Carla berlari kencang menuju rumahnya setelah ia melihat dua orang lelaki bertubuh kekar berada di sana, Carla khawatir kalau mereka akan melukai ibu dan anaknya.
“Hentikan!” teriak Carla.
“Carla,” panggil Laras lirih.
Setelah berada di dekat mereka, Carla langsung menarik tubuh Angel dan membiarkan buah hatinya berlindung di belakang tubuhnya. Bagaimanapun juga Carla tak ingin psikis Angel terganggu dengan masalah yang sedang mereka hadapi, meski Carla sendiri tahu akan sulit sekali menutupi semua kenyataan ini dari hadapan Angel.
“Aku sudah bilang pada kalian, jangan datang ke sini!” tegas Carla pada debtcollector itu.
Kedua lelaki itu terkekeh kecil dengan sinis mendengar perkataan Carla kemudian salah satu dari mereka menjawab, “Kami sudah tak bisa menunggu lebih lama lagi, kau harus membayar hutang suamimu sekarang juga!”
“Tolong beri aku waktu, aku belum mendapatkan uangnya!” pinta Carla sungguh-sungguh.
“Mau sampai kapan? Sampai kiamat? Kau pikir dunia ini milikmu sendiri?” sahutnya dengan nada meremehkan.
“Aku pasti akan membayar semuanya, tapi tidak sekarang karena aku belum mendapatkan uangnya. Aku mohon, tolong beri aku sedikit waktu lagi!” rengek Carla berharap bisa mendapatkan rasa belas kasihan dari para lelaki itu.
Bukannya merasa kasihan, mereka justru semakin geram dengan jawaban Carla yang sama sekali tak berubah dari awal. Karena Carla hanya terus meminta waktu pada mereka, padahal mereka sudah memberikan cukup banyak waktu pada wanita itu.
Tak bisa menahan amarah lagi, lelaki itu menendang kursi di dekatnya dengan kencang hingga terpental jauh dan rusak. Jelas saja hal ini membuat ketiga wanita itu terkejut bukan main, apalagi Angel yang masih anak-anak.
Segera Laras menggendong Angel dan memeluknya dengan sangat erat, “Tenang, Sayang.”
“Jangan bersikap kasar di depan anak-anak, kalian bisa membuatnya ketakutan!” ujar Carla mencemaskan keadaan anaknya.
“Aku tak peduli! Sekarang cepat berikan uangnya, atau kita akan menghancurkan rumah ini!” ancamnya dengan sangat kejam.
Tak punya pilihan lagi, Carla segera berlutut di hadapan mereka dan memohon lagi agar diberikan waktu. Dengan tangisannya yang cukup keras, Carla menempelkan kedua tangannya sambil menatap mereka mendalam.
“Tolong! Beri aku waktu, aku mohon!” Carla terus memohon sambil menangis.
Belum sempat Carla berbicara lagi, mereka langsung memaksa masuk ke dalam rumah itu dan dengan sengaja menendang tubuh Carla yang menghalangi jalan mereka.
Laras dan Angel yang ketakutan, hanya bisa berusaha menjauh dan menangis penuh rasa cemas. Sedangkan Carla yang tak ingin rumah ibunya hancur berantakan, bergegas bangun dari jatuhnya dan berlari mengejar kedua lelaki itu.
“Jangan! Jangan hancurkan rumah ini! Aku mohon pada kalian!” teriaknya dengan histeris.
“Jangan menghalangi kami!” bentaknya.
Beberapa barang di dalam rumah itu sudah berantakan akibat tendangan dari mereka, bahkan pecahan kaca akibat lemparan keras dari mereka sudah berserakan di mana-mana.
Tangis Carla juga semakin kencang, perasaan campur aduk tak karuan. Ia histeris dengan kejadian ini yang begitu membuatnya tertekan, ditambah lagi Carla juga kebingungan harus berbuat apa.
“Ya Tuhan, tolong aku!”
“Di mana sertifikat rumah ini?” tanya salah satu dari mereka dengan tegas pada Carla.
Carla hanya diam membeku mendengar pertanyaan itu, sebab Carla tak mungkin memberikan sertifikat rumah ini yang tak lain adalah satu-satunya peninggalan sang ayah yang masih tersisa.
Hari yang ditunggu telah tiba, hari di mana dua insan manusia akan dipersatukan dalam ikatan pernikahan yang sakral. Semua orang tersenyum bahagia ketika Kevin meraih kedua tangan Kania dengan erat dan menatapnya sangat serius, mereka sudah menjadi sepasang suami istri yang sangat bahagia.Senyuman juga tak henti-hentinya terukir di bibir Carla melihat lelaki yang pernah ia sangat cintai telah mendapatkan pujaan hatinya, bagaimanapun juga Kevin akan tetap memiliki tempat tersendiri di hati Carla. Meskipun mereka sudah tak lagi bersama, Carla akan tetap menyimpan perasaan cintanya untuk Kevin. Bukan lagi perasaan cinta yang ingin memiliki, tetapi perasaan cinta yang harus ia rawat dan ia abadikan dalam hidupnya. Cukup mengenangnya, dan menjadikannya kenangan paling berharga hingga tak pernah terlupakan. Apalagi Kevin akan tetap menjadi ayah kandung dari anaknya, Angel Hugo. “Semoga saja mereka berdua selalu bersama dan bahagia,” ujar Jourdy pelan sembari ikut tersenyum manis. Sembar
Kevin dan Kania berjalan memasuki rumah Jourdy dengan perasaan yang tak tenang, sedikit cemas melihat reaksi anak-anak mereka saat mengetahui keduanya akan segera menikah. Apalagi itu artinya, Sheila dan Angel akan semakin menjadi saudara. Keduanya hanya bisa berharap jika anak-anak mereka bisa menerima keputusan mereka, tanpa adanya keraguan sedikitpun.“Ayah!” teriak Angel dengan sangat gembira ketika ia melihat kedatangan Kevin ke rumah itu. Segera Angel berlari sangat kencang menuju ayahnya kemudian memeluk erat tubuh Angel melampiaskan kerinduannya yang teramat besar, begitupun Kevin tak kalah eratnya memeluk tubuh sang anak dan terus mengusap lembut punggung Angel tanpa henti. “Sayang, bagaimana kabarmu? Apakah kau sehat?” tanya Kevin sangat perhatian. Angel menganggukkan kepalanya dengan cepat menjawab pertanyaan Kevin padanya, “Iya, Ayah. Aku sehat, ayah sendiri bagaimana?”“Ayah juga sehat, Sayang.” Kevin menjawab dengan lembut. Angel terus memandangi Kevin yang sudah cuk
Lula memutar bola matanya dengan malas dan mulai membahas ketidaksetujuannya mengenai niat Kevin akan menikahi Kania, “Mengapa kau selalu keras kepala seperti ini, Kevin? Kau tak pernah mau mendengarkan ibu, padahal kejadian Carla seharusnya membuatmu sadar dan menjadi pemilih ketika akan menentukan pasangan hidup!”“Lalu ibu pikir aku harus mencari pasangan yang bagaimana? Dan seperti apa? Seperti artis? Atau anak konglomerat?” sahut Kevin dengan sangat kesal karena ia tak tahan lagi melihat sikap ibunya yang selalu saja seperti ini. Apalagi sampai detik ini Kevin tak pernah tahu tipe wanita seperti apa yang akan disukai Lula, ia rasa Carla adalah wanita yang sangat cantik, hingga kecantikannya membuat semua orang terpesona. Bahkan wanita itu juga sangat baik, selalu bersikap sopan pada Lula meskipun Lula tak pernah menerimanya dengan baik. Dan jika Lula mencari wanita yang sangat kaya, Kania juga adalah anak orang kaya. Hanya saja sekarang Kania tak memanfaatkan kekayaan orang tua
Carla dan Laras bekerja sama untuk merapihkan kamar bayi yang telah mereka siapkan untuk calon anaknya yang tinggal beberapa bulan lagi akan segera lahir ke dunia, keduanya terlihat sangat bersemangat dan antusias. Apalagi Laras yang mengetahui calon cucunya adalah anak laki-laki, seperti impiannya selama ini. “Apakah ini akan terlihat bagus jika disimpan di sini?” tanya Laras pada Carla meminta saran anaknya. Dengan sangat seksama Carla memperhatikan kasur bayi berukuran sedang yang sengaja Laras taruh di pojok kamar tersebut dan ia merasa memang sangat cocok jikalau diletakkan di sana, “Ya, bagus. Lebih baik di situ saja, Bu.”“Baiklah,” sahut Laras lagi kemudian melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Ketika keduanya sedang fokus bekerja, tiba-tiba saja Jourdy masuk ke dalam ruangan itu dan melihat istri serta ibu mertuanya bekerja sama melakukan pekerjaan yang sebenarnya sudah Jourdy sarankan untuk diserahkan kepada para asisten di rumahnya. Namun seperti biasanya, Carla dan
Kevin pulang ke rumahnya bersama dengan Kania, lelaki itu sengaja membawa kekasihnya bersamanya karena ia ingin memperkenalkan Kania kepada kedua orang tuanya. Meskipun sebenarnya Kevin merasa sedikit ragu, ia khawatir jika Lula akan sulit menerima Kania sama seperti yang terjadi pada Carla dulu.Apalagi Kevin sangat mengenal ibunya yang begitu pemilih, hal ini membuat Kevin cemas jika Kania tak bisa seperti Carla yang begitu sabar dan mau menerima sikap Luka yang sangat menyebalkan. Bahkan sebelum sampai di rumahnya, Kevin terus mengingatkan Kania akan sifat ibunya dan memintanya untuk menahan diri bilamana Lula menyinggung perasaannya. “Apakah aku sudah siap?” tanya Kevin ragu-ragu dan begitu gugup.Namun dengan sangat percaya diri Kania menjawab, “Aku siap, Kevin. Kau tak perlu khawatir karena aku pasti bisa mengatasinya, lagipula aku juga sudah sering bertengkar dengan orang lain jadi aku tahu bagaimana harus mengambil tindakan.”Kevin mengernyitkan keningnya sedikit terkejut dan
Atas bantuan Jourdy, Kevin sudah mendapatkan kembali perusahaannya yang dulu sempat tutup karena disita oleh bank. Hari ini tanpa diduga, Jourdy memanggilnya untuk datang ke gedung itu karena Jourdy sudah menyelesaikan semuanya sehingga kepemilikan perusahaannya telah menjadi milik Kevin seutuhnya lagi.Kevin melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangannya dulu, senyuman kecil terukir di bibirnya karena ia merasa begitu senang sekaligus haru. Semua masalah yang datang kepadanya ternyata masih memiliki akhir yang sangat bahagia, dan tak pernah Kevin duga sebelumnya. Kevin pikir kehidupannya memang telah berakhir, dan semua yang pergi dari hidupnya takkan pernah kembali menjadi miliknya lagi. Ternyata Kevin salah besar, Tuhan selalu punya rencana yang indah untuk Kevin. Meskipun prosesnya sangatlah menyakitkan, namun Kevin bisa melaluinya dengan tegar. “Selamat kembali, Kevin!” tukas Jourdy memberikan ucapan selamat kepada temannya karena telah kembali menjadi Kevin yang dulu. Kevin m