Home / Romansa / KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA / Part 6 Kamera Pengawas

Share

Part 6 Kamera Pengawas

last update Last Updated: 2023-07-15 08:29:20

"Lindungi Aruna meskipun nyawamu taruhannya!"

Alexei memejamkan mata rapat. Ingatan tentang beberapa kali permintaan untuk melindungi Aruna berdengung di kepala. Tanpa sadar, Alexei mendengus kasar.

"Apa kamu nggak suka dengan masakan Indonesia?" tanya Aruna melunak.

Alexei langsung mendongak dan menjawab dengan gelengan kepala samar. Laki-laki itu kembali menunduk. Fokus pada makanan di piringnya. Di depannya, Aruna sesekali melirik Alexei.

Selain dingin dan kaku, Alexei juga misterius. Aruna heran. Apa begitu sikap sebenarnya orang-orang bule? Aruna juga memiliki beberapa teman dari luar Indonesia. Mereka bersikap ramah, tidak seperti Alexei. Entahlah. Sepertinya hanya Alexei yang berbeda. Pandangan Aruna beralih pada handphonenya yang bergetar.

Alexei mengikuti arah pandangan Aruna. Aruna segera menyambar benda itu, kemudian beranjak dari meja makan. Tentu saja masih diikuti oleh tatapan Alexei.

Aruna benar-benar kehilangan kebebasan. Alexei selalu mengikuti dan mengawasinya. Parahnya, Aruna tidak bisa menolak. Laki-laki itu memang dibayar untuk menjaganya. Namun, menurut Aruna, sikap Alexei sangat berlebihan. Beberapa saat berselang, Aruna melampiaskan kesal di kolam renang.

Alexei duduk di bangku panjang yang berada di teras samping. Beberapa meter di depannya, Aruna masih asyik berenang. Sesekali dia melirik pada Alexei yang tertangkap basah sedang menatapnya.

"Kenapa kamu nggak di kamarmu saja?" tanya Aruna setengah berteriak.

Alexei tidak menjawab. Laki-laki itu justru fokus dengan handphone. Entah mengetik apa. Merasa diabaikan oleh bodyguard dingin itu, Aruna berdecak sebal. Gadis itu meloncat dari dalam kolam dan menyambar handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Alexei langsung memalingkan wajah dari tubuh seksi terbalut one piece bikini itu.

Aruna berdiri tepat di depan Alexei. "Hei, Alexei! Kenapa kamu masih di sini? Kamu kembalilah ke kamarmu!" perintahnya.

Alexei bangkit dari tempat duduk. Dia menatap tajam manik hitam gadis di depannya itu. Aruna mengerutkan bibirnya geram melihat sikap arogan Alexei.

"Mulai sekarang kita buat peraturan baru. Kamu hanya boleh menemaniku ke luar rumah. Di dalam rumah, aku bebas. Karena ini rumahku. Paham?" ucap Aruna sengit.

Alexei tetap bergeming. Kembali diabaikan, Aruna mengepalkan kedua telapak tangan di sisi tubuh. Rasanya, ingin sekali Aruna mencakar wajah tanpa rasa berdosa itu.

"Kenapa kamu diam, Alex? Apa kamu nggak dengarkan aku?" tanya Aruna semakin kesal. "Aku terima kamu sebagai pengawalku, tapi bukan berarti kamu beb--"

"Shut up!" sentak Alexei, lalu membekap mulut Aruna dengan telapak tangannya.

Aruna mendelik dan berusaha menyingkirkan lengan pria itu. Namun, tenaga Alexei jauh lebih kuat. Aruna menatap wajah Alexei dengan takut. Sementara tatapan mata Alexei tertuju ke arah pagar rumah.

"Kamu masuklah!" titah Alexei lirih sembari melepas tangannya dari Aruna. "Masuk!" Alexei kembali memerintah.

Tanpa banyak tanya, Aruna memasuki rumah. Akan tetapi, gadis itu memilih mengintip dari balik kaca. Alexei berjalan cepat ke arah pagar rumah. Tatapan matanya tajam masih ke satu titik. Pagar tembok menjulang tinggi dan dipasang kawat berduri di atasnya.

Alexei berdiri waspada di dekat pagar. Tatapan mata laki-laki itu tetap fokus pada sebuah benda yang terselip di antara rerimbunan daun yang merambati tembok.

Laki-laki itu memanggil salah seorang ART untuk mengambilkan tangga. Aruna kembali mendekati Alexei yang sudah bersiap naik ke tangga besi itu.

"Alex, ada apa?" tanya Aruna lirih.

Alexei tidak menjawab. Laki-laki jangkung itu melirik sekitar yang tampak sepi. Tangannya meraih benda kecil berwarna hitam. Sebuah kamera pengintai berukuran sangat kecil.

Alexei mengamati kamera tersebut. Kamera yang sengaja dipasang menghadap kolam renang. Pandangan Aruna tertuju pada benda kecil di tangan Alexei.

"Shit!"

Terdengar umpatan dari mulut Alexei. Dia menatap penuh arti pada Aruna yang masih mematung. Alexei langsung mengajak Aruna ke lantai atas. Sesampai di atas, laki-laki itu menatap sekeliling ruangan.

"Ganti bajumu, saya tunggu di sini!" titah Alexei tidak ingin dibantah.

Aruna menurut. Dia membiarkan Alexei menunggunya di depan pintu kamar. Beberapa menit kemudian, Aruna keluar dari kamar dengan hanya mengenakan kaos terusan sebatas lutut.

Alexei langsung membuang pandangan. Aruna mengajak Alexei duduk di ruang keluarga lantai atas. Laki-laki itu meletakkan kamera kecil tadi di atas meja. Tepat di hadapan Aruna.

Kening Aruna berkerut. Dia benar-benar tidak habis pikir, dengan ulah iseng orang-orang itu. Alexei menatap dalam gadis cantik itu beberapa saat. Lantas keduanya saling diam dengan pikiran masing-masing.

Sekali lagi, Alexei menatap Aruna. "Apa kamu sering berenang?" tanyanya memecah keheningan.

Aruna mengangguk. "Iya, kalau lagi kesal!" jawabnya jujur.

Alexei memutar bola mata malas. "Jadi, kamu lebih kesal saya jaga daripada harga dirimu dilecehkan orang, Aruna?" tanyanya sinis.

Mendengar pertanyaan bernada mengejek itu, Aruna menajamkan pandangan pada Alexei. Namun, sekali lagi, Alexei masih dengan sikap tidak pedulinya.

"Dilecehkan? Aku nggak pernah dilecehkan orang, asal kamu tahu!" sahut Aruna dengan ketus.

Alexei menggeleng samar menghadapi sikap tidak ramah gadis itu. Laki-laki itu menarik napas panjang berusaha tetap bersabar. Alexei ingat, tugasnya baru dimulai. Di sekitar Aruna masih banyak orang-orang yang memiliki kepentingan sendiri pada gadis itu, tanpa Aruna sadari.

"Baiklah, mungkin saya salah. Tapi waspada apa salahnya?" tanya Alexei dingin.

"Kan sudah ada kamu yang jauh-jauh didatangkan Papa untuk menjagaku!" Kembali Aruna menyahut ketus.

"Besok sebaiknya jangan renang dulu, Aruna! Saya akan minta ART membersihkan tanaman tidak penting di tembok itu!"

Lagi dan lagi, Alexei memerintah seenaknya sendiri. Aruna tidak menjawab. Otak dan hatinya terlalu lelah untuk mendebat manusia kayu itu.

"Up to you," jawab Aruna pasrah.

"Jangan biarkan orang-orang memanfaatkan dirimu, Aruna! Apa kamu pikir, kamera pengawas itu hanya kebetulan berada di sana? Bagaimana kalau setelah ini ada pemberitaan media dengan mengekspose tubuhmu di kolam renang?"

Setelah berkata begitu, Alexei kembali mengambil benda kecil itu dan menggenggamnya. Aruna masih diam. Gadis itu menunduk dalam, berusaha mengerti setiap ucapan Alexei.

"Dan hanya orang-orang yang paham dengan kebiasaan kamu yang bisa melakukan itu," ucap Alexei lagi.

"Maksudmu, kamu curiga dengan salah satu penghuni rumah ini?" tanya Aruna tidak terima.

Alexei tidak menjawab. Laki-laki itu justru bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di tepi jendela. Tatapan mata Alexei kembali fokus ke arah kolam renang.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 97 Tembak Dia, Aruna!

    Tangan Aruna gemetar memegang Glock 17 warna hitam itu. Matanya terpejam rapat, tidak berani menatap objek boneka di depan sana. Bagaskara terus menyemangati. "Jangan tegang, Aruna! Fokus. Konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak! Kamu harus bisa tentukan waktu secepat mungkin, sebelum musuh menembakmu!" Aruna menggeleng pelan. Tubuhnya meluruh di depan Bagaskara, mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara berusaha sabar menghadapi sikap lemah Aruna. "Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Sekali lagi, Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak menyuruhmu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela diri, ketika orang-orang yang benci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang! Papa menyayangi dan melindungimu dari bayi sepenuh cinta, Runa. Lakukan ini untuk Papa! Papa takut, kalau Papa mati, kamu jadi sasaran manusia-manusia pengecut itu!" lanjutnya lagi. Air mata Aruna tiba-tiba ja

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 96 Aruna Diculik

    "Argh!" Aruna terkejut, ketika seseorang memegang bahunya dari belakang. "Kamu bukan Papa. Kalau kamu papaku, kenapa wajahmu berubah?" tanyanya pada Bagaskara. Bagaskara menarik napas pelan. "Ceritanya panjang. Demi keselamatanmu, ikutlah Papa, Nak! Apa kamu nggak kasihan dengan anakmu, Aruna?" tanyanya lirih. Tangan Aruna bergerak mengusap perutnya. Dia berpikir sejenak. Nasibnya benar-benar konyol. Jika terus lari, Bagaskara akan mengejarnya. Letak stasiun metro masih beberapa ratus meter lagi. Berlari dengan perut besar sangat berbahaya. Aruna takut terjadi sesuatu dengan kandungan yang sudah berusia delapan bulan itu. Di tempat lain, Alexei kebingungan mencari istrinya. Berkali-kali dia menghubungi Aruna, tetapi nomornya sudah diblokir wanita itu. Alexei semakin cemas. "Aruna, pochemu ty eto delayesh'? Gde ty?" (Aruna kenapa kamu lakukan ini? Di mana kamu?) teriak Alexei geram bercampur takut. Ditatapnya miris dua bungkus shawarma pesanan Aruna. Lalu, Alexei melangkah cepat

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 95 Kabur

    Alexei tidak suka diragukan. Meskipun cintanya yang besar pada Aruna kembali menghadapi ujian. Tentangan orang tua. Namun, Alexei tidak akan melepas Aruna. Tekad itu sudah tertanam di hati Alexei sejak dia meninggalkan Aruna dulu. Penjara bawah tanah dan tugas ke perbatasan tidak menggoyahkan perasaan Alexei pada Aruna. Tidak pernah Alexei jatuh cinta segila ini. Dulu dia pernah punya kekasih saat masih kuliah. Namun, hubungan itu berakhir, setelah Alexei aktif di dunia militer. "Maafkan aku," lirih Aruna saat melihat perubahan raut wajah Alexei. Alexei mengusap perut Aruna, lalu merangkul posesif bahu wanita itu. "Aku tidak pernah berpikir untuk berpaling. Jangan membuatku marah karena keraguanmu, Milyy!" Aruna mengangguk. Diciumnya bibir Alexei dengan lembut. Lalu, Alexei memposisikan diri di atas Aruna. Selanjutnya, mereka menghabiskan waktu petang berbagi kenikmatan di kamar itu. "Jangan tidur, Alex! Bukannya nanti kita jalan-jalan?" Mata Alexei yang tadi terpejam, langsung

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 94 Dilema

    "Kenapa, Alex? Kalian pasti menyembunyikan sesuatu!" Alexei tidak menjawab. Tatapannya tak terbaca pada Aruna. Alexei tersenyum kecil, lalu mencium jemari tangan Aruna. "Bukan, Milyy. Dia sangat licin dan licik. Sepertinya, tidak puas membunuh Alenadra dan Dita. Dia juga yang merencanakan pembunuhanmu, Milyy!" Mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. "Ap-apa, maksudnya? Aku dan Alenadra diincar orang yang sama?" Tatapan Alexei berubah sendu. Dipeluknya Aruna sembari menyembunyikan genangan air mata. Alexei tidak ingin membuat Aruna syok. Lebih baik Aruna tidak tahu tentang kejahatan Bagaskara. "Jangan takut! Kamu sudah aman. Aku, Elang, dan Julio akan selalu melindungimu." Mendengar nama Julio disebut, Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir, dia setia padamu dan Elang? Dia memberi informasi pada Tuan Ruslanov hingga mereka tahu, aku pergi ke Russia. Kalau nggak ada Gorgory, mungkin aku masih ada di rumah mega

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 93 Penyamaran

    Mata Aruna terpejam erat. Dia takut hanya mimpi. Aroma maskulin itu masuk ke indera penciuman Aruna dengan familiar. "Chto oni s toboy sdelali, Milyy?" Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Bergegas, Alexei memutari bangku taman dan berdiri di depan Aruna. Keduanya saling pandang beberapa saat. Pandangan Alexei turun ke perut besar istrinya. Tanpa bicara apa-apa, Alexei memeluk dan menciumi Aruna, melepas rindu. Di belakang sana, Kinasih tersenyum haru melihat pertemuan itu. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" Aruna emosional sambil menangis. "Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut, saat menatap perut Aruna. Ada rasa bersalah, tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu?" Alexei melepas pelukan dan memindai penampilannya se

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 92 Buronan

    "Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga. Mohon kerja samanya!" "Satu ... dua ... tiga!" Tetap tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi segera naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Kamar di lantai dua rumah megah itu tampak kosong. Satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!" Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan dan pekik kenikmatan terdengar menggelitik telinga. Tok ... tok ... tok! Pintu diketuk dari luar. Namun, mereka tidak menghiraukan ketukan pintu. Atau enggan mendengarnya karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah! Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda aktivitas panas di siang hari yang terik ini berakhir. Suara desahan masih saling bersahutan. Tidak ingin membuang waktu, salah satu polisi memegang handle pint

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status