Share

Cerita Daun Maple

Alexander dan Arandra menghabiskan satu minggu lebih untuk berlibur di Switzerland. Tetapi sebelum benar-benar kembali ke Spanyol, Alexander membawa Arandra terbang ke negara lain. Menunjukkan tempat-tempat lain yang tidak kalah indah dari Switzerland.

Senyuman lebar tak hentinya menghiasi wajah cantik Arandra. Wanita itu tampak sangat antusias. Kakinya melangkah dengan riang, menikmati pemandangan kota Paris yang terletak di tepi Sungai Seine.

Mereka memanjakan mata dengan menatap keindahan Menara Eiffel, mengunjungi Museum Louvre, Arch de Triomphe, dan Jembatan Tembok Cinta Paris yang sangat memukau mata.

Setelah menghabiskan waktu tiga hari yang luar biasa indah di kota itu, mereka melanjutkan perjalanan ke Maldives.

Empat hari di Maldives, Alexander dan Arandra tidak hanya berkeliling untuk jalan-jalan, mereka juga sempat melakukan snorkeling di Banana and Turtle Reef. Mengintip keindahan bawah laut Maldives yang masih sangat terjaga, dan menjumpai ikan-ikan yang eksotik dan juga penyu berukuran besar yang asyik berenang di antara karang.

Tidak puas hanya dengan dua negara, mereka juga pergi ke Kanada. Tempat Arandra dulu tinggal.

"Berapa lama kau tinggal di sini?"

"Eung...lima tahun," jawab Arandra. Karena ayahnya yang seorang diplomat, dia jadi sering berganti-ganti tempat tinggal mengikuti tempat kerja ayahnya.

Baru ketika usianya menginjak dua puluh tahun–tepatnya dua tahun yang lalu–Arandra memutuskan tinggal sendiri di Spanyol. Sementara orang tuanya berada di Korea.

"Itu sekolahku!" Arandra menunjuk sebuah sekolah. Tempat dirinya belajar di Kanada ketika senior high school dulu.

Arandra bercerita banyak hal tentang bagaimana dia saat tinggal di Kanada. Dia juga dengan antusias menunjukkan tempat di mana dirinya dulu bersekolah.

Alexander tersenyum sembari menyelipkan rambut Arandra yang tertiup angin ke belakang telinga. Dia merasa senang melihat istrinya ceria seperti ini.

"Bibi Jane!" Arandra tiba-tiba berseru, sebelum kemudian berlari dengan semangat.

"Ara, jangan lari!" Alexander melangkahkan kakinya lebar untuk menyusul istrinya. Wanita itu tergelincir dan hampir saja terjatuh karena berlarian di jalanan bersalju. Alexander berdecak pelan.

Alexander meraih pergelangan tangan Arandra. Menggenggamnya, sementara wanita itu sudah berdiri di depan sebuah kedai kecil di depan sekolah.

"Halo Bibi Jane." Arandra melambaikan tangan. Tersenyum manis pada wanita paruh baya di depannya. Sementara wanita itu tampak bingung. Dahinya berkerut, sebelum kemudian matanya melebar, seolah mengingat sesuatu.

"Arandra?"

Arandra mengangguk antusias. "Kau masih ingat aku ternyata."

"Tentu saja!" Wanita yang dipanggil Arandra dengan sebutan Bibi Jane itu juga tampak antusias. "Kau yang dulu selalu memborong permen-permen ku sampai habis. Bagaimana bisa aku lupa padamu?"

Arandra terkikik. Setiap pulang sekolah dulu, dia memang selalu mampir ke kedai Bibi Jane untuk membeli permen maple-nya.

"Rasanya baru kemarin kau lulus senior high school. Lalu tiba-tiba aku sudah mendengar kabar tentang pernikahanmu saja."

Arandra tersenyum kecil. Dia kemudian memperkenalkan Alexander padanya–meski Jane sebenarnya pun sudah tahu siapa lelaki yang bersama Arandra itu. Dari banyaknya berita dan majalah dunia yang memuat wajah Alexander William, kecil kemungkinan ada yang tidak tahu tentangnya.

Arandra berbincang cukup lama dengan wanita paruh baya itu, sebelum kemudian pergi dengan permen maple di kedua tangannya.

"Kau mau?" Arandra mengulurkan permen maple di tangan kirinya pada Alexander. Sementara dia menjilati permen di tangan kanannya.

Alexander mengangguk. Tapi bukannya mengambil permen yang disodorkan Arandra, lelaki itu meraih tangan kanan Arandra untuk mengambil gigitan di permen yang sudah dia makan.

"Enak," ucap Alexander dengan raut santai di saat Arandra sempat mengerjap dengan apa yang lelaki itu lakukan.

"Dulu aku selalu membeli permen ini setiap pulang sekolah, karena rasanya sangat enak," beritahu Arandra. Sembari berjalan di jalanan kota Quebec di mana daun maple berjatuhan dari pohonnya, wanita itu memulai lagi ceritanya tentang Kanada.

"Apa kau tahu?" Arandra menatap Alexander, sebelum dia mendongak ke atas. Menatap daun maple yang berjatuhan dari pohonnya karena tertiup angin. "Katanya, jika kita menangkap daun maple yang jatuh..." Tangannya terangkat, bersiap mengambil satu daun maple yang berterbangan, ketika Alexander yang malah menangkapnya lebih dulu.

Arandra terdiam. "Buang itu." Dia berniat mengambil daun itu dari tangan Alexander. Tapi lelaki itu menaikkan tangannya ke atas. Tidak membiarkan Arandra mengambilnya.

"Kenapa?" Alexander menaikkan alis. Dia menjauhkan tangannya dari Arandra. Wanita itu berjinjit sambil melompat-lompat kecil, masih berusaha mengambil daun di tangannya.

Arandra membasahi bibirnya. "Jika kau menangkap daun maple yang jatuh, kau akan jatuh cinta dengan orang yang berjalan bersamamu."

"Benarkah?" Alexander merasa tertarik.

Arandra mengangguk. "Jadi buang itu sekarang."

Tatapan Alexander berubah datar. "Kenapa harus aku buang? Memangnya tidak boleh aku jatuh cinta padamu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status