"Cecilia."Gadis itu menghentikan langkah, mendengar namanya disebut. "Mau Papa sekarang apa? Sudah di tempat Cecil bukan sekarang?""Ini, makanlah dulu, kamu pasti belum makan." Orang yang dipanggil Papa oleh gadis tersebut memberikan sebuah bingkisan di dalam kantong plastik berwarna hitam.Cecil menerima bungkusan itu perlahan, "Hm, Cecil ke belakang dulu. Papa mau minum apa? Biar Cecil buatkan." Memendam kejengkelannya sendiri karena bentakan yang terlontar tadi, Cecil berusaha menutupnya rapat-rapat dari sang Papa."Nggak perlu, tadi Papa selesai makan malam dengan teman lama Papa.""Ya sudah, Cecil tinggal mandi dulu. Oh iya Pa, tadi Mama telepon Cecil, sepertinya Papa lagi tidak ingin mengangkat panggilan Mama, ia nampak begitu khawatir. Jangan lupa, kabari Mama, Pa."Baru beberapa menit lalu gadis itu keluar dari kamar mandi, kini, ia harus kembali masuk ke tempat tersebut.Sang Papa keluar dari dalam rumah, beliau mengambil ponsel dari dalam saku celananya. [Ada apa?] Sapaan
"Alister, kamu tidak ingin pulang ke rumah malam ini?" Jonathan yang sudah duduk di bangku penumpang mobil menurunkan kaca supaya bisa berbicara pada Alister."Tidak untuk malam ini Daddy, sorry. Mungkin besok-besok saya pulang, lagi pula jarak kantor dengan Apartemen jauh lebih dekat dari pada rumah." Jawab Alister seraya membungkuk."Oke, Daddy balik duluan."Alister mengangguk dan melambaikan tangannya sekilas. Pria yang ia panggil Daddy itu akhirnya menghilang dari hadapannya."Tuan muda, kita langsung kembali ke Apartemen, atau ke mana lagi?" Tanya Asisten pribadi yang baru saja turun dari mobil."Hmm ... Besok saya ada meeting pagi-pagi sekali, saya belum menyiapkan semuanya, antar saya pulang sekarang." Perintah Alister yang kemudian masuk ke dalam mobil setelah pintu dibukakan oleh Asisten pribadinya."Baik Tuan muda."Setelah sampai di Apartemen, Budi sang Ajudan langsung berpamitan untuk pulang. "Besok saya berangkat sendiri, kamu boleh libur menemani saya untuk besok.""Tap
Malam itu Cecilia tidur dengan nyenyak, berkat pijatan kaki yang ia terima, gadis tersebut sudah tidak merasakan sakit lagi pada kakinya. Hanya saja, masih butuh perban tipis agar lukanya tidak infeksi.Cecil selalu menyalakan jam alarm tepat pada pukul enam pagi, tapi kali ini ia menyetel benda tersebut 60 menit lebih awal, karena ia berjanji pada papanya untuk mengantarkan ke Bandara.Cecil bangun tepat pukul lima, ia kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Cecil sengaja sekalian mandi dan berdandan karena setelah mengantarkan papanya, ia akan langsung berangkat ke kantor. Ia tidak ingin jika terlambat masuk ke tempat kerja, meskipun miss Rosa sudah memberikan izin untuk istirahat di rumah. Tapi, bukan Cecilia namanya jika ia hanya berdiam diri di rumah, ia tidak akan betah dan akan cepat merasa bosan. Cecil lebih baik berangkat kerja bertemu dengan rekan-rekannya di kantor.Cecil mengemudikan mobil kesayangan hasil jerih payahnya sendiri dengan perlahan, s
"Kamu ada di sini?"Cecil mendengar suara tersebut menghela nafas panjang, dalam pikirannya masih pagi buta kenapa ia harus bertemu dengan wanita nyeleneh macam Viola. Barra dan Cecil menatap wanita tersebut berjalan cepat menghampiri mereka."Bar, kamu sarapan di sini? Kenapa nggak bilang-bilang, kita kan bisa sarapan bareng." Ucap Viola langsung menempatkan dirinya duduk tepat di samping Barra.Cecil hanya menggelengkan kepala, membatin kenapa ia bisa sekantor dengan orang seperti Viola."Kenapa aku harus bilang dulu sama kamu, Vi? Kebetulan lagi pengen sarapan di sini. Kamu juga, tumben makan di tempat seperti ini." Jawab Barra sambil mengaduk teh hangat yang baru saja tersaji di depannya."I-iya lagi pengen aja." Viola menatap tajam ke arah Cecil yang sedang menikmati makanan yang juga baru saja diantarkan untuknya. "Cil, lo ngapain di sini?""Nggak lihat, gue sekarang lagi apa? Hah?!" Tanpa menatap Viola, Cecil masih asyik menikmati sarapan bubur ayam favoritnya. Belum sempat Cec
"Hah!"Cecil melotot menatap Alister, baginya paparan yang barusan disampaikan lelaki tersebut sungguh di luar nalar. "Jangan asal ngejeplak deh lo.""Anda, Cecilia Sacharissa Sasongko bukan? Apa saya salah?" Tutur Alister melanjutkan. Ia masih menatap manik hitam Cecil dengan intens, serasa di sana hanya ada mereka berdua."Lo?! Dari mana tau nama lengkap gue?!" Kaget Cecil tak percaya. Lelaki yang notabene tidak pernah berkenalan bahkan bertemu pun tanpa kesengajaan itu bisa mengetahui nama panjang Cecil."Karena memang kita jodoh." Celetuk Alister kembali.Cecil hanya mampu menatap heran pada lelaki tersebut, ia tidak tau harus berkomentar apa-apa lagi."Kenapa kamu bisa berbicara seperti itu, Alister?" Miss Rosa ikut terheran-heran mendengar pernyataan keponakannya. "Kamu 'kan baru saja tiba di sini, dari mana kamu kenal Cecil?""Kemarin Aunty, Daddy dan Om Dimas membicarakannya dengan Alister." Jawab pria blasteran tersebut begitu tenang."Papa? Lo, kenal Papa gue? Wait-" Cecil b
Blaarrr ....Bagaikan guntur menerpa Cecil di cuaca yang sangat cerah. Cecil termangu, ia tak bergeming sedikitpun mendengar jawaban dari papa Dimas. Perlahan, benda pintar itu turun dari indera pendengaran Cecil. Ia tak lagi menghiraukan suara papanya dari seberang, yang terdengar berteriak memanggil-manggil namanya.Gadis tersebut kembali ke tempatnya semula, ia duduk dan mulai mengerjakan pekerjaan yang sempat terbengkalai beberapa saat ketika ia kehilangan konsentrasi.Waktu terus berlari, Cecil menghabiskan waktunya di dalam ruangan. Ia sama sekali tidak keluar untuk makan dan istirahat. Gadis itu melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Benda tersebut memperlihatkan pukul 18.00, Cecil baru sadar kalau di kantornya hanya tersisa beberapa karyawan, termasuk dirinya."Non Cecil lembur? Kok baru pulang?" Tanya petugas keamanan kantor ketika gadis itu mulai melajukan kendaraannya perlahan keluar dari pelataran kantor. Petugas tersebut perlahan mengangkat palang keamanan supaya m
[Cecilia! Papa berikan waktu kamu sebulan. Kamu itu, sudah sepantasnya mempunyai pasangan, apa kata kolega Papa nantinya, anak gadis dari keluarga Sasongko seperti tidak laku saja. Jika dalam waktu 30 hari tidak ada lelaki yang menghadap ke Papa, Papa pastikan, jodoh kamu akan Papa tentukan melalui konferensi keluarga besar kita.] Kalimat yang disampaikan sang Papa melalui sambungan telepon beberapa minggu lalu selalu membuat kepala gadis itu kliyengan."Maaf, anda tidak masuk dalam kualifikasi perusahaan kami. Silahkan, bisa meninggalkan ruangan saya." Dengan suara khas berwibawa dan menusuk, wanita yang memiliki nama lengkap Cecilia Sacharissa men-skakmat lawan bicara di depannya.Dengan menundukkan wajah dalam-dalam, gadis yang baru saja melakukan interview kerja di perusahaan yang bergerak di bidang Manufaktur Itu, berjalan ke luar ruangan dengan penuh rasa kekecewaan."Bagaimana?" Tanya seorang gadis yang duduk di bangku kursi ruang tunggu, dengan model bandara stainless besi.Ga
"Tuan, biar saya yang menyetir. Bisa kena omel Tuan besar kalau sampai tau, Tuan muda menyetir sendiri di sini." Ajudan pribadi seorang pemuda berusia 25 tahun itu sangat takut jika majikannya mengetahui, bahwa, anak semata wayangnya menyetir sendiri di negaranya. Mengingat pemuda itu baru saja datang dari luar negeri, dan belum mempunyai surat izin mengemudi. Ditambah lagi, status kewarganegaraannya masih warga negara asing."Kamu tenang saja, saya biasa menyetir di sana. Lagi pula, saya tidak mau terlambat karena menyetir kamu seperti snail." Gerutu sang Tuan muda masih asyik menyetir dengan kecepatan di atas rata-rata."Ngomong opo to Tuan, saya nggak paham. Boleh Tuan Muda menyetir, tapi pelan-pelan. Nanti, kalau ada polisi, kita kena tilang." Jelas Sopir pribadi keluarganya."Tilang? Maksudnya, denda? Kenapa saya kena denda?""Ya Allah Tuan, saya tambah bingung iki. Piye ya? Kita ke pinggir dulu saja Tuan. Nanti, saya jelaskan.""No!! Shut up! Saya nggak mau terlambat ke acara ma