Share

Bab 2

Penulis: Lara Aksara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-13 11:44:19

Reinaldo Wicaksana membawa Senja ke sebuah hotel berbintang lima dan mengajaknya masuk ke dalam griya tawang yang biasa ia sewa.

Begitu mereka di dalam ruangan, Senja yang lupa diri dan terbawa emosi, mengalungkan kedua tangannya ke leher Reinaldo lalu memburu bibir pria itu.

Reinaldo menangkap pinggang ramping Senja lalu memeluknya. Ia perlu melakukan itu karena Senja tidak bisa berdiri dengan tegak.

“Whoopsie, kenapa lantainya jadi jelly,” kata Senja geli. Ia masih memeluk leher Reinaldo. Sepenuhnya bergayut pada pria itu.

Reinaldo yang memiliki tinggi 188 cm, dengan mudah membawa Senja yang menempel padanya dengan ujung kaki menyeret lantai.

“Jangan bilang Madam belum pernah mabuk?” tanyanya dengan ketenangan yang patut diacungi jempol.

Senja terkikik, “Ini mabuk? Semua jadi goyang-goyang.”

“Aku juga?” tanya Reinaldo.

Senja menatapnya dengan mata sayu. Satu lengan mengait leher pria itu sementara tangan yang lain mengelus rahangnya.

“Kamu tetap kelihatan tampan, Pak Rei.”

Alis Reinaldo bertaut. “Kamu sudah menciumku, masih memanggilku seperti itu?”

“Kamu juga memanggilku Madam,” gerutu Senja dalam rajukan yang imut. Senyum miring terbit di bibir Reinaldo.

“Senja, kuharap kau tak menyesali malam ini.”

Pria itu mengunci bibir Senja dalam ciuman yang panas dan dalam. Membuka belah bibir yang ranum itu lalu memaksa melesakkan lidahnya. Mengundang Senja untuk menarikan tarian basah di dalam sana.

Selama berciuman, ia membawa Senja masuk ke kamar tidur utama. Lalu merebahkan wanita itu dengan lembut di atas tempat tidur. Senja mendesah pelan, akhirnya melepaskan rangkulannya di leher Reinaldo. Kini meluruskan kedua tangannya ke atas dan mengirimkan tatapan menggoda.

“Aku cantik, bukan?” tanya Senja kepada Reinaldo.

Bukannya terdengar menggoda, bagi Reinaldo malah terdengar menyedihkan. Wanita ini sedang meraih kembali harga dirinya dan berusaha menunjukkan bahwa ia masih mempesona.

Reinaldo membuka kancing kemejanya, masih menatap intens ke arah Senja yang mengirimkan tatapan mata sayu.

“Cantik. Kamu cantik sekali, Senja Mariska.”

Reinaldo melemparkan kemejanya begitu saja dan ia merunduk, menempatkan dirinya di atas Senja.

Kedua tangan wanita itu terbentang dan melekat di dada kekar Reinaldo.

“Wow.” Mata Senja membelalak melihat tubuh muda dan perkasa pria itu.

“Ya, nikmatilah, Madam.” Dan Reinaldo mendaratkan ciuman ke leher jenjang Senja, sementara tangannya meraba punggung wanita itu untuk menarik resleting dan membebaskannya dari gaun yang sama saat memimpin rapat dengannya siang tadi.

**

Senja terbangun di pagi hari dengan keadaan tidak baik-baik saja. Kepalanya berdenyut hebat bagaikan telah dihantam oleh palu godam. Badannya meneriakkan setiap kesakitan yang dipendam dalam hati. Ia bergerak susah payah, berusaha untuk duduk.

“Uuuh.” Senja mengerang pelan sambil menekan keningnya.

Tubuhnya terasa remuk, seolah semua emosi yang ia tekan selama ini mengalir keluar begitu saja semalam. Saat matanya terbuka, ia langsung disambut oleh refleksi di kaca rias depan tempat tidur.

Matanya membelalak.

Selimut putih yang teronggok di seputar pinggangnya tak mampu menutupi keadaan bahwa dia tidak mengenakan sehelai benang pun.

Dengan cepat Senja menarik untuk menutupi dada lalu ia menoleh ke samping. Ke tempat di mana sebuah punggung kekar dipamerkan semena-mena.

Pria itu tertelungkup dengan napas teratur, menandakan bahwa ia masih terlelap.

Senja menelan ludah. Otaknya bekerja cepat, mencoba menyusun ingatan yang terasa buram. Bagaimana ia bisa berada di sini? Dan dengan siapa?

“Mas Denta? Nggak mungkin,” desisnya tak percaya.

Ia mengedarkan pandangan ke sekitar. Mengenali kamar mewah ini adalah griya tawang sebuah hotel berbintang ternama.

Tak mau terus kebingungan, Senja berniat mencari pakaiannya lalu pergi. Sayangnya, hanya ada satu selimut di atas tempat tidur, dan benda itu ia pakai bersama dengan pria misterius ini.

Pilihannya, ia tarik selimut dan bawa ke kamar mandi. Tentunya meninggalkan pria itu tanpa pelindung. Atau, ia yang keluar dari selimut dan lari ke kamar mandi.

Bagaimana kalau pria ini bangun?

Senja memaki dirinya tanpa suara. Dan kesempatan yang manapun tak bisa terwujud. Pria di sampingnya bergerak, berpindah posisi dari tengkurap menjadi telentang.

Yang kemudian menjadi canggung bagi Senja ketika pria itu membuka mata lalu menatapnya dengan matanya yang sipit, tetapi tajam. Senja langsung terpaku.

Matanya bertemu dengan sepasang mata gelap yang kini menatapnya dengan intens.

“Kamu sudah bangun?” tanyanya dengan suara berat yang menyisakan serak khas bangun tidur. Jantung Senja terasa berhenti berdetak.

“Pak Rei?!” pekik Senja tak percaya pada penglihatannya.

Reinaldi mengangkat satu alis, lalu meregangkan tubuhnya dengan santai. Seolah tak ada yang aneh dengan situasi ini.

Gerakan pria itu membuat Senja mencengkeram selimutnya dan beringsut menjauh.

“Senja,” panggilnya dengan suara rendah yang menggema. “Semalam kita sudah sepakat untuk saling memanggil nama.”

“Sial!” Senja mendesis pelan, membuang muka ke samping, menolak menatap Reinaldo.

‘Aku gak bakalan mabuk-mabukan lagi!’ geramnya dalam hati.

“Kamu mau mandi dulu? Aku akan mengantarmu setelahnya,” kata Reinaldo santai saja menguap di depan Senja.

“Naik apa kita kemari?” tanya Senja. Ia mabuk berat, tak mungkin menyetir sendiri.

“Mobilku. Mobilmu masih ada di parkiran VIP Opulence Bar,” jawab Reinaldo.

“Sial!” Senja kembali memaki.

“Mau mandi dulu atau sama-sama?”

“Ha?” Senja tak mempercayai pendengarannya.

Reinaldo menaikkan satu alis dan senyum tengil muncul di wajahnya, “Mau mandi sendiri atau sama-sama, Sayang?”

Senja membatu dengan panggilan sayang yang terasa begitu mendadak. Dadanya naik turun cepat, sementara pikirannya berputar dengan liar.

Tidak, tidak, tidak. Ini pasti kesalahan besar.

“Pak Rei. Sepertinya semua ini salah paham,” ujarnya pelan.

Senja berusaha mengambil kendali. Bagaimanapun Reinaldo Wicaksana adalah koleganya yang berharga.

“Kurasa tidak. Semalam jelas kamu bilang bahwa kamu akan segera bercerai dan kita sepakat menjalin hubungan,” ujar Reinaldo manis.

Senja kehilangan kontrol rahangnya, sekarang menganga menatap ke arah Reinaldo.

“Ki-kita apa?” Senja perlu memperjelas. Menjalin hubungan yang dikatakan Reinaldo, ini tentang bisnis, bukan?

Menjalin hubungan yang dikatakan Reinaldo, bukan hubungan di atas tempat tidur tanpa status bukan?

Senja kalut sendiri. Ia bahkan tidak mengenal Reinaldo sedalam itu. Bagaimana kalau pria ini memiliki istri.

Seketika Senja merasakan pahit di belakang lidahnya, apa bedanya dirinya dengan Citra kalau begitu?

“Tolong jelaskan padaku?” pintanya tanpa bisa menyembunyikan suaranya yang bergetar.

Renaido maju dan meraih wajah Senja. Ditangkupnya wajah cantik itu meski pemiliknya berupaya mundur.

“Sejak semalam, kau menjadi kekasihku, Sayang.”

“Pak Rei—,”

Kalimat Senja berhenti di udara karena pria itu meliriknya keberatan.

“Maksudku, Rei... kita tidak bisa—maksudku belum bisa. Aku perlu waktu untuk menyelesaikan masalahku terlebih dahulu. Aku tidak ingin membuat segala sesuatunya semakin rumit,” jelas Senja agak terbata.

Senja harus menolak dengan cara paling sopan dan paling baik yang bisa ia pikirkan. Reinaldo tampak menarik napas.

“Ah, begitu.”

Senja cukup lega karena Reinaldo tidak mendesaknya.

**

Selama Reinaldo mandi, Senja membuka tabletnya. Ia tidak boleh terpuruk terlalu lama. Pilihannya hanya menelan kepahitan, menerima Denta bersama wanita lain atau pergi.

Senja memilih pergi. Mengapa bertahan jika dirinya tak lagi dihargai. Suami dan sahabat sendiri menusuk dari belakang, tidak layak untuk dipertahankan, apapun alasannya.

Ia mulai mengetik dengan cepat, mencatat semua aset yang selama ini ia bangun bersama Denta. Ia perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Karena segera mengakhiri pernikahan mereka, dan ia tidak akan membiarkan dirinya dirugikan.

Usai mendata aset-aset penting, Senja beralih menuju ke laman surat elektronik, mulai mengetikkan surat yang ia tujukan kepada firma hukum yang selama ini melayaninya dalam setiap hubungan bisnis Mariska Couture.

[Dear Ratna, sediakan satu pengacara terbaikmu untuk mengurus perceraianku dengan Denta Prayudha. Segala harta gono gini harus dibagi seadil mungkin. Berikut data aset pribadiku yang tidak termasuk dalam daftar harta gono gini. Aku tidak mau repot menghadiri sidang. Lakukan semua tindakan yang perlu agar aku bercerai secepatnya dari pria itu. Salam, Senja]

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KALA TANTE JANDA BERTEMU DUDA MUDA   Bab 43

    "Kamu terlihat cantik," komentar Reinaldo, mendekat dari belakang dan melingkarkan tangannya di pinggang Senja. Mereka berdua sedang berada di sebuah butik khusus menyediakan pakaian pengantin dari brand ternama. Meskipun Senja seorang designer, tetapi ia mengikuti kemauan Reinaldo untuk membeli gaun pengantinnya, alih-alih men-design sendiri. Selain tak memiliki banyak waktu melakukan itu, Reinaldo juga tak ingin membebani calon istrinya. Senja berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin berpotongan sederhana yang dipilihnya sendiri. Ia menyukai desainnya yang minimalis, tetapi tetap elegan. "Sayang gaunnya...," lanjutnya pelan, jemarinya membelai lembut bahu telanjang Senja, "aku pikir sesuatu yang lebih megah akan lebih cocok untukmu." Senja mengerutkan dahi. Menatap ke arah bayangan Reinaldo pada cermin. "Aku justru suka yang simpel. Aku ingin nyaman saat mengenakannya. Lagipula ini pernikahan kedua kita, Rei. Rasanya tak perlu terlalu tampil luar biasa." Reina

  • KALA TANTE JANDA BERTEMU DUDA MUDA   Bab 42

    “Semua dokumen pernikahan kita sudah selesai pengurusannya. Wedding Organizer sudah mengirimkan proposal dan menunggu persetujuan kita, aku akan membagi salinannya padamu melalui email.” Senja dan Reinaldo sedang di dalam pesawat yang melintasi samudera. Meninggalkan Barcelona untuk kembali ke Jakarta. “Proposal?” tanya Senja keheranan. Sejak menyetujui lamaran Reinaldo, Senja memang kurang terlibat dengan pengurusan pernikahannya karena disibukkan dengan proyek Milan Fashion week. Kini dia keheranan dengan pemberitahuan Rei. Wedding Organizer malah memasukkan proposal? Bukan mereka yang mendatangi WO dan berdiskusi tentang keinginan mereka? “Oh, Sayang. Kamu public figure. Begitu mereka mendengar kabar rencana pernikahan kita, banyak Wedding Organizer yang tertarik untuk mengurus resepsi yang akan kita gelar, dan banyak memberi diskon!” bisik Reinaldo ke telinga sang kekasih yang duduk di sebelahnya. Senja mendengus geli. Ia masih belum merasa dirinya sebagai figur ternama saat

  • KALA TANTE JANDA BERTEMU DUDA MUDA   Bab 41

    Plaak!! Tamparan itu mendarat di pipi mulus Nana Citra. Wanita itu terdorong ke belakang dan jatuh di atas tempat tidurnya. “Berani-beraninya dirimu!” dengkus Denta yang telah memerah mukanya. Citra hanya bisa menangis tanpa suara sambil memegangi pipinya yang terasa nyeri menyengat. Untung ia mendatangi rumah Denta tanpa membawa Dewi, puteri mereka. Bagaimana kalau ia sedang menggendong Dewi ketika Denta kalap begini? “Aku hanya meminta hakku, Mas,” ujarnya dengan suara bergetar. “Hak apa, bangsat!” raung Denta marah. “Aku sudah melahirkan anakmu. Aku mau dinikahi secara resmi. Itu saja.” “Omong kosong! Kamu gak bisa ngasih aku anak lakik! Menikah secara resmi? Merepotkan! Toh aku menafkahimu, kan?!” “Apa masih disebut menafkahi kalau kamu hanya memberi ketika diminta, Mas? Sebagian besar kebutuhan Dewi, aku yang memenuhinya. Aku harus bekerja. Dewi jarang melihatku dan lebih sering bersama Ibu.” Citra tak tahan lagi, mulai bersuara keras dan melawan Denta. “Berani kamu!” D

  • KALA TANTE JANDA BERTEMU DUDA MUDA   Bab 40

    "Akhirnya, selesai juga," gumam Senja, meregangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah berjam-jam berkutat dengan laporan pertanggungjawaban dana Milan Fashion Week. Kekurangan bekerja keluar negeri tanpa membawa asisten, ya begini. Senja harus bekerja sendiri. Ia sungguh merindukan Astrimei. Untungnya, ada Reinaldo sang tunangan yang menemaninya di sini. Pria itu tersenyum lembut sambil mengusap punggungnya. "Kamu luar biasa, Senja. Semua koleksimu memukau,proyekmu sukses. Begitu juga yang ini," puji Reinaldo, membuat senyum tak pupus dari wajah Senja. Sebenarnya, berkat Reinald jugalah ia mulus menjalankan proyek Milan Fashion Week dan kembali menjadi panggungnya untuk bersinar. "Terima kasih, Rei. Tapi sekarang, aku butuh istirahat," kata Senja, menyandarkan kepalanya di bahu Reinaldo. Mereka sedang duduk di sebuah kafe tepi kanal di distrik Navigli, menikmati sore yang cerah. "Tentu saja, Sayang. Kita punya waktu dua hari di Milan sebelum kembali ke Jakarta," kata Reinaldo, meng

  • KALA TANTE JANDA BERTEMU DUDA MUDA   Bab 39

    “Selamat, Sayang. Acaranya sukses dan kamu tampak hebat di atas panggung tadi.” Senja yang baru turun dari panggung, kedua tangan memeluk buket besar, kerepotan menerima ucapan selamat dari Reinaldo yang terasa berlebihan. Pria itu memeluk dan menciumnya seolah ingin mempertontonkan pada dunia, bahwa dirinya hanya milik Reinaldo seorang. Meski agak risih, Senja tak mampu menolak. Ia yersenyum bahagia, kesuksesannya malam ini melampaui segala pencapaiannya sepanjang berkarir bersama Mariska Couture. “Terima kasih.” Senja berkata sambil kebingungan saat Reinaldo mengambil buket-buket bunganya dengan satu tangan sementara tangan lain meraih pinggangnya yang ramping dan merangkulnya. Senja sampa berdiri miring-miring karena ia dan Reinaldo berhimpitan nyaris tenggelam dalam buket bunga. “Mengapa aku mendapat sambutan begitu gempita?” tanyanya di tengah keriuhan tepuk tangan dari tim yang ada di belakang panggung. Senja bertanya sambil melempar senyum sana-sini. Reinaldo tetap lekat m

  • KALA TANTE JANDA BERTEMU DUDA MUDA   Bab 38

    “Mari, kita saksikan busana-busana dari designer kenamaan Indonesia, yang membawa warna baru dalam mode dunia selaras dengan nuansa musim panas yang ceria!” Suara itu menggema di atas runway yang kosong, musik menghentak, sejurus kemudian satu persatu model kelas dunia berlenggak lenggok di atasnya. Berbaris rapi dengan fashion memukau menempel di tubuh mereka. Lampu sorot menari-nari di atas panggung megah Teatro alla Scala, menerangi gemerlap koleksi haute couture yang memukau. Di balik panggung, kesibukan luar biasa dipimpin oleh Senja Mariska sendiri. Ia melakukan supervisi untuk setiap pakaian yang dikenakan oleh model sebelum mereka dilepas berjalan di atas runway. “Madam Mariska!” Beberapa kali teriakan itu akan berkumandang, berasal dari designer-designer muda di bawah pimpinan Madamoiselle Giselle yang khusus mengundang Senja Mariska untuk berkolaborasi dengannya. “Bagaimana dengan ini?” Salah seorang designer muda mendorong model wanita dengan tinggi menjulang ke dep

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status