"Anisa, Mas berharap sama kamu, supaya kamu jangan sampai terpengaruh oleh ucapan, Mbak Maya. Kamu jangan seperti mantan pacar Mas dulu, yang mudah sekali terpengaruh oleh ucapannya Mbak Maya." Mas Andre memintaku, supaya aku tidak terpengaruh oleh Kakak iparnya itu.
"Mas, pasti bohong, 'kan? Aku nggak percaya sama, Mas. Karena apa yang di bilang Mbak Maya sangat berbeda sekali, dengan apa yang radi Mas bilang kepadaku," ujarku.Aku mengomentari ucapan suamiku, sebab aku tidak begitu saja percaya, dengan ucapan Mas Andre tersebut. Walaupun Mas Andre telah menerangkannya kepadaku, dengan panjang lebar. "Apa yang Mas katakan itu, semuanya bener, Nisa? Kamu harus percaya sama, Mas. Sebab apa yang Mas katakan semuanya benar. Asal kamu tahu, Nis. Kalau waktu itu, Mas hampir saja menikah, dengan mantan pacar Mas. Tetapi semuanya gagal, gara-gara ulahnya Mbak Maya," ujar Mas Andre. "Masa sih, Mas? Kok bisa ya, Mas, ada o"Kok kamu ngomongnya begitu sih, Nisa? Apa kamu selama ini nggak percaya sama, Mas?" Mas Andre, malah balik bertanya kepadaku, kalau aku ini percaya kepadanya atau tidak."Maaf, Mas, kalau aku belum sepenuhnya percaya sama, Mas. Karena, Mas, kemarin nikahin aku bukan karena Mas cinta sama aku, tetapi karena Papa yang meminta. Sebenarnya Mas terpaksa 'kan, nikah sama aku?" tanyaku.Aku menanyakan alasan, kenapa Mas Andre mau menikah denganku. Padahal dia tidak mencintaiku."Mas, aku melihat kalau Mbak Maya, sepertinya sangat mencintaimu. Ia juga bilang, kalau Mas sebenarnya mencintai dia. Mbak Maya memberitahuku, kalau Mas juga pernah mengungkapkan perasaan kamu terhadapnya. Kata Mbak Maya, Mas Andre pernah mengungkapkan perasaan Mas terhadapnya. Waktu itu Mas telah mengatakan cinta kepada Mbak Maya, tetapi waktu itu suaminya Mbak Maya masih hidup. Apa itu benar, Mas?" tanyaku.Aku mengatakan, apa yang tadi aku dengar la
Mas Andre membujukku, supaya aku mau di ajak masuk lagi ke rumahnya. Aku pun menyetujui ajakan suamiku itu. Apalagi saat mendengar, kalau dibelakang rumah ada taman."Ok, Mas, kalau begitu aku mau kembali. Tapi benar ya, nanti setelah makan Mas akan mengajakku ke taman? Aku sumpek, Mas, kalau terus melihat Mbak Maya terus. Mataku butuh penyegaran, jadi aku harus melihat pemandangan untuk cuci mata." Aku mengungkapkan semua yang aku rasa saat ini."Iya, Nisa. Apalagi besok pagi, kita 'kan diminta Papa untuk datang ke kantor, buat mengurus cabang yang tadinya dipimpin Bagas. Betul tidak?" tanya Mas Andre, ia membenarkan ucapanku.Mas Andre mengajakku kembali kerumahnya, ia juga mengajakku untuk cuci mata untuk melihat taman bunga, yang ada di belakang rumahnya. Mas Andre juga mengingatkanku, kalau besok pagi harus ke kantor cabang sesuai perintah Papa. Aku disuruh Papa untuk menyelesaikan urusanku, dengan kedua cecunguk yang bernama B
"Mbak Maya, nggak sih, Mbak, kalau bicaranya sedikit saja baik untukku. Mbak, tidak perlu berkata seperti itu, karena bagaimana pun ini adalah rumah mertuaku juga. Kita di sini punya hak yang sama ya, Mbak. Kita sama-sama sebagai menantu," ungkapku."Tapi, kamu itu baru menjadi menantu di sini. Sedangkan aku sudah lama, serta sudah memiliki anak?" Mbak Maya ngeles."Biarpun aku baru di keluarga ini, tapi suamiku masih hidup, Mbak. Jadi aku lebih berhak tinggal disini, Mbak. Aku mau datang atau pergi, ya terserah aku. Mbak nggak usah ngatur-ngatur aku dan nggak ada hak untuk itu! " Aku mengungkapk
"Sudahlah, Mbak, nggak usah diperpanjang lagi, ini cuma masalah sepele kok. Lagian juga aku masih mampu untuk mengambilnya sendiri. Lagian juga Anisa baru beberapa hari menjadi istriku, makanya ia belum terbiasa dengan semuanya ini," sahut Mas Andre.Mas Andre benar-benar membelaku, dihadapan Mbak Maya ini. Aku merasa percaya diri sekarang, sebab suamiku membelaku di hadapan orang yang mau menjatuhkanku."Mbak Maya, kalau memang Mbak mau membantu Anisa, supaya menjadi istri yang berbakti kepada suami, aku akan sangat berterima kasih sama Mbak. Tetapi jika Mbak Maya cuma mencari celah kesalahannya Anisa, hanya untuk sekedar mengatainya, lebih baik Mbak diam saja." Mas Andre berkata lagi mengomentari ucapan Mbak Maya iparnya."Kok, kamu malah bicara seperti itu sih, Andre?" Mbak Maya sepertinya tidak suka, ketika Mas Andre berbicara seperti tadi.Mbak Maya terlihat jelas tidak suka, saat suamiku membelaku. Mas Andre juga sampai
"Kenapa juga aku harus cemburu sama dia? Dia itu hanya seorang laki-laki parasit, berbeda sekali statusnya denganku." Mas Andre berkata dengan penuh percaya diri."Ya barangkali saja, Mas cemburu sama aku karena aku ngomongin dia!" ujarku menyelidik.Aku menelisik wajahnya, barangkali ada perubahan yang signifikan dari diri Mas Andre. Karena ucapan bibir dan kenyataan, yang dirasa oleh hati bisa saja berbeda."Mungkin, kalau orangnya selepel denganku, bisa saja aku akan cemburu! Tapi ini mah ... maaf ya, bukan sombong. Ia cuma seujung kuku aku," ucap Mas Andre. Ia berkata dengan sangat merendahkan Mas Bagas, tetapi biar saja karena itu memang kenyataannya."Nis, apa Mas boleh tahu? Kenapa bisa kamu berhubungan dengan si Bagas? Bahkan kamu hampir saja menikah dengannya?" tanya Mas Andre.Ia bertanya tentang masa laluku, mungkin karena ia merasa heran kenapa bisa aku berhubungan dengan penghianat itu. Seorang lelaki benalu, yang menginginkan harta keluargaku. "Memangnya, Mas penasaran
"Iya, Anisa, Papa paham, dengan maksud kamu. Tapi, kamu juga harus inget umur, Nisa. Papa, hanya takut. Kalau kamu terus bersikeras, dengan prinsipmu itu. Nanti kamu malah akan menjadi perawan tua," terang Papa, ia memberitahukan maksud dari kekhawatirannya kepadaku."Iya, Pah. Nisa juga paham maksud Papa," kataku."Pokoknya, kalau sampai kamu belum membawakan calon buat kamu. Papa, yang akan mencarikannya dan kamu tidak boleh menolaknya. Ingat itu," ancam Papa.Rupanya Papa serius dengan ucapannya ini, membuat aku menjadi bingung. Karena dimana lagi, aku harus mencari calon suami yang tepat, jika mendadak seperti ini."Ih apaan sih, Pah. Nggak mau ah, Anisa nggak mau di jodohin, Pah." Aku langsung menolak keinginan Papaku itu."Makanya, Nisa, kamu segera bawa dong calonmu menghadap Papa! Kalau tidak, kamu tau sendiri konsekuensinya," perintah Papa, sambil mengancamku."Iya, Pah, akan Nisa usahakan," sahutku.Aku terus berusaha mengiyakan perkataan Papa, padahal otakku sedang keras
Ratna terus memaksaku, ia berkata sambil mengguncangkan pundakku. Ratna berbuat demikian, seolah aku tidak boleh memiliki pilihan lain selain menurutinya untuk berkenalan dengan temannya itu. Ia, terus saja memintaku, supaya aku mau menemui temannya itu. "Malas ah, Rat, kamu ini menganggap aku sudah seperti apaan saja. Sampe-sampe kamu mau menjodohkan aku segala, aku ini sudah seperti sedang berada di zamannya Siti Nurbaya saja, yang dijodohin sama Datuk Maringgi." "Heh Nisa, aku lakuin semua ini juga demi kamu, demi pertemanan kita! Jika kamu menolak saranku untuk berkenalan dengan Bagas lebih baik aku pergi, aku tidak mau berteman denganmu lagi. Ingat itu," ucap Ratna. Ia malah mengancamku, kalau sampai aku tidak mau berkenalan dengan temannya, maka ia akan menjauhiku. Aku tidak habis pikir, kenapa Ratna bisa berbuat seperti itu? Sampai-sampai dia mau memutuskan pertemanan kami, hanya karena aku tidak mau berkenalan dengan temannya itu. "Kok kamu ngomongnya gitu sih, Rat? Apa k
Aku bertanya kepada Ratna, kenapa dia sampai tega ingin menjauhiku. Aku juga memberi saran kepadanya, kenapa Ratna tidak pacaran saja sama si cowok tersebut. Padahal selama ini, aku juga belum pernah melihat Ratna memiliki pasangan. Sebab tidak ada satu orang pun cowok, yang Ratna perkenalkan denganku. Sungguh aku merasa tersinggung, dengan sikap Ratna saat ini."Anies, kamu itu kangan ngaco! Kamu jangan menyuruh aku untuk berpacaran dengan Bagas, sebab aku sudah mempunyai cowok tau! Asal kamu tau, Nisa. Aku sudah memiliki cowok, sejak lama. Tapi, cowokku sedang mengejar S dua, di luar negeri. Makanya, si Bagas, aku mau kenalin sama kamu. Kalau aku belum punya cowok, sudah pasti aku yang akan menjadikan Bagas sebagai pacarku. Aku nggak perlu repot-repot untuk memperkenalkannya sama kamu," cerocos Ratna. Aku sampai kaget saat Ratna sepertinya marah, saat aku berkata seperti itu. Ratna bahkan sampai membentakku, saat aku menyuruhnya untuk berpacaran, dengan cowok yang bernama Bagas ter