/ Romansa / KALI KEDUA / (Berpura-pura) Tegar

공유

(Berpura-pura) Tegar

작가: Sann dyy
last update 최신 업데이트: 2021-11-02 23:10:00

 “Kenapa antara kamu dan Bian?”

Byanca hanya diam. Dia sudah bisa menebak akan pertanyaan ini yang dilontarkan Clara—sahabatnya. Pertanyaan itu mengundang memori-memori kejahatan Bian. Byanca sendiri tak sanggup untuk membagikannya. 

“Kalau mau nangis, nangis aja! Jangan ditahan.” Clara memeluk Byanca dan menepuk pundak sahabatnya itu. Saat ini mereka sedang berada dalam mobil Clara. Tadi, ia sempat bertengkar pada ibu-ibu yang bergosip di belakang Byanca. 

“By… jangan ngerasa sendiri. Ada aku yang siap menerima ceritamu. Kapan pun itu dan apapun itu. Berbagilah!” 

Byanca membanjiri kemeja Clara dengan air mata. Meski ia tak meraung, tapi tangisnya pecah tanpa bisa dicegah. Clara memang bisa menyimpan rahasia tapi Byanca tetap merasa ini bukan konsumsi Clara jika tentang masalah rumah tangganya. Baginya, hanya dia dan Bian lah yang paling berhak atas cerita mereka. 

“Kamu masih aja lindungi Bian padahal dia udah jahatin kamu. Baiklah! Kalau kamu belum siap bercerita. Tak apa, yang penting kamu harus kuat demi Ken.” 

Clara melepas pelukan mereka, ia memberikan tisu kepada Byanca. Sudah lama ia tak melihat wanita ini rapuh. Seingatnya, terakhir kali ketika Om Dewo—Papa Byanca pergi meninggalkan mereka. Sekarang Byanca juga terjebak permasalahan yang sama, orang ketiga. 

“Aku bersumpah akan membalaskan dendam kepada Bian untuk mu, By.” 

“Jangan!” 

Clara sudah menebak Byanca tidak akan setuju dengan pendapatnya. 

“Biarkan mereka hidup sebagai mana mestinya, Cla. Biar Allah saja yang membalas. Kita tidak perlu.”

Nah, itulah sahabat Clara. Sesakit apapun ia lebih memilih pasrah dan berserah. Memang bagus sih, tapi bagi Clara itu terlalu lembek. Kita juga harus mempunyai cara membela diri kita sendiri. Meski dengan-atau persetujuan Byanca, Clara tetap akan membalaskan dendam itu. Kali ini Bian tak bisa lolos darinya, meski Clara masih belum bisa mengatur rencana apa. 

“Kamu punya masker, ngga?” 

Clara menggeleng. “Untuk apa?”

“Sebentar lagi Ken keluar kelas, aku ga mau dia tahu aku nangis. Nanti bilang aja aku flu karena debu.” 

Setelah menemukan masker yang terselip di tas Clara, mereka berdua pun keluar karena alarm pulang sekolah telah berbunyi. Clara mengamati mata Byanca yang berbinar ketika menatap Ken berlari dan merentangkan tangannya. Wanita ini sangat kuat, padahal lima menit lalu ia menangis. 

“Kamu capek?” Byanca berbisik pada Ken. Anak itu langsung melepas pelukan mereka. 

“No, Mami. I’m happy because you are here.” Kentara sekali memang Ken tidak berbohong. Ia terus mengumbar senyuman tanpa lelah. 

“Anak manis… Kamu ngga kangen Tante?”

Ken menoleh pada Clara dan baru menyadari jika wanita itu di sini. Ia tersenyum cengengesan dan memberi isyarat untuk memeluk Clara. “Ken kangen Tante Cla…”

“Oh, good boy.” Clara mengacak-acak rambut Ken. “Kalau begitu izinkan Tante menginap di rumah kalian malam ini. Okey?” 

Ken langsung mengacungkan jempolnya, “Tentu… Bolehkan, Mi?” 

Byanca tak punya alasan untuk menolak. Lagi pula rumahnya terlalu sepi tanpa kehadiran Bian. “Boleh, tapi Tante Cla harus tidur bareng kita.” 

Ken berteriak senang. Ia bergantian mencium pipi Byanca dan Clara. Nanti dia bisa mengajak mereka berdua bermain. Sebenarnya Ken selalu kesepian jika di rumah, temannya hanya Mbak Sri dan Mbok Ros dan terkadang dia bosan. 

“Mau ke mal?” tawar Byanca. Ken setuju tapi Clara tidak. 

Ia berbisik pada Byanca, “Aku khawatir kamu dan Ken nggak nyaman. Banyak penguntit.” Clara menunjuk dengan dagunya ke kanan dan kiri. Benar saja, ternyata banyak wartawan yang mengikuti mereka. 

Tak heran jika wartawan berlomba-lomba mengikuti mereka. Mengingat status Bian sebagai pengusaha terkenal dan juga terlahir dari sepasang musisi legendaris. Berita ini tentunya sangat banyak ditunggu oleh masyarakat luas. Byanca paham akan gerak-geriknya yang bisa saja dijadikan berita palsu atau digiring seolah berita itu penting.

“Bagaimana kalau kita bermain kuda saja. Tiba-tiba Mami kangen Lorenzo.”

Lorenzo adalah kuda kesayangan Byanca. Kuda itu hadiah ulang tahun dari Bian dua tahun yang lalu. Lorenzo adalah jenis kuda kuartal amerika. Ia berlari sangat cepat. Olehnya, Byanca menamai Lorenzo.

“Ken setuju!” Ken melompat kegirangan. Pasalnya, ia sudah sangat lama tidak bermain kuda lagi. “Aku juga ingin menunggangi Lorenzo bersama Mami.”

“Tante juga mau dong kalau begitu.” Clara memamerkan gigi putihnya sebagai bentuk permohonan manis.

Ken langsung menggeleng, “No, Tante! Nanti Lorenzo kelelahan. Lebih baik Tante menunggangi Gypsy saja.”

Byanca hamper tersedak. Gypsy adalah kuda kesayangan Bian. Apakah ia akan marah jika Clara menungganginya? Pasalnya, Byanca pun tak diizinkan menunggangi tanpa ada pengawasan dari Bian. Bian selalu bilang kalau kuda itu sangat langka, jadi ia menjaganya dengan hati-hati.

“Baiklah!” Clara menyetujui perkataan Ken.

“Tapi kita harus izin Daddy dulu.” Clara melototi Byanca yang masih peduli pada Bian.  “Karena Gypsy adalah kuda kesayangan Daddy,” terang Byanca agar Clara menyadari bahwa Gypsy bukan kuda sembarangan.

“Biar Ken saja yang menelepon Daddy. Ayo, Mi kita pulang.”

Byanca menggendong Ken. Ia sama sekali tak merasa keberatan, justru ia senang. Seberat apapun badan Ken, baginya Ken adalah bayi mungil seringan boneka.

“Ken..”

Anak perempuan berlari dengan wajah keringat membasahi rambutnya. Anak itu terlihat cantik, serasi dengan kulit putih dan pipi tembemnya beserta poni yang bertengger di atas alis. Ia tersenyum manis kepada Byanca dan Clara. Kemudian ia menyerahkan sebuah bungkusan kepada Ken.

Ken ragu-ragu ingin menerima, karena ia sudah tahu apa isi dalam bungkusan itu. Permen gula-gula. Mami bisa memarahinya tanpa ampun jika tahu itu, namun ia juga tak ingin menolak pemberian Rayya. Ken melirik sebentar ke arah Byanca. Ia menyengir dan memegangi tangan Byanca. “Ken boleh terima hadiah dari Rayya, Mi?”

Byanca tertegun mendengar nama gadis cilik di hadapannya adalah Rayya. Ia masih ingat dengan jelas perkataan Ken tadi. Byanca merasa jika Rayya adalah anak baik hanya saja ia tidak tahu jika kebanyakan memakan permen gula-gula dapat merusak kesehatan giginya.

“Rayya terima kasih hadiahnya.”

Ken tersenyum hangat, ia segera meringsut ke hadapan Rayya. Rayya menatap Ken dengan malu-malu hingga wajahnya memerah. “Terima kasih, Ayya.”

Rayya tersenyum malu-malu hingga wajahnya memerah kemdian ia mengangguk.

“Rayya apakah kamu mau bermain bersama Ken?” Clara mengelus rambut panjang Rayya. Meski pun ia belum pernah melahirkan, namun rasa suka kepada anak kecil tumbuh secara naluriah.

Rayya mengangguk bahagia. Baginya, Ken adalah satu-satunya teman yang paling dekat dengannya.

“Bagaimana kalau kita mengajak Rayya menunggangi kuda bersama kita?” Clara menatap sepasang ibu dan anak itu dengan penuh harapan. Jika Rayya bisa ikut, setidaknya Ken tidak akan menempeli Byanca terus sehingga Clara bebas menanyakan tentang Bian.

“Tidak… Rayya cengeng. Dia akan menangis terus-terusan dan menghabiskan waktu kita. Ken tidak mau, Mi.”

Byanca tak menyangka bila Ken sangat ketus. Di pikirannya anak ini adalah anak berkelakuan manis. “Rayya bukan cengeng, itu wajar bagi anak perempuan.” Byanca memeringati Ken karena melihat mata Rayya berkaca-kaca.

“Aku menyayangi, Tante.” Rayya memeluk kaki Byanca.

Byanca sudah lama mengidamkan anak perempuan. Setelah Ken berusia empat tahun, ia dan Bian sempat berkonsultasi pada dokter kandungan untuk melakukan program kehamilan dan meminta tips agar bisa memiliki anak perempuan. Namun, semuanya musnah seiring waktu berpisah.

Clara menemani Rayya mendatangi supir yang menjemputnya. Ia juga menelepon ibunya Rayya untuk meminta izin. Untungnya, ibu Rayya sudah mengenal Ken karena ternyata diam-diam Rayya sering menceritakan Ken di rumah. Rayya pun diizinkan dan pengasuhnya harus mendampingi. Ibunya beralasan agar Rayya tidak merepotkan mereka. Padahal, Clara sudah menjelaskan bahwa ia tidak merasa direpotkan.

“Tante… jangan beri tahu Ken.” Rayya menarik tangan Clara. Gadis kecil itu mencebik bibirnya. Bagi Clara, Reyya terlihat lucu maka ia mencium pipi tembem itu.

“Tante akan memberi tahunya agar selalu bermain denganmu.”

Rayya tersenyum senang. Namun, ketika ingatan tentang kejadian di kelas tadi membuatnya menarik kembali tangan Clara.

“Kenapa kamu jadi sedih?”

“Tante, sebenarnya tadi Ken diejek sama Morgan.” Rayya melukis lingkaran dengan kakinya. Ia menunduk tak senang.

“Siapa Morgan? Apa yang dikatakannya pada Ken kita?”

Mendengar ‘Ken Kita’ Rayya tersipu dan mendongakkan wajahnya. “Morgan bilang kalau sebentar lagi Ken akan punya ibu tiri seperti kisah bawang putih.” Rayya menggoyangkan tangan Clara lagi. “Itu tidak akan terjadi kan, Tante?”

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • KALI KEDUA   AKHIR

    Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas

  • KALI KEDUA   Ayahmu pembunuh

    Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk

  • KALI KEDUA   Pembunuh Sebenarnya

    Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang

  • KALI KEDUA   Kehilangan

    Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya

  • KALI KEDUA   Apa sebenar penyebabnya?

    “Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu

  • KALI KEDUA   Perlawanan Rentina

    Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status