“Kalau kau tak mau memberikan sertifikatnya, aku akan membawa anakmu sebagai jaminan!” tegasnya penuh emosi dan sorot mata yang tajam.
Carla langsung menggelengkan kepalanya kencang, kali ini ia benar-benar ketakutan. Carla tak ingin terjadi sesuatu hal yang buruk pada anaknya, namun ia juga sedang berada dalam situasi yang membingungkan.
“Tidak! Jangan lakukan itu!” sahut Carla gelisah.
“Kalau begitu cepat berikan sertifikatnya!”
Melihat Carla yang hanya diam saja, membuat mereka semakin kesal dan emosi. Mereka berjalan kencang menuju Laras yang berada di luar rumah, kemudian merebut paksa tubuh mungil Angel yang tak berdosa.
“Jangan! Lepaskan putriku! Jangan sakiti dia! Dia tak salah apapun!” Carla berusaha keras merebut Angel kembali.
Namun apalah daya, tenaga Carla tak ada artinya dibandingkan lelaki itu. Ia hanyalah wanita lemah yang dipenuhi ketakutan, tetapi juga tak memiliki tempat untuk berlindung.
“Keputusan ada di tanganmu, Carla! Berikan sertifikatnya, atau jadikan anakmu sebagai jaminannya?”
Carla terus menggelengkan kepalanya pelan, berusaha berpikir keras untuk menemukan pilihan tetapi semua ini memanglah sangat sulit bagi Carla.
Laras memegang lembut lengan putrinya sambil menatap kedua mata Carla dengan teduh, “Carla, berikan saja sertifikatnya.”
“Tapi bu—.”
“Carla, Angel lebih penting dibandingkan apapun. Dia anakmu, kau tak mungkin memberikannya pada orang-orang jahat ini bukan?” bujuk Laras lagi.
Ucapan ibunya memanglah sangat benar, namun Carla juga merasa tak tega kalau nantinya Laras kehilangan tempat tinggal hanya untuk menyelamatkan dirinya dari masalah ini.
“Maafkan aku, Bu. Aku pasti akan menggantinya lain waktu,” tukas Carla serius.
Laras hanya mengangguk pelan, ia menatap kepergian Carla untuk mengambil sertifikat rumah itu yang ia simpan di dalam lemari kamarnya.
Setelah Carla menyerahkan sertifikat itu, barulah mereka melepaskan Angel dan mengembalikannya pada Carla juga Laras. Angel yang sudah sangat ketakutan langsung mendekap erat tubuh Carla, begitupun Laras yang tak berhenti mengusap bahu cucu kesayangannya itu.
“Aku akan menjadikan sertifikat ini sebagai jaminan, jika dalam waktu satu minggu kau masih belum bisa melunasi hutangnya maka aku akan menjual rumah ini!” Lelaki itu memberikan peringatan yang tegas pada Carla.
Carla memilih tak menjawab apapun, ia hanya diam dengan tatapannya yang kosong. Carla tak mungkin membiarkan keluarganya menjadi gelandangan yang tak punya tempat tinggal, hanya rumah kecil ini yang mereka miliki dan sangat berarti bagi mereka karena satu-satunya peninggalan sang ayah.
Seperginya kedua lelaki itu barulah Carla bisa menghembuskan nafasnya yang berat dengan kasar, tangannya semakin erat mendekap tubuh Angel yang masih belum berhenti menangis karena ketakutan.
“Mereka sudah pergi, nak. Jangan takut lagi ya,” ujar Carla sembari mengusap lembut kepala putrinya.
“Iya, Sayang. Nenek dan ibu pasti akan terus bersama untuk menjaga Angel,” tukas Laras ikut berbicara.
Dengan lekat Carla menatap mata Laras yang menyimpan begitu banyak kesedihan lalu ia berkata, “Bu, aku pasti akan mendapatkan sertifikat rumah ini lagi. Ibu jangan khawatir ya, karena aku tidak akan membiarkan rumah ini terjual.”
“Carla, jangan terlalu keras. Kalau memang rumah ini harus terjual, ibu sama sekali tak masalah asalkan kita semua tetap aman.”
“Tidak, Bu. Hanya rumah ini satu-satunya peninggalan ayah, dan hanya ini tempat tinggal kita jadi aku harus mendapatkanya kembali.” Carla masih terus bersikeras pada keinginannya.
Hari yang ditunggu telah tiba, hari di mana dua insan manusia akan dipersatukan dalam ikatan pernikahan yang sakral. Semua orang tersenyum bahagia ketika Kevin meraih kedua tangan Kania dengan erat dan menatapnya sangat serius, mereka sudah menjadi sepasang suami istri yang sangat bahagia.Senyuman juga tak henti-hentinya terukir di bibir Carla melihat lelaki yang pernah ia sangat cintai telah mendapatkan pujaan hatinya, bagaimanapun juga Kevin akan tetap memiliki tempat tersendiri di hati Carla. Meskipun mereka sudah tak lagi bersama, Carla akan tetap menyimpan perasaan cintanya untuk Kevin. Bukan lagi perasaan cinta yang ingin memiliki, tetapi perasaan cinta yang harus ia rawat dan ia abadikan dalam hidupnya. Cukup mengenangnya, dan menjadikannya kenangan paling berharga hingga tak pernah terlupakan. Apalagi Kevin akan tetap menjadi ayah kandung dari anaknya, Angel Hugo. “Semoga saja mereka berdua selalu bersama dan bahagia,” ujar Jourdy pelan sembari ikut tersenyum manis. Sembar
Kevin dan Kania berjalan memasuki rumah Jourdy dengan perasaan yang tak tenang, sedikit cemas melihat reaksi anak-anak mereka saat mengetahui keduanya akan segera menikah. Apalagi itu artinya, Sheila dan Angel akan semakin menjadi saudara. Keduanya hanya bisa berharap jika anak-anak mereka bisa menerima keputusan mereka, tanpa adanya keraguan sedikitpun.“Ayah!” teriak Angel dengan sangat gembira ketika ia melihat kedatangan Kevin ke rumah itu. Segera Angel berlari sangat kencang menuju ayahnya kemudian memeluk erat tubuh Angel melampiaskan kerinduannya yang teramat besar, begitupun Kevin tak kalah eratnya memeluk tubuh sang anak dan terus mengusap lembut punggung Angel tanpa henti. “Sayang, bagaimana kabarmu? Apakah kau sehat?” tanya Kevin sangat perhatian. Angel menganggukkan kepalanya dengan cepat menjawab pertanyaan Kevin padanya, “Iya, Ayah. Aku sehat, ayah sendiri bagaimana?”“Ayah juga sehat, Sayang.” Kevin menjawab dengan lembut. Angel terus memandangi Kevin yang sudah cuk
Lula memutar bola matanya dengan malas dan mulai membahas ketidaksetujuannya mengenai niat Kevin akan menikahi Kania, “Mengapa kau selalu keras kepala seperti ini, Kevin? Kau tak pernah mau mendengarkan ibu, padahal kejadian Carla seharusnya membuatmu sadar dan menjadi pemilih ketika akan menentukan pasangan hidup!”“Lalu ibu pikir aku harus mencari pasangan yang bagaimana? Dan seperti apa? Seperti artis? Atau anak konglomerat?” sahut Kevin dengan sangat kesal karena ia tak tahan lagi melihat sikap ibunya yang selalu saja seperti ini. Apalagi sampai detik ini Kevin tak pernah tahu tipe wanita seperti apa yang akan disukai Lula, ia rasa Carla adalah wanita yang sangat cantik, hingga kecantikannya membuat semua orang terpesona. Bahkan wanita itu juga sangat baik, selalu bersikap sopan pada Lula meskipun Lula tak pernah menerimanya dengan baik. Dan jika Lula mencari wanita yang sangat kaya, Kania juga adalah anak orang kaya. Hanya saja sekarang Kania tak memanfaatkan kekayaan orang tua
Carla dan Laras bekerja sama untuk merapihkan kamar bayi yang telah mereka siapkan untuk calon anaknya yang tinggal beberapa bulan lagi akan segera lahir ke dunia, keduanya terlihat sangat bersemangat dan antusias. Apalagi Laras yang mengetahui calon cucunya adalah anak laki-laki, seperti impiannya selama ini. “Apakah ini akan terlihat bagus jika disimpan di sini?” tanya Laras pada Carla meminta saran anaknya. Dengan sangat seksama Carla memperhatikan kasur bayi berukuran sedang yang sengaja Laras taruh di pojok kamar tersebut dan ia merasa memang sangat cocok jikalau diletakkan di sana, “Ya, bagus. Lebih baik di situ saja, Bu.”“Baiklah,” sahut Laras lagi kemudian melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Ketika keduanya sedang fokus bekerja, tiba-tiba saja Jourdy masuk ke dalam ruangan itu dan melihat istri serta ibu mertuanya bekerja sama melakukan pekerjaan yang sebenarnya sudah Jourdy sarankan untuk diserahkan kepada para asisten di rumahnya. Namun seperti biasanya, Carla dan
Kevin pulang ke rumahnya bersama dengan Kania, lelaki itu sengaja membawa kekasihnya bersamanya karena ia ingin memperkenalkan Kania kepada kedua orang tuanya. Meskipun sebenarnya Kevin merasa sedikit ragu, ia khawatir jika Lula akan sulit menerima Kania sama seperti yang terjadi pada Carla dulu.Apalagi Kevin sangat mengenal ibunya yang begitu pemilih, hal ini membuat Kevin cemas jika Kania tak bisa seperti Carla yang begitu sabar dan mau menerima sikap Luka yang sangat menyebalkan. Bahkan sebelum sampai di rumahnya, Kevin terus mengingatkan Kania akan sifat ibunya dan memintanya untuk menahan diri bilamana Lula menyinggung perasaannya. “Apakah aku sudah siap?” tanya Kevin ragu-ragu dan begitu gugup.Namun dengan sangat percaya diri Kania menjawab, “Aku siap, Kevin. Kau tak perlu khawatir karena aku pasti bisa mengatasinya, lagipula aku juga sudah sering bertengkar dengan orang lain jadi aku tahu bagaimana harus mengambil tindakan.”Kevin mengernyitkan keningnya sedikit terkejut dan
Atas bantuan Jourdy, Kevin sudah mendapatkan kembali perusahaannya yang dulu sempat tutup karena disita oleh bank. Hari ini tanpa diduga, Jourdy memanggilnya untuk datang ke gedung itu karena Jourdy sudah menyelesaikan semuanya sehingga kepemilikan perusahaannya telah menjadi milik Kevin seutuhnya lagi.Kevin melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangannya dulu, senyuman kecil terukir di bibirnya karena ia merasa begitu senang sekaligus haru. Semua masalah yang datang kepadanya ternyata masih memiliki akhir yang sangat bahagia, dan tak pernah Kevin duga sebelumnya. Kevin pikir kehidupannya memang telah berakhir, dan semua yang pergi dari hidupnya takkan pernah kembali menjadi miliknya lagi. Ternyata Kevin salah besar, Tuhan selalu punya rencana yang indah untuk Kevin. Meskipun prosesnya sangatlah menyakitkan, namun Kevin bisa melaluinya dengan tegar. “Selamat kembali, Kevin!” tukas Jourdy memberikan ucapan selamat kepada temannya karena telah kembali menjadi Kevin yang dulu. Kevin m