Share

Bab 8 AWAL PERKENALANKU DENGAN VERA

Bab 8 

AWAL PERKENALANKU DENGAN VERA

Siang itu, aku sedang bermain di rumah Eyang setelah pulang dari kantor. Memang aku hampir tiap hari mampir ke rumah eyang setelah pulang dari kantor, itulah yang aku lakukan hampir setiap harinya. Sedari aku kecil, aku sangat dekat dengan Eyang dan juga Eyang Putri. Semua keinginanku selalu dituruti oleh keduanya, terutama oleh Eyang putri, mereka berdua selalu memanjakanku. Jadi sampai ku dewasapun, setiap ada waktu senggang, aku selalu mampir ke rumah Eyang

Aku senang sekali kalau mampir ke rumah eyang, apalagi saat Eyang Putri memasak opor ayam kesukaanku. Aku akan makan dengan lahap dan akan menambah nasi sampai berkali-kali, karena masakan eyang putri sangat nikmat kurasakan. 

Tidak mengherankan bila masakan Eyang Putri selalu enak, dulu beliau mempunyai usaha katering, yang setiap harinya selalu mengantar pesanan katering dari kantor-kantor yang menjadi langganannya. Menu yang bervariasi dan rasanya enak, membuat Katering beliau terus bertambah pelanggannya

Akan tetapi, seiringnya waktu, karena usia Eyang semakin senja, akhirnya usaha katering beliau diserahkan kepada putri bungsunya, yang juga adik kandung ibu, yaitu tante Sophie

Akan halnya Eyang Putri, sekarang ini hanya sesekali membantu mengajari dan mengawasi usaha tante Sophie saja. Usaha tante Sophie saat ini telah mempunyai sepuluh orang karyawan, karena usaha kateringnya makin ramai, terlebih karena naiknya penjualan online melalui aplikasi pengantaran melalui sepeda motor, baik melalui aplikasi hijau ataupun orange

Biasanya setelah makan malam aku baru pulang ke rumah kami, itu tiap hari aku lakukan, kecuali pada saat pekerjaanku di kantor banyak, aku tidak mampir ke rumah eyang. Biasanya Eyang Putri akan menyuruh pak Usman, pegawainya yang bertugas sebagai sopir untuk mengantarkan lauk pauk ke rumah kami

Dulu, pengalaman pertama kali aku bekerja di perusahaan ekspedisi, di bagian Keuangan, sesuai dengan jurusan yang aku ambil saat kuliah, yaitu jurusan ekonomi. Dari situlah aku banyak belajar tentang ekspedisi, pengiriman barang, dan semua hal tentangnya. Sehingga disaat aku merasa mempunyai cukup ilmu dan modal, akhirnya aku bisa membuka perusahaan ekspedisi sendiri yang sampai hari ini terus maju dan berkembang dengan pesat

Selalu bersyukur itulah sifat yang harus selalu aku miliki, bagaimana tidak, aku terlahir dari keluarga yang berkecukupan. Tapi aku memilih untuk bekerja di perusahaan milik orang lain dulu pada saat baru tamat kuliah. 

Awalnya Ayah dan Ibu tidak menyetujui keputusanku untuk bekerja di perusahaan ekspedisi itu karena untuk mencari pengalaman dan sesuai dengan jurusan yang aku ambil pada saat kuliah. Akhirnya dengan sedikit terpaksa, ayah dan ibu menyetujuinya. Itupun karena aku terus menerus membujuk mereka 

****

Sore itu saat aku sedang menonton televisi di rumah Eyang Putri terdengar suara keributan dari teras rumah. Aku yang sedang tiduran di sofa kaget karena suara beliau berteriak memanggilku

"Rid… Farid… cepetan kamu kesini, tolong bantu Eyang Putri," terdengar suara beliau yang terdengar sedikit berteriak.

Aku mengucek mataku untuk memastikan apakah ini nyata atau aku saat ini berada di alam mimpi sedang mendengar teriakan Eyang Putri? 

"Farid… tolong bantu, buruan kesini," teriak Eyang Putri lagi dengan suara yang lebih kencang

Karena yakin kalau aku sedang tidak bermimpi, aku menghambur bergegas berlari ke arah teras

Rupanya pak Usman sedang tergeletak pingsan. aku diminta oleh eyang putri untuk segera mengantar pak Usman ke rumah sakit

"Astagfirullah hal adzim… Eyang putri, apa yang terjadi dengan pak Usman? kenapa bisa pingsan? pak Usman terjatuh atau gimana?" cecarku kepada Eyang putri, yang disambut beliau dengan tarikan napas yang kasar tanpa menjawab sepatah katapun

"Kamu tuh dari tadi bertanya terus Rid, Eyang putri juga nggak tau kenapa pak Usman bisa pingsan. Mendingan sekarang kamu ambil minyak kayu putih di kamar Eyang putri," perintahnya

"Siap bos," jawabku yang segera berdiri dan berjalan setengah berlari agar segera sampai ke kamar Eyang putri

"Ini minyak kayu putihnya," aku menyerahkan botol plastik hijau yang berisi cairan minyak kayu putih tersebut kepada Eyang putri

Beliau segera menerimanya dan mengoleskan ke hidung pas Usman, sementara aku memijat tengkuk dan kepala pak Usman agar ia segera siuman

Tidak sampai sepuluh menit, akhirnya pak Usman siuman. Aku segera membopong tubuh beliau ke dalam rumah untuk duduk di kursi tamu

Eyang putri segera ke dapur, kemudian datang kembali dengan membawa segelas teh manis hangat yang langsung ia serahkan kepada pak Usman

"Buruan kamu minum Man, setelah itu kami akan mengantar kamu ke rumah sakit," Eyang putri berkata kepada pak Usman

"Nggak usah bu… saya nggak apa-apa, cuma masuk angin saja, nanti juga setelah dikerok oleh isteri saya biasanya juga langsung sembih,"  jawab pak Usman dengan gamang

" Loh kenapa Man? penyakit jangan disepelekan loh… nanti takutnya tambah parah, kita harus tau penyebab kamu pingsan, jangan sampai ternyata kamu ada penyakit yang parah. Amit-amit… amit-amit…," Eyang putri berkata seperti itu sambil mengetuk meja dengan buku jarinya

Pernah aku menanyakan, mengapa Eyang putri selalu mengatakan 'amit-amit' sambil mengetuk meja jika mengatakan sesuatu yang dianggap kurang baik. Beliau menjawab kalau kita mengatakan 'amit-amit', hal buruk tersebut tidak akan terjadi,  justru yang terjadi adalah kebalikannya. Entahlah…Eyang putri ada-ada saja

"Ayo kita segera ke rumah sakit, saya mau mengambil tas dulu ke kamar, kamu nggak boleh menolak Man, pokoknya kita harus ke dokter," Eyang putri berkata sambil bergegas berjalan ke arah kamarnya

Sepeninggal Eyang putri mengambil tas-nya di kamar, pak Usman berkata kepadaku alasannya kenapa ia tidak mau berobat ke rumah sakit

"Kita nggak usah aja ke rumah sakit, nanti biar saya minta kerok sama isteri saya aja Mas. Setelah dikerok nanti juga segera sembuh, biasanya juga seperti itu Mas. Lagipula saya tidak punya uang untuk berobat," pak Usman berkata sambil menunduk, tak tega aku melihat raut mukanya yang sedih

"Pak, tenang aja kalau masalah uang untuk berobat, saya masih punya uang. Jangan Bapak risaukan masalah itu," jawabku sambil tersenyum untuk menenangkan hatinya 

Awalnya pak Usman tidak mau aku ajak berobat ke rumah sakit, ia takut kalau ternyata biayanya rumah sakitnya mahal, sedangkan ia tidak memiliki uang

"Pokoknya kesehatan pak Usman adalah yang paling penting, kalau untuk biaya berobat di rumah sakit biar aku yang membayarnya ya pak…," bujukku agar beliau mau diajak berobat

Pak Usman masih terus menolaknya, tapi sepertinya ia merasakan kepalanya kembali pusing. Ia terus memegangi kepalanya sambil meringis kesakitan

"Makanya Pak, turuti aja ajakan Eyang putri untuk berobat ke rumah sakit. Biar tau penyebab sakit kepala Bapak, agar mendapat pengobatan yang tepat," bujukku lagi

Karena sakit kepalanya tidak tertahankan lagi, akhirnya beliaupun menyetujuinya untuk ikut bersamaku  dan Eyang putri ke rumah sakit

Setelah berobat dokter mengatakan bahwa pak Usman menderita sakit Maag kronis, ini disebabkan karena sering makan terlambat dan tidak tepat waktu

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status