Home / Romansa / KALI KEDUA / Merawat Kenangan

Share

Merawat Kenangan

Author: Sann dyy
last update Last Updated: 2021-11-03 07:19:57

Sang mentari dengan gagahnya menyinari bumi. Tak ada keraguan teriknya menyengat setiap jiwa, namun tak membuat Byanca, Clara, Ken dan Rayya patah semangat untuk menunggangi kuda. Lorenzo dan Gypsy—sang kuda sudah siap menunggu mereka.

“Mi, kita naik Lorenzo saja!” Ken menarik tangan Byanca. “Hai, Lorenzo,” sapanya begitu manis.

Sementara Clara dan Rayya mulai mendekati Gypsy. “Ayo kita kalahkan Ken, Tante…” Rayya mengulurkan lidahnya ke arah Ken.

Pelatih—yang sengaja dipanggil Byanca memberi instruksi kemudian mengajak mereka beserta Lorenzo dan Gypsy untuk mengelilingi lapangan terlebih dahulu. Setelah itu barulah mereka menunggangi kuda.

Sepanjang permainan yang ada dalam bayangan Byanca adalah kenangan ia bersama Bian. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana Bian begitu antusias mengajarinya menunggangi kuda. Sebenarnya Byanca sudah pernah berlatih naik kuda, namun ketika bertemu Bian rasa canggungnya datang dan seketika ia tak mengingat bagaimana caranya menunggangi kuda. Begitulah terkadang dengan orang yang kita cinta, mendadak kita jadi melupakan semua kecerdasan hingga yang tersisa hanya kecanggungan.

“Mi…”

Byanca mengalihkan pandangannya kepada Ken. Anak itu sedang mengerucutkan bibir karena ternyata Clara dan Rayya sudah mendahului mereka. “Maafin, Mami, ya,” bisik Byanca. “Baiklah, anak manis kita akan kalahkan mereka.”

Ken bertepuk tangan bahagia. Ia mencengkram sisi-sisi kuda agar tak terjatuh. “Ayo, Lorenzo… Kalahkan Gypsy!!!”

Seperti mengerti, Lorenzo mulai mendahului Gypsy. Ia berlari begitu kencang meninggalkan bayang-bayang ditelan pasir. Dari arah belakang terdengar suara teriakan Rayya yang menginterupsi Gypsy agar menyusul Lorenzo, sementara Ken tertawa senang karena bisa menang.

Kejadian ini membawa Byanca kembali pada kenangan usang, ketika ia dan Bian saling berlomba dan berpacu dengan kuda masing-masing menuju garis finish. Byanca sudah bisa menebak bahwa pemenangnya pasti Bian, namun akalnya seakan mengkhianati. Ia terus berupaya agar menang. Tenang dalam mengendalikan Lorenzo adalah salah satu cara untuk menang, pikirnya.

Tanpa Byanca sadari, Bian mengintruksikan Gypsy berjalan pelan agar memberi ruang pada Lorenzo menang. Byanca tidak tahu itu, ia hanya terus memacu dan menyemangati Lorenzo sampai akhirnya Lorenzo menginjakkan garis yang telah disepakati. Bian berpura-pura kesal dengan wajah ditekuk, ia menghampiri Byanca dan merentangkan tangan. “Selamat sayang. Lain kali tidak akan kubiarkan kamu menang.”

Untuk pertama kalinya, Byanca bisa mengungguli Bian dalam menunggangi kuda. Oleh sebab itu, Byanca meminta hadiah dan tanpa diduga Bian memberikannya sebuah tiket untuk liburan. Sungguh menggelikan sekaligus menyenangkan. Namun sebelumnya, Bian memberitahu Byanca bahwa ia memang sengaja mengalah. Byanca seperti terjatuh dari kayangan. Baru saja bahagia sudah merana.

“Mi….”

Teriakan Ken membuyarkan lamunan Byanca, ia segera memasuki dunia nyata. Panik ketika menyadari bahwa  Lorenzo hilang keseimbangan. Ia berjalan sedikit terburu-buru dan dapat mengakibatkan Ken dan Byanca jatuh.

“Pegang yang erat, Ken!”

Byanca menarik fokusnya pada Lorenzo agar ia tak terjatuh. Ia berusaha tenang dalam duduknya. Berusaha tetap duduk dalam posisi yang pas, tidak ke kanan maupun ke kiri. Ia juga meminta Ken agar di posisi yang sama. Tak lama setelahnya, Lorenzo mulai memelankan larinya dan di saat itulah Byanca pelan-pelan menginterupsi agar berhenti.

“Hampir saja,” leganya.

Clara dan Rayya berlari dengan kencang, “Kalian tidak apa-apa?” Clara membolak-balik badan Ken, “ Ada yang luka?”

Ken menggeleng.

“Oh… syukurlah!”

Byanca tak tahu harus berkata apa. Hampir saja ia melukai Ken. Ia lalai menjaga Ken padahal Ken berada di dekatnya. “Maafin Mami, Ken.” Byanca tanpa daya memeluk Ken. Menghirup aroma keringat yang bercampur parfum di tubuh Ken. Ia sangat lega ketika Lorenzo masih bisa diajak kerja sama.

“Lain kali anda tidak boleh melamun, Bu Byanca.” Instruktur memberikan Byanca sebuah minuman botol.

“Ya, Coach. Maaf.”

Merasa tidak ada tenaga dan selera untuk bermain kuda kembali, Byanca mengajak Ken, Clara dan Rayya memasuki rumah. Ken bersembunyi dalam gendongan Byanca, seakan tahu jika perasaan Byanca diliputi rindu akan Bian. “Mi, jangan sedih, oke?” suara halusnya menyapu telinga Byanca. Sangat pelan dan terdengar perhatian. Byanca tak mampu untuk tidak tersenyum.

Ingatan tentang Bian yang masuk tanpa permisi, hampir saja membahayakan kondisi. Byanca tak ingin mengulang kecerobohannya, namun kali ini bayangan Bian hadir kembali. Setapak yang sedang mereka jalani pernah menjadi saksi Bian menggendong Byanca dari lapangan kuda menuju rumah. Kala itu, Byanca keseleo, akibat dari kebanyakan berlari.

“By… Kamu makan apa sih sehari-hari?”

“Aku berat, ya? Turunin aja deh!”

Bukannya mengikuti perkataan Byanca, Bian justru semakin menekan punggung Byanca agar lebih menempel kepadanya. “Aku belum selesai ngomong.”

Byanca terperanjat dan hanya bergumam di telinga Bian.

“Jangan menggoda ku, By!”

Byanca menghadiahi Bian dengan pukulan ringan di lengannya. “Mesum!”

“Hahaha… kalau sama istri sendiri mah bebas.” Bian sengaja mengecohkan Byanca, ia berlari sementara Byanca dalam gendongan dibaluti rasa takut. Takut terjatuh hingga mau tak mau ia memeluk Bian dengan erat.

“Bi.. aku takut. Ngga usah lari, okey?”

Bian adalah Bian. Yang suka jahil kepada Byanca. Ia memekakan telinga dan semakin berlari kencang. “Kamu ringan. Aku tidak keberatan setiap hari gendong kamu.”

Pipi Byanca bersemu merah, bibirnya mengumbar senyuman. Jantungnya kian berdecak. Namun Bian tak dapat melihat ekspresinya itu, maka ia membenamkan wajah ke leher Bian. “I Love you,” ucapnya malu-malu.

Entah apa yang ada dalam pikiran Bian, ia semakin bersemangat berlari kencang, tak memedulikan bagaimana takutnya Byanca. Ia segera memasuki rumah tanpa salam, berjalan menuju lantai dua yang merupakan kamar mereka. “Aku sudah memperingati mu, By. Jangan menggoda ku, tapi kamu sepertinya memang sengaja. Nikmati hukumanmu, Sayang.”

Setelah itu tak ada percakapan di antaranya. Byanca sudah tahu arah percakapan mereka, maka ia memilih diam dan pasrah atas apapun yang akan dilakukan Bian. Baginya, semua yang dilakukan Bian terhadapnya adalah bentuk kasih sayang. Semua perhatian itu adalah candu yang ingin ia teguk setiap hari, setiap waktu bahkan jika bisa setiap detiknya.

“Mami memikirkan apa?” Ken memiringkan kepalanya untuk melihat langsung wajah Byanca. Ia meletakkan kedua tangannya di wajah dengan keringat itu, kemudian menyatukan hidung mereka. “Mami kangen Daddy, ya?”

Byanca tak mampu mengelak, karena berbohong dengan Ken sama saja membohongi dirinya sendiri namun ia pun tak mau mengakui secara gamblang. Jadilah ia hanya diam dan tersenyum pada Ken.

“Nanti Ken akan telepon Daddy lagi dan minta dia pulang, okey?”

Sepulang sekolah tadi memang Ken sudah menghubungi Bian. Namun, nomor Bian tak bisa dijangkau, atau sebenarnya Bian memang sengaja. Logikanya, di kota besar seperti ini mana mungkin sinyal tidak ada. Rasanya hampir di seluruh kantor memasang alat radar penangkap sinyal.

“Daddy mungkin lagi sibuk, Mi. Jangan sedih.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KALI KEDUA   AKHIR

    Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas

  • KALI KEDUA   Ayahmu pembunuh

    Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk

  • KALI KEDUA   Pembunuh Sebenarnya

    Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang

  • KALI KEDUA   Kehilangan

    Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya

  • KALI KEDUA   Apa sebenar penyebabnya?

    “Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu

  • KALI KEDUA   Perlawanan Rentina

    Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status