Share

Part 2 Bodyguard

last update Last Updated: 2023-07-15 08:23:01

Aruna menatap nanar ayahnya. Menyadari telah salah bicara, laki-laki tua itu menarik napas panjang. Dia menatap Aruna penuh arti.

"Ah, Runa, Isma, kalian cepat istirahat," ucap Bagas, ayah Aruna gugup. Aruna masih bergeming di tempatnya.

"Maksudnya Papa, apa?" tanya Aruna berusaha menyakinkan pendengaran. "Mereka menginginkan kematianku?" ulangnya lirih.

Sang ayah mendekat dan mengusap kepala puterinya. Kembali terdengar tarikan napas panjang dari bibir laki-laki itu. Aruna menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca.

"Siapa mereka, Papa?" tanya Aruna parau.

"Papa nggak tahu, tapi demi keselamatan kamu, tolong menurut sama Papa, Runa. Papa nggak ingin kamu celaka, Nak!" ucap laki-laki itu tegas.

Aruna berpikir sejenak kemudian melirik ke arah Isma meminta persetujuan. Isma mengangguk pelan. "Itu lebih baik, Mbak. Supaya Mbak Runa ada yang menjaga," ucapnya.

Tidak ada pilihan bagi Aruna selain menurut. Meskipun dia tahu, memiliki bodyguard sama saja seperti memiliki suami. Selama 24 jam, dia harus berinteraksi dengan orang asing. Tepatnya laki-laki asing.

"Aku minta pengawal perempuan, Pa. Jangan laki-laki!" cetus Aruna sembari beranjak.

Sang ayah mengeryit kemudian menggelengkan kepalanya. "Pengawal perempuan? Papa nggak setuju! Sejago-jagonya perempuan, dia nggak punya insting setajam laki-laki, Runa. Kamu jangan khawatir, bodyguard ini dari agensi internasional. Sudah pasti profesional!" tegas laki-laki itu kemudian melangkah cepat menuju ke kamarnya.

Terdengar dengusan kasar dari bibir Aruna. Gadis itu memberengut sambil menatap Isma. Begitulah sifat Bagaskara, sang ayah. Laki-laki itu tegas dan tidak menerima bantahan.

Semenjak sang ayah mempunyai ide mendatangkan bodyguard, Aruna semakin gelisah. Dia memindai penjuru kamarnya yang luas seperti kamar hotel berbintang. Kamar adalah tempat paling privasi bagi Aruna. Hanya ART khusus yang memasuki kamarnya. Juga Isma.

Lalu...

Bodyguard itu? Aruna semakin gusar. Tidak bisa dibayangkan jika tempat paling nyaman di dunia itu, akan diinjak-injak oleh laki-laki asing yang bernama bodyguard.

"Mbak, nggak usah banyak pikiran!" seru Isma sambil merebahkan tubuh di atas tempat tidur berukuran king size itu.

Aruna melirik sekilas gadis tersebut. "Tetap banyak pikiran, Neng. Bagaimana kalau laki-laki kaku, bertatto, dan sangar itu mengawasi gerak-gerikku?" keluhnya.

Aruna menatap wajahnya sendiri di pantulan cermin. Dia mengusapkan kapas yang sudah dibasahi dengan micellar water, ke wajahnya yang cantik.

Isma tertawa geli mendengar ucapan Aruna. "Mbak Runa tahu dari mana kalau bodyguard itu seperti itu?" tanyanya masih dengan tawa geli.

Aruna kembali melirik Isma sembari berdecak kesal. "Ya, memang seperti itu kan, Neng. Apalagi Papa bilang bodyguard itu dari international agency. Waktu aku ngikutin kontes Miss World kan pengawal yang disediakan rata-rata begitu, Neng. Wajahnya jutek, kaku, dan banyak tatto!" cerocosnya.

"Bedalah, Mbak! Itu kan bukan pengawal pribadi, Mbak. Bagaimana kalau pengawal untuk Mbak Runa nanti, ganteng, atletis, dan cool kayak Paspampres?'' balas Isma sembari senyum-senyum sendiri. "Boleh dong, aku daftar, terus jadi ibu Bhayangkari or ibu Persit," imbuhnya cengengesan.

Tak!

Aruna melemparkan lipbalm ke arah Isma. Gadis itu mendelik mendengar kehaluan teman sekaligus asisten pribadinya itu. Isma mengambil lipbalm itu dan mengantonginya.

"Asyik, dapat lemparan lipbalm dari artis. Lumayan, kalau beli kan seharga seekor kambing," ucap Isma.

"Balikin, enak saja, ngembat!" sahut Aruna. "Itu belinya di Paris, tahu!" lanjutnya cemberut.

"Walah, Mbak. Ini tinggal separuh juga. Mbak beli lagi, deh!" rayu Isma memelas.

Aruna menggeleng samar. Dia kembali memikirkan tentang bentuk bodyguardnya nanti. Aruna tidak lagi menghiraukan lipbalmnya yang sudah beralih pemilik. Gadis itu benar-benar gusar.

"Semua ini gara-gara fans bar-bar," gerutu Aruna, namun masih didengar oleh Isma.

"Ya, kalau gitu, Mbak Runa pensiun saja jadi artis!"

"Neng, huuuh! Bukannya kasih solusi malah ngajak bunuh diri!" sentak Runa kesal.

Kembali Isma terkekeh. Gadis itu menenggelamkan wajah di balik selimut milik Aruna. Tidak berapa lama, Aruna menyusul. Namun, sampai tengah malam, mata gadis itu tak juga terpejam.

Pikiran Aruna berkelana. Berawal ketika dirinya memasuki dunia hiburan tanah air dua tahun lalu, pasca purna tugas sebagai ratu kecantikan. Awalnya semua berjalan lancar. Namun, lambat laun ada saja ulah yang mengatasnamakan fans bertindak di luar kendali.

Tidak hanya sengaja mendorong Aruna sampai terjatuh ketika selesai pemotretan. Berbagai paket atas nama fans berisi ancaman seringkali Aruna terima. Puncaknya tadi, dua pemotor sengaja membuntutinya, bahkan salah satu dari mereka sempat menodongkan senjata api.

"Apa salahku? Lalu siapa mereka?" tanya Aruna gusar.

Daarr!

Aruna tersentak, begitu juga Isma. Isma yang baru saja terlelap langsung terlonjak dan menatap ke arah jendela besar kamar Aruna.

"Suara apa, Mbak?" tanya Isma ketakutan.

Aruna menggeleng pelan. Dia hendak bangkit dari tempat tidur, namun tangannya ditarik oleh Isma. Kedua gadis itu kembali saling pandang.

"Jangan, Mbak. Bahaya. Sebaiknya telepon security saja!" ucap Isma.

Aruna terdiam sebentar kemudian mengangguk. Aruna mengambil handphone di atas nakas. Tepat saat itu, pintu kamarnya diketuk dari luar. Isma semakin ketakutan dan meloncat memeluk Aruna.

"Runa, ini Papa. Apa kalian sudah tidur?" tanya laki-laki itu dari luar kamar.

"Papa dengar sesuatu?" tanya Aruna kemudian membuka pintu.

Bagaskara menarik napas panjang kemudian mengangguk. Laki-laki itu menyodorkan botol berisi gulungan kertas. Dengan ketakutan, Aruna mengambil kertas tersebut dari dalam botol.

["Berikan 10M atau kamu akan mati!"]

"Ini nggak bisa dibiarkan!" ucap Bagaskara geram.

Aruna menunduk dalam. Uang sepuluh milyar? Meskipun ayahnya seorang konglomerat, tidak mungkin dia mengeluarkan uang sebanyak itu.

"Aku harus lapor polisi, Pa. Ini sudah serius!" sahut Aruna.

Bagaskara terdiam. Dia menatap putrinya tanpa ekspresi.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 97 Ending

    Dor! Bagaskara mengerang kesakitan dan tubuhnya ambruk ke tanah. Semua tersentak. Aruna dan Alexei kompak menatap ke arah Elang yang berdiri di belakang Bagaskara dengan pistol terarah ke laki-laki tua itu. "Begini, kan, yang kamu lakukan pada papaku dulu? Kamu ingat Bagaskara? Setelah kamu berhasil menyingkirkan aku dan Mama dari keluarga Sasmito, kamu juga menghabisi Papa Hendra. Apa salahnya Papa padamu? Bukankah Papa sudah mengalah segala-galanya dan membiarkanmu mengambil Mama? Tapi kamu justru mengkhianatinya, Bagaskara!" cecar Elang dengan suara bergetar. "Bay ... Bayu ...." Bagaskara mendesis merasakan nyeri luar biasa di bahunya. Aruna tersentak. Dia menatap tubuh Bagaskara yang bersimbah darah. Wanita itu bangkit lalu mendekat. Pistol Bayu masih mengarah pada Bagaskara. Melihat Bagaskara tidak berdaya, hatinya terasa sakit. Kini, dendam itu memang telah terbayar, tetapi dia juga menyesal telah menyakiti orang yang pernah menyayanginya. "Kakak, sudah! Jangan bunuh Papa!"

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 96 Tembak Dia, Aruna....

    Tangan Aruna gemetar memegang benda dengan jenis Glock 17 berwarna hitam itu. Kedua matanya terpejam rapat tidak berani menatap objek yang merupakan boneka di depan sana. "Jangan tegang, Aruna. Fokus, konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak. Kamu harus bisa menentukan waktunya secepat mungkin sebelum musuh menembakmu!" Bagaskara terus menyemangati. Aruna menggeleng pelan. Dia meluruhkan tubuhnya di depan Bagaskara dan mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara masih berusaha bersabar menghadapi sikap Aruna yang dinilai sangat lemah itu. "Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak memintamu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela dirimu sendiri ketika orang-orang yang membenci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang. Papa menyayangimu dan melindungimu dari bayi dengan segenap cinta Papa, Runa. Lakukan hal ini untuk Papa. Papa nggak ingin j

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 95 Penculikan Aruna

    "Aruna, ini Papa, Sayang! Kenapa kamu pergi nggak kasih kabar, Aruna?" Aruna mundur selangkah sambil menggeleng pelan. Dia semakin ketakutan ketika dua orang laki-laki itu memepetnya. Di depannya, laki-laki berwujud lain, namun aslinya Bagaskara itu, tersenyum. Bagaskara merentangkan kedua tangan meminta Aruna memeluknya. Akan tetapi, Aruna justru kembali mundur selangkah dan tubuhnya menabrak salah satu pria pengawal Bagaskara. "Jangan takut. Kita akan menyelamatkan Anda dari keluarga Yevgeny yang hendak mencelakaimu, Nona!" Aruna menggeleng berkali-kali. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Aruna ingin mempercayai ucapan Alexei, tetapi pembicaraan dengan kedua orang tuanya, memupus keyakinan Aruna. Sedangkan untuk percaya pada Bagaskara, nyatanya laki-laki itu pimpinan mafia yang tengah diburu Interpol dan kepolisian Indonesia. "Nggak, Anda bukan Papa. Anda bukan Bagaskara!" teriak Aruna ragu. Dia menoleh pada laki-laki yang memegang kedua lengannya. "Lepaskan saya! Let's

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 94 Kabur

    Sepasang mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. Perencanaan pembunuhan pada dirinya? Jadi, dia dan Alenadra memang benar diincar orang yang sama? Tatapan mata Alexei berubah sendu. Dalam hati yang terdalam tidak tega mengatakan pada Aruna tentang sepak terjang Bagaskara. Apalagi dalam keadaan Aruna hamil besar. Tangan laki-laki itu bergerak mengusap-usap perut Aruna. "Orang yang sama? Jadi, kecurigaanku dari dulu itu benar, Alex?" tanyanya parau. Alexei tidak langsung menjawab. Laki-laki itu justru memeluk istrinya dan mengerjapkan mata menyembunyikan air mata di kepala Aruna. "Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu, Milyy. Ada aku dan Elang. Julio juga membantu kita. Sekarang, laki-laki itu diburu Interpol," jelasnya hati-hati. Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya dengan wajah mendadak marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir dia setia padamu dan Elang? Dia yang memberikan informasi kedatanganku ke Russia sehingga Tuan Rus

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 93 Penyamaran

    "Chto oni s toboy sdelali, Milyy?"Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Aruna menoleh pada sang mama, seolah menyakinkan jika penglihatannya tidak salah. Kinasih tersenyum lalu bangkit dan mengusap-usap bahu Aruna.Alexei menatap nanar pada istrinya, lalu turun ke perut besar wanita itu. Alexei merentangkan kedua tangan menyambut sang istri ke dalam pelukan. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" ucap Aruna emosional."Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut saat menatap perut Aruna. Alexei merasa bersalah karena tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu, Milyy?" Alexei melepaskan pelukan, kemudian memindai penampilannya sendiri. "Masih seperti dulu, Alexei mantan bodyguardmu yang kaku dan menyebalkan, Aruna!" kekehnya.Aruna ters

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 92 Buronan

    "Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga, mohon kerjasamanya!" "Satu ... dua ... tiga!" Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi lantas naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Dua kamar di lantai dua rumah megah itu juga kosong. Masih ada satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal muasal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!" Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan diiringi suara pekikan kenikmatan masih terdengar cukup menggelitik telinga. Tok ... tok ... tok! Pintu diketuk dari luar, tetapi rupanya mereka yang di dalam tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Atau mereka memang enggan mendengarkan karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah! Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda mereka menyudahi aktivitas panas di siang hari yang terik ini. Suara desahan itu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status