Share

Bab 5 - Hendra Marah

Author: Almirah
last update Last Updated: 2021-08-11 10:59:46

BUNGA Lestari, nama gadis itu, bukan Bunga Citra Lestari atau BCL yang menjadi artis. Tetapi, wajahnya memang mirip sekali dengan BCL.

Wajahnya lonjong, hidungnya panjang, dan rambutnya lurus dengan ujung bergelombang. Tetapi yang membuatnya mirip banget dengan BCL adalah tatapan mata dan bentuk bibirnya yang sangat sensual. Mirip banget dengan BCL, apalagi jika bibir itu sedikit terbuka.

Heru yang memandangnya tidak bisa menahan untuk tidak menelan ludah. Bibir itu seksi banget, seakan mengandung madu yang manis dan segar sehingga kalau dikecup bisa melepaskan dahaga seorang perindu!

Tatap matanya agak-agak sayu, membuat orang yang memandangnya akan merasa iba, merasa sayang, dan tidak ingin membiarkannya menderita. Mata itu dihiasi oleh bulu mata yang lentik, dan alis tipis yang melengkung indah.

“Bunga, kamu cantik sekali…” desis Heru sambil memandang gadis itu tanpa berkedip.

Bunga mengangkat matanya menatap Heru, namun tetap diam dan kembali menyedot minumannya.

Gadis itu kayaknya suka angin-anginan juga. Sebentar dia riang dan ceria, sebentar kemudian dia bisa diam seakan tanpa emosi.

Heru penasaran. Dia mencoba meraih tangan Bunga di atas meja, namun Bunga mengelak. “Bunga, boleh aku ke rumahmu?” akhirnya hanya kata itu yang bisa diucapkan Heru.

Bunga kembali menatapnya, lalu tersenyum kecil. “Mau ngapain?” tanyanya.

“Hmm… ngapelin kamu, tentunya,” sahut Heru to the point.

Bunga menggeleng, seperti anak kecil yang manja.

“Please…” rayu Heru dengan suara memelas.

“Tidak! Papa mamaku galak,” kata Bunga.

‘Wah, sulit ini,’ Heru membathin. Tetapi dia tidak ingin menyerah, dia ingin memacari Bunga.

“Oke, kalau gitu kita ke tempatku saja.”

“Mau ngapain?” Lagi-lagi Bunga bertanya seakan-akan dia tidak mengerti tujuan Heru. Sekarang giliran Heru yang bingung menjawabnya. Masak perlu dijelaskan?

Heru mengganti siasat. “Bunga, mau nggak menjadi pacar aku?”

Gila, to the point banget, kan?

Tetapi Bunga yang mendengar itu bersikap biasa saja, bahkan masih sibuk menyedot minumannya. “Yang ke berapa?” tanyanya kemudian.

‘Ya Tuhan,’ seru Heru dalam hati. Anak ini sudah dewasa belum sih? Atau, terlalu polos? Atau, dia ingin mempermainkannya?

“Tentu yang terakhir,” sahut Heru mencoba memberi keyakinan.

“Sekarang ada berapa?” tanya Bunga acuh tak acuh.

“Hmm… tidak ada!”

“Bohong!”

“Sumpah…”

“Tidak mungkin!”

“Bunga, ngapain aku meminta kamu kalau memang ada…”

Bunga memotong alasan Heru. “Mas Heru… mas Heru! Tampangmu itu kelihatan banget kalau kamu itu buaya, hahaha!”

Muka Heru rasanya seperti menjadi beku, kaku, dan tidak bisa digerakkan. Ada rasa malu, kesal, kecewa. Baru kali ini dia bertemu gadis yang menanggapi rayuannya dengan penuh kontrol dan percaya diri. Padahal anak itu masih muda, mungkin baru masuk kuliah atau paling tinggi tingkat dua!

Lama keduanya berdiam diri. Bunga sibuk dengan minumannya sambil melihat-lihat ponsel, sedangkan Heru merasa lemas karena rayuannya tidak berhasil. Dia ingin mencoba lagi, namun bagaimana caranya? Bunga tampaknya tidak berminat, dan mungkin menganggapnya teman atau kenalan biasa saja.

Pada saat itulah tiba-tiba dua orang pemuda berdiri dekat meja mereka. Salah seorang berkata dengan nada kasar kepada Bunga. “Jadi ini pacar baru lu?”

Bunga terkesiap, memandang kepada pemuda itu dengan kaget. “Apa maksud lu Hendra! Ngapain kamu ngurusin gue?”

Si pemuda malah naik pitam. “Ah dasar kamu tukang selingkuh!”

Hendra menghadap ke arah Heru, lalu berkata sambil menuding dirinya, “Heh! Gue pacarnya Bunga!”

Heru diam saja, tidak tahu harus bersikap apa. Tetapi Bunga yang beraksi, marah!

“Heh, Hendra! Jaga mulut lu! Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa. Kamu kembali saja ke papimu yang sok kaya itu!”

“Tutup mulut lu, Bunga! Kamu hanya mencari alasan saja, karena kamu punya pacar baru!”

Bunga yang merasa tidak ingin meladeni Hendra, bangkit dari kursinya dan menarik tangan Heru. “Ayo mas, kita pergi!”

Tetapi Hendra mencegat Heru. “Eh, enak saja kamu. Sudah merebut pacar orang malah hendak kabur!”

Heru menepis tangan Hendra. “Sorry, aku tidak mengerti masalah kalian…”

Merasa tidak ditanggapi dan hendak ditinggal, Hendra tambah sakit hati. Dia harus melampiaskan kekesalannya pada seseorang, dan tentu sasaran paling tepat adalah laki-laki yang telah merebut Bunga darinya.

“Bangsat kamu!” bentak Hendra sambil memukul ke arah muka Heru. Untung Heru sempat mundur sehingga tidak terkena pukulan, tetapi dia menabrak meja yang lain sehingga hidangan di atas meja itu berantakan dan jatuh.

Keributan itu serta-merta membuat heboh pengunjung kafe. Beberapa orang karyawan kafe tampak meringkus Hendra, namun pemuda itu berontak dan masih ingin menyerang Heru.

Bunga menarik tangan Heru segera keluar dari kafe. Untunglah kafe itu sistim bayar duluan sehingga mereka tidak repot lagi melakukan pembayaran saat keributan terjadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati)   EPILOG

    Demikianlah kisah KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati), harus diakhiri sampai di sini. Cinta Heru yang terombang-ambing di antara sekian wanita mendapatkan muara pada seseorang melalui perjodohan. Namun cinta yang tumbuh bisa jadi adalah cinta yang sejati, bukan karena harta dan tahta. Mungkin pembaca menyadari bahwa salah satu bab, yaitu bab 37, tidak ada di buku ini. Bab itu terpaksa dicopot agar pembaca merangkai sendiri adegan demi adegan yang ada dalam bab itu. Bisa, kan? Hehe… Tentu masih banyak pertanyaan yang harus dijawab. Bagaimana nasib pak Kusuma? Bagaimana nasib Bunga? Bagaimana nasib Rara? Dan bagaimana kehidupan Heru dan Laksmi selanjutnya? Mudah-mudahan kisah KALIMAYA 2 (Cinta Yang Hilang) bisa segera hadir, karena akan disela oleh kisah yang lainnya, seperti BELLANOVA. Ditunggu saja, sampai jumpa…

  • KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati)   Bab 60 - Keputusan Heru

    LAKSMI menatap Heru yang baru datang. Matanya sudah sembab karena menangis. “Sorry, sayang… tadi aku segera ke sini, cuma jalanan benar-benar padat,” bujuk Heru sambil meraih dan memeluk Laksmi. “Gimana, mas… papi ditangkap polisi…” Laksmi kembali menangis di pelukan Heru. “Kamu tenang dulu, ya, nanti kita mengurusnya. Ini mungkin hanya kesalahan saja…” Heru lalu menelepon Rudi. Dalam situasi seperti ini, tidak ada orang yang mampu mengatasinya selain sahabatnya itu. “Rud, pak Kusuma ditangkap polisi,” lapor Heru. “Iya, aku tahu,” jawab Rudi di ujung sana. “Kenapa, Rud?” “Tindak pidana, Her. Sebaiknya kita ketemu untuk membicarakan ini, kurang baik kalau bicara di telepon.” “Oke, aku akan ke tempatmu.” … Heru tampak tegang sekali ketika menemui Rudi. “Kamu harus menolongnya, Rud,” pinta Heru. Tetapi Rudi langsung menepisnya. “Sorry, kali ini tidak bisa, Her. Pak Kusuma telah mengg

  • KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati)   Bab 59 - Telepon Dari Rara

    HERU bukan tidak tahu Bunga sangat merindukannya, begitu pun dia, sangat merindukan Bunga. Gadis centil itu telah merampas hatinya, membuatnya selalu terkenang, membuatnya menatap matahari yang bersinar di antara bunga-bunga di taman indah. Tetapi jika dia terus berhubungan dengan Bunga sementara dia akan menikah dengan Laksmi, pasti akan lebih menyakitkan lagi. Dia telah membuat keputusan, orang tuanya pun sudah datang melamar Laksmi secara resmi, pernikahan sudah disiapkan. Tidak ada jalan mundur lagi. ‘Cinta… Apakah itu cinta…Bertanya… tanpa sengaja…’ Kembali alunan lagu itu mengiang di telinganya. Apakah benar dia telah jatuh cinta kepada Bunga? Apakah Bunga yang menjadi cintanya? Ah, sulitnya meramalkan jodoh, siapa yang dicinta dan siapa yang dinikahi… ‘Tetapi, berikanlah Bunga sedikit kesempatan untuk bertemu,’ teriak hati Heru sendiri. ‘Jangan biarkan dia, kasihan, jangan didiamkan. Apa salahnya? Kamu harus bertan

  • KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati)   Bab 58 - Bunga Galau

    SEBENARNYA, Heru dan Laksmi tidak ingin merayakan pernikahan mereka secara besar-besaran. Bahkan mereka ingin menikah di luar negeri saja, tanpa pesta. Tetapi pak Kusuma mempunyai keluarga besar yang ningrat dari Yogyakarta, tidak mungkin anak tunggalnya menikah begitu saja tanpa perayaan yang melibatkan keluarga besar. Sementara dari keluarga Heru yang di Malang, tidak terlalu mempersoalkan pesta pernikahan. Heru sudah merantau sejak tamat SMA ke Jakarta, dan jarang pulang. Heru sudah seperti ‘anak hilang’. Dalam rangka pernikahan ini, orang tua Heru hanya sekali datang ke Jakarta untuk melakukan prosesi lamaran. Sesuai janjinya, pak Kusuma mengatur semua pesta pernikahan di sebuah hotel mewah di Jakarta, termasuk seluruh biayanya. Bagi pak Kusuma, pesta pernikahan putri tunggalnya ini adalah show atas keberhasilannya di ibukota. Seluruh keluarga besarnya tidak boleh memandang rendah kepadanya! Laksmi menjadi repot sekali dengan urusan w

  • KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati)   Bab 57 - Ungkapan Rudi

    BERITA tentang rencana pernikahan Heru dengan Laksmi ternyata disampaikan oleh pak Kusuma kepada Rudi. “Jadi, kamu memutuskan untuk nikah dengan Laksmi,” kata Rudi ketika mereka bertemu di sebuah kafe. Heru tidak segera menjawabnya, dia ingin tahu dulu bagaimana sikap Rudi. Hal ini terkait dengan banyak hal, termasuk ‘misi’nya menjadi direktur di perusahaan Rudi, serta --dugaan Heru-- hubungannya dengan Bunga yang menjadi sahabat Astrid! Tetapi karena Rudi sendiri memilih diam tidak berkomentar lagi, Heru akhirnya bertanya, “apakah kamu keberatan?” Rudi menatap Heru dan tersenyum. Entah kenapa, senyum Rudi kali ini terasa misterius bagi Heru. “Memangnya kenapa aku keberatan, brother!” kata Rudi. Tetapi Heru yakin, kata-kata Rudi itu hanyalah lip service belaka. Ada hal lain yang seharusnya dia katakan, sehingga dia meminta Heru untuk bertemu. “Katakan, Rud! Apa menurutmu?” desak Heru. Rudi menyeruput kopinya, b

  • KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati)   Bab 56 - Pernyataan Heru

    MINGGU pagi, sudah cukup siang, Heru iseng mengunjungi lapak bu Ratna. “Selamat pagi mas, butuh Bunga lagi?” sapa bu Ratna ceria. Heru tersenyum. “Tidak bu, saya butuh secangkir cairan hangat,” jawab Heru berteka-teki. Bu Ratna mengerenyit, mencoba berpikir apa yang dimaksud Heru. “Secangkir kopi?” “Tidak bu Ratna cantik…” sahut Heru nakal menggoda, membuat wajah bu Ratna merona merah. Efek pujian gombal itu ternyata masih mengena pada bu Ratna. Memang bu Ratna belum terlalu tua, dan masih selalu berdandan. “Saya mau bu Ratna membuatkan saya secangkir coklat panas, mau kan bu?” Coklat panas tidak ada dalam menu yang dijual bu Ratna, tetapi siapa tahu bu Ratna mau berbaik hati mebuatkannya? Heru hanya mencari sesuatu yang tidak biasa saja. “Oh, tentu saja!” ternyata bu Ratna menyanggupinya. Ketika Heru sedang menikmati coklat panas spesial itu, tiba-tiba Laksmi muncul dan mendatangi. Laksmi berpakaian olah raga, terlihat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status