " sahut Aira, merasa kecewa tidak bisa bertemu dengan kakak iparnya.Di balkon kamar Jasmin yang hendak keluar dari kamar terus dihalangi oleh suaminya dengan alasan ingin terus bersamanya di sepanjang malam ini. Terpaksa Jasmin harus mengikuti kemauan suaminya." Mas lepas... Jasmin mau duduk " Sampai detik ini Syarif b