แชร์

Tidak Aman untuk Jantung

ผู้เขียน: Isti12
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-11-22 13:21:47

Seluruh tubuhnya terasa sakit!

Arandra tidak pernah merasa seburuk ini bangun di pagi hari. Tubuhnya terasa remuk, pening di kepala, dan mata yang sulit terbuka karena kantuk– membuatnya sampai enggan hanya untuk sekedar membuka mata.

"Morning, sweetheart."

Sebuah suara yang berat dan maskulin terdengar bersamaan dengan usapan lembut yang terasa di puncak kepalanya. Membuat Arandra tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka mata.

Arandra memaksa kelopak matanya yang terasa berat agar terbuka. Kepalanya menoleh ke samping dengan gerakan lambat. Melihat Alexander sudah duduk di tepi ranjang didekatnya. Menatapnya dengan senyum hangat yang tampak di mata.

"Aku membawakan mu sarapan. Ayo bangun dulu dan makan. Nanti kau bisa sakit jika melewatkan sarapan."

Arandra melirik sebuah mangkuk di atas nakas yang diletakkan Alexander sebelumnya. Wanita itu kemudian bergerak sedikit untuk mengubah posisi berbaringnya, tapi rasa sakit menyengat langsung terasa di beberapa bagian tubuhnya. Arandra meringis.

"Apa seburuk itu?"

Mendengar pertanyaan Alexander, Arandra mengabaikan rasa tidak nyaman di tubuhnya sejenak untuk memberikan tatapan kesal pada lelaki itu. Kenapa dia masih bisa bertanya seperti itu?

Tentu saja sangat buruk. Seluruh tubuhnya terasa sakit–tapi rasa malu mungkin lebih mendominasi. Ketika dia melihat pantulan dirinya di cermin dekat ranjang, jejak merah ada di mana-mana. Leher, pundak, dada, membuat Arandra langsung menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut–enggan melihat lebih. Alexander memang sangat jahat padanya.

Memberikan lelaki itu kendali untuk mengakhiri 'permainan' yang dia mulai adalah sebuah kesalahan.

Alexander menyentuhnya tiada henti. Melakukannya berulang kali seolah tidak ada hari esok. Alexander terus berjanji bahwa dia akan berhenti, tapi nyatanya dia tidak berhenti sama sekali. Mungkin hanya sampai ketika Arandra jatuh tertidur, atau pingsan, lelaki itu baru menghentikan apa yang dia lakukan.

Arandra jadi bertanya-tanya, apa Alexander menikahinya hanya untuk ini?

"Maafkan aku."

Arandra keluar dari pikirannya untuk kembali menatap Alexander. Sekarang tatapan menyesal yang tampak di matanya.

Alexander bersungguh-sungguh dengan ini. Dia tahu bahwa semalam dia telah lepas kendali. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Arandra telah benar-benar menghilangkan kewarasannya.

Wanita ini membuat benak Alexander dipenuhi kebahagiaan, karena dia sepenuhnya telah menjadi miliknya. Apalagi mengetahui semalam jika dirinya adalah yang pertama bagi Arandra.

Alexander sempat merasa lesu– terus berpikir tentang apa saja yang sudah dilakukan Axellino pada Arandra. Tapi mengetahui ini dia menjadi lega. Alexander seharusnya memang tidak perlu merasa khawatir, karena adiknya itu memiliki jiwa pelindung yang kuat.

"Kau menyiksaku. Tubuhku terasa sakit semua," gumam Arandra dengan tatapan ke arah lain. Bibirnya yang mengerucut membuat Alexander menarik sudut bibirnya. Dia malah tertawa di saat seharusnya merasa kasihan.

"Maafkan aku, hm? Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi."

Kali ini Arandra menatapnya. "Sungguh?"

Alexander mengangguk, tapi setelah itu dia berkata, "Tapi jika aku memang bisa menahannya," ucapnya dengan seringaian di bibirnya. "Karena sepertinya tidak akan bisa, Ara. Sekarang saja aku sudah menginginkanmu lagi."

Lalu sebuah pukulan keras di lengan Alexander diberikan oleh satu tangan Arandra yang dikeluarkan dari selimut, bersama dengan teriakan yang memekakkan telinga. Dan Alexander malah tertawa semakin kencang.

*****

Arandra berdiri di balkon kamar sendirian. Dengan telapak tangan yang terulur ke depan, wanita itu menyentuh butiran salju yang turun dari langit.

Sekalipun hawa dingin terasa menusuk di kulitnya, tapi Arandra tidak berniat beranjak dari sana. Salju. Arandra sangat menyukainya. Dia bisa betah berdiam diri hanya untuk memandangi butiran putih itu. Meski setelahnya, wanita itu mungkin akan sakit.

Di sini juga lebih baik, daripada harus berada di dalam–bersama Alexander yang 'aneh'.

"Ck! Apa yang kau lakukan disini? Tubuhmu bisa membeku."

Tiba-tiba suara geraman terdengar dari belakangnya. Arandra belum sempat menoleh ketika sebuah selimut tebal melingkupi tubuhnya. Disusul dengan dua tangan kokoh yang memeluknya dari belakang.

Arandra sempat menegang untuk beberapa saat sebelum tubuhnya kembali rileks.

"Apa yang kau lakukan disini, hm?" ulang Alexander dengan gumaman. Kepalanya dia letakkan di pundak Arandra, sementara tangannya memeluknya semakin erat.

Arandra menggeliat kecil merasakan napas hangat Alexander yang menerpa lehernya.

"Alex..., disini dingin," kata Arandra, yang Alexander berikan respon berupa kekehan kecil.

"Aku tahu disini dingin," balas Alexander sembari bergerak memutar tubuh Arandra untuk menghadapnya. Arandra mendongak. "Mau menghangatkan diri bersama?" tawarnya.

Arandra mengerjap beberapa kali, sebelum menyadari tatapan Alexander yang membuatnya bergidik.

"Mau?"

"Tidak mau!" seru Arandra. Berusaha melepaskan diri–tapi bahkan tidak bisa sedikitpun bergerak, karena Alexander tidak membiarkannya lepas dari kungkungan kedua lengannya.

"Aku hanya ingin mengajakmu duduk didekat perapian agar tubuhmu hangat. Ada apa dengan respon mu itu?" tanya Alexander dengan senyum tertahan di bibirnya. "Memangnya apa yang kau pikirkan dengan menghangatkan diri? Kau tidak berpikir menghangatkan diri sama dengan kita melakukan–"

"Aaa! Jangan berbicara!" Arandra langsung menutup bibir Alexander dengan telapak tangannya sebelum lelaki itu menyelesaikan kalimatnya. Kakinya dihentakkan, wajahnya memerah–antara kesal dan malu.

Bagaimana Arandra bisa berpikiran positif jika melihat tatapan jahil dan mesum dari sorot mata Alexander? Lelaki itu seperti melihatnya sebagai mangsa yang siap diterkam.

Arandra tidak tahu apa yang terjadi pada lelaki itu. Tidak salah bukan jika dia menganggapnya menjadi aneh? Karena Alexander benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dari saat pertama kali mereka bertemu. Tidak ada lagi Alexander yang dingin dan selalu terlihat cuek di depannya. Dia berubah menjadi laki-laki mesum.

"Aku hanya bercanda, Ara. Kau terlalu berlebihan." Alexander menggeleng dengan tawa yang mengudara. Menggoda istrinya seperti ini ternyata bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan untuknya.

Arandra mengerucutkan bibir kesal. Dia membuang wajah ke samping. Tidak lagi berusaha melepaskan diri, karena Alexander masih menahan tubuhnya di antara kedua lengannya.

"Kemari." Alexander meraih tangan Arandra. Membawanya masuk, duduk di sofa yang ada di depan perapian yang telah menyala.

Alexander duduk di sebelahnya. Menggesek-gesekan kedua telapak tangannya, sebelum mengurung tangan mungil Arandra dengan telapak tangannya yang besar itu. "Merasa hangat?"

Arandra mengangguk setelah beberapa detik tidak memberikan respon. Raut kesal di wajahnya perlahan menghilang, menguap entah kemana digantikan dengan raut bingung.

Bingung dengan sikap Alexander. Lelaki dingin itu bisa berubah menjadi hangat dengan cepat. Lalu tiba-tiba menjadi mesum. Terkadang sangat serius, dan bisa sangat perhatian seperti sekarang.

Arandra sepertinya harus menghindar dari lelaki ini. Karena dari beberapa sikap Alexander padanya–tidak aman untuk kesehatan jantungnya.

Seperti sekarang. Tanpa sebab yang jelas, jantungnya tiba-tiba berdecak cepat dengan sendirinya. Sangat aneh.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Sempurna

    "Alexander! Pulang sekarang! Arandra akan melahirkan!"Alexander memacu kakinya secepat mungkin. Berlari menyusuri koridor rumah sakit setelah melewati satu jam perjalanan.Jadi ini saatnya...Setelah melalui sembilan bulan yang panjang–mereka yang masih beberapa kali bertengkar perihal masalah yang sama, Arandra yang beberapa kali kesakitan, dan Alexander yang terus diliputi ketakutan–sekarang akan berakhir. Dan semuanya akan baik-baik saja."Bagaimana Arandra?" tanya Alexander cepat begitu sampai di hadapan Anggy dan Arthur yang duduk di depan ruang persalinan. Napasnya tidak beraturan."Arandra di dalam. Cepat temani dia," kata Arthur pelan sembari menepuk bahu putranya. Sementara Anggy masih duduk dengan kepala tertunduk–berdoa untuk keselamatan menantu dan kedua cucunya.Alexander menarik napas dalam. Dia berjalan memasuki ruangan tempat Arandra akan melahirkan. Degup jantungnya berpacu dengan keras, serta tangannya yang men

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Bicara dan Bukti

    Arandra menunduk dengan kedua tangan tertaut. Punggungnya menempel di kepala ranjang, selimut menutupinya kakinya yang diposisikan lurus. "Maaf, Ibu. Pesta kejutan untuk ayahnya jadi batal karena aku," katanya merasa bersalah.Sejak Arandra bangun, Anggy sudah ada di sini dengan tatapan kesal pada Arandra Dia tidak mengatakan apapun, hanya diam saja. Jadi tidak salah jika Arandra berpikir wanita itu marah padanya."Kau pikir Ibu kesal karena itu?" balas Anggy dengan nada bicara garang.Arandra lantas mengangkat kepalanya, mendongak menatap Anggy yang berdiri di sebelah ranjang dengan kedua tangan terlipat di dada."Kau hamil. Sampai sudah berapa bulan itu? Tapi Ibu tidak tahu sama sekali," sindir Anggy. Arandra membuka bibirnya, baru tahu kenapa Ibunya kesal seperti itu. Dia menarik sudut bibirnya, tersenyum merasa bersalah. "Aku ingin memberitahu Ibu dan Ayah. Tapi belum ada waktu," berinya alasan."Belum ada waktu?" Anggy berd

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Pemikiran Jahat

    Kelopak mata Arandra bergerak-gerak karena terusik oleh kecupan-kecupan yang mendarat di wajahnya. Perlahan dia membuka mata, lalu mendapati Alexander di depannya dengan sebuah senyuman tipisnya."Kau sudah pulang?!" Arandra langsung bangun, menerjang Alexander dan langsung memeluknya sambil tertawa riang. Alexander terkekeh kecil. "Rapatnya tadi lebih lama dari biasanya. Jadi aku pulang telat," beritahunya. "Aku menghubungimu beberapa kali. Tapi kau tidak mengangkatnya."Arandra menyengir. "Aku tidur.""Sepanjang hari?"Arandra mengangguk. "Aku bermain sebentar dengan Zzar tadi. Setelah itu kembali tidur."Alexander mengusap puncak kepala Arandra sambil mengamati wajahnya. "Wajahmu kenapa pucat?" Lelaki itu memperhatikan wajah Arandra dengan teliti, baru menyadarinya.Kening Arandra berkerut. "Memangnya iya?" Dia menyentuh wajahnya sendiri–memeriksa tanpa melihat wajahnya. "Tapi aku baik-baik saja. Mungkin karena terlalu banyak tidur," jawabnya asal. Alexander berdecak, dia akan me

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Tidak Bisa Lagi Marah

    Arandra sedikit mendongakkan kepala untuk menatap wajah Alexander. Lelaki itu berbaring di sebelahnya–menyangga kepalanya dengan satu tangan di saat tangannya yang lain mengusap kepala Arandra."Tidur," kata Alexander dengan raut tenangnya sembari terus mengusap kepala Arandra. Sudah cukup dia marah pada wanita ini. Alexander tidak bisa terus melakukannya. Arandra selalu memiliki cara untuk menghentikan amarahnya.Arandra memperlihatkan deretan giginya yang tersusun dengan rapi–tersenyum cerah. Lalu dia menempelkan wajahnya di dada Alexander, memejamkan matanya."Aku sangat menyayangimu, Ara."Arandra membuka lagi matanya, menatap Alexander. Lalu sebelah tangannya terangkat, menyentuh rahang Alexander."Alex..." Arandra menatap serius Alexander. "Aku berjanji akan melahirkan mereka dengan selamat. Mereka berdua akan baik-baik saja sampai dilahirkan nanti."Alexander mengangguk dengan senyum kecil. "Dan kau juga harus baik-baik saja," ucapnya menambahkan.Arandra tidak memberikan tangg

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Candaan Penyebab Masalah

    "Sebuah teori menyebutkan bahwa Ayah akan lebih cenderung merawat anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang jika anak tersebut mirip dengannya." Kening Arandra berkerut membaca sebuah kalimat dalam buku yang sedang dibacanya. Arandra merebahkan tubuhnya dengan posisi telungkup–mencari posisi yang lebih nyaman untuk membaca. Namun menyadari apa yang dia lakukan, wanita itu langsung beranjak bangun lagi.Arandra mengusap perutnya dengan gumaman permintaan maaf. Kemudian dia melirik Alexander yang berada di sofa dengan posisi setengah berbaring. Matanya terpaku pada ponsel di tangannya. Arandra tersenyum. "Kalian harus mirip dengan Alex ya ketika sudah lahir nanti," gumam Arandra, berbicara pada kedua anaknya. Alexander yang sempurna. Mereka harus mirip dengannya. "Kenapa?" tanya Arandra ketika kemudian Alexander menolehkan kepala ke arahnya. Di saat wanita itu yang sejak tadi memandangi Alexander, dia malah yang bertanya dengan santainya.Alexander mengarahkan kembali matanya pada

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Mencari Jawaban Pasti

    Alexander menampilkan wajah datar di saat matanya menatap tanpa berkedip layar monitor yang memperlihatkan dua janin seukuran buah stroberi. Mereka kembar. Karena itu Arandra menyebut kata 'mereka' dalam kalimatnya sebelumnya.Apakah Alexander merasa senang? Dia tidak tahu. Setelah kehilangan anaknya yang pertama, sekarang Tuhan menggantinya dengan memberikannya dua sekaligus. Tapi apakah harus dengan taruhan nyawa Arandra? Lebih baik tidak perlu. Alexander hanya membutuhkan Arandra. "Apakah jenis kelamin bayinya sudah bisa diketahui?!"Bola mata Alexander melirik Arandra yang berbaring di ranjang–tampak antusias dengan pertanyaan yang diajukannya pada dokter. "Belum ya, Mrs. Alexander. Jenis kelamin bayinya baru bisa diketahui setelah sekitar 16 minggu kehamilan."Lalu tampak Arandra mengerucutkan bibirnya sebagai tanda kecewa atas jawaban yang diberikan dokter perempuan itu. Hanya sebentar ketika kemudian wanita itu mendongak–menatap Alexander yang berdiri di samping kepalanya den

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status