Share

KEKASIHKU SUPERSTAR
KEKASIHKU SUPERSTAR
Penulis: Rita Hawa

KABAR BAIK

“Lunaa... how lucky you are, aku punya kabar baik untukmu.” Vania berkata dengan girang saat ia baru saja tiba di rumah kontrakan Luna.

Luna yang masih sibuk di dapur dengan alat penggorengan hanya menanggapi dengan gumaman tanpa antusias, ia paham tingkah sahabatnya yang selalu berlebihan. Jadi ia tidak mau ikut ke dalam euforianya sebelum ia tahu kejelasannya.

Terlebih lagi, Luna takut kehebohan Vania masih ada sangkut paut dengan Jeremy seperti bulan lalu, Luna masih trauma soal itu.

“Kamu yakin tidak ingin mendengar kabar apapun dariku?”

Luna sibuk mencicipi masakannya sebelum ia berkata, “Bicaralah kalau itu tidak menyangkut apapun soal laki-laki itu.”

Vania menghela nafas tanpa daya, ia paham Luna seperti itu karena kebenciannya pada laki-laki blasteran Jerman – Bali itu sangat tinggi hingga ke ubun-ubun.

“Ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan Jeremy, baiklah baiklah aku akan to the point. Aku mendapat pekerjaan untukmu.”

Luna yang baru saja selesai menuangkan tumisan ayamnya ke piring, buru-buru menaruh ke meja dan ikut duduk bersama Vania dengan antusias.

“Benarkah? Pekerjaan apa itu?” tanyanya dengan wajah berbinar.

“Bekerja sebagai asisten pribadi seorang aktor terkenal, dan kamu tahu siapa dia? Sean Aaron, idolamu.”

Luna menatap Vania tak percaya dengan tangan refleks menutup mulut yang sempat menganga karena terkejut. Senyum bahagia seketika menghiasi wajah cantiknya.

“Benarkah? Ya Tuhan Vania, darimana kamu bisa mendapat pekerjaan semulia itu? Tubuhku sampai gemetaran, coba pegangi aku, mana tahu aku akan pingsan.” Reaksi Luna mendadak berlebihan mengikuti gaya Vania.

Vania benar-benar memegangi tangan Luna dan ikut tertawa. Ia selalu bahagia meski hanya sedikit senyuman di wajah Luna. Ia tahu hidup Luna tidak pernah mudah, kesedihan dan kesengsaraan kerap membersamainya sejak hamil Xander. Berbanding terbalik dengan kehidupannya.

“Aku dapat info dari Daren.”

“Jangan bilang kamu sudah pacaran sama Daren?” tebak Luna yang langsung mendapat anggukan malu-malu dari sahabatnya.

“Selamat ya Van, ada berkahnya juga buat aku kamu pacaran sama Daren.”

Vania tertawa malu-malu.

“By the way Lun, karena aku sudah mendapatkan pekerjaan untukmu, maka aku ingin memilih hadiahku sendiri.”

Luna mengerutkan keningnya dengan keras dan ia tiba-tiba khawatir dengan wajah yang berubah kehilangan warnanya, takut Vania meminta aneh-aneh dan itu berhubungan dengan Jeremy, mengingat mereka adalah saudara sepupu.

“Tentukan! Tapi plis jangan aneh-aneh,” Luna mengingatkan dengan was-was.

Vania hanya tertawa mendapat perubahan emosi di wajah cantik Luna, ia kemudian tanpa permisi menyeret piring berisi tumisan ayam yang masih mengepul dan baunya benar-benar mengganggu indra penciuman juga mengusik perut Vania sedari tadi.

“Aku hanya mau hadiah ini, aku sangat lapar. Mana nasinya? Aku akan habiskan semuanya, dan masaklah lagi untuk dirimu sendiri karena aku benar-benar tidak mau berbagi kali ini.”

Luna tanpa sadar langsung menghela nafas lega, seketika wajahnya kembali berwarna karena tidak ada hal-hal yang serius.

Ia menggelengkan kepalanya dan memelototi Vania dengan tajam setelah mengambilkan sepiring nasi.

“Kamu pikir aku minta hadiah apa?” Vania bahkan masih bisa bertanya dengan gelakan tawa tanpa dosa setelah membuat wajah Luna nyaris lebih putih daripada dinding.

“Hmm, dasar tidak punya perasaan!” omel Luna sambil kembali menyalakan kompor untuk memasak mie instan.

“By the way, dimana Xander? Sehari saja aku tidak bertemu bayi gemuk itu, hidupku seperti tidak berwarna.”

“Apa kamu tidak melihat ada box bayi di dekatmu?” jawab Luna masih kesal.

Vania baru menyadari ada box bayi di ruang keluarga yang letaknya memang menyatu dengan dapur seperti rumah minimalis pada umumnya.

Menyadari hal itu, ia kembali terkekeh dan buru-buru menghabiskan makanannya agar bisa secepatnya menggendong bayi tampan gemuk yang menggemaskan itu.

“Xander kalau tidur persis Jeremy kecil.” Komentar Vania yang dengan polos tanpa dosa saat berada di samping box bayi yang sukses membuat Luna tersedak mie instan.

Luna bersusah payah menepuk dadanya sambil meminum air hingga segelas penuh.

Setelahnya ia baru bisa mengomel Vania, “Ya Tuhan Vania, kau baru saja merampas masakanku dan sekarang kau ingin aku mati tersedak karena perkataanmu. Besok lagi kamu menyebut nama itu, aku pastikan seluruh lakban akan menyegel mulutmu.”

Vania tidak pernah marah jika Luna yang mengatainya, ia dan Luna sudah biasa saling melempar kemarahan seperti itu. Jadi dia hanya nyengir sambil memainkan jarinya pada pipi Xander yang masih anteng dalam tidurnya.

“Kamu tahu Xander? Mommymu sangat pemarah sekarang. Apa dia tidak takut cepat tua dan menjadi nenek-nenek bahkan sebelum kamu masuk TK?” balasnya.

Luna menggertakkan giginya mendengar sindiran Vania, kalau saja ia tidak ingat Vania baru saja membantunya mendapatkan pekerjaan, sendok garpu pasti sudah berpindah tempat sekarang.

Sementara Vania, ia mengabaikan Luna dan menggendong Xander.

“Aku pinjam Xander dulu ya Lun, bye.”

Ia buru-buru berjalan cepat keluar rumah. Luna menghela nafas tanpa daya dan membiarkan Vania pergi membawa Xandernya setelah berteriak, “Jangan pulang sore-sore Van.”

“Iya,” teriak Vania terdengar sedikit pelan karena ia sudah di depan.

Begitu Vania pergi, Luna menghempaskan dirinya di sofa dan memainkan ponselnya, tentu saja ia menelusuri informasi tentang Sean Aaron secara detail.

Meski sebenarnya ia tidak begitu asing dengan segala hal tentang Sean, ia juga bagian dari Sever (nama fans Sean), tapi akan menjadi asisten pribadinya, Luna harus tahu semuanya.

Pada pemikiran itu, ia tersenyum dengan begitu bersemangat.

***

Pagi ini Luna harus datang ke kantor Aaron Management, Luna sangat gugup sekarang.

Berkali-kali ia bertanya pada Vania tentang penampilannya karena ketidakpercayaannya, hingga Vania pun melayangkan protes, “Aku tidak menyangka perempuan secantik dirimu masih kehilangan rasa percaya diri hanya pergi ke sebuah kantor, ya ya aku tahu ini hari pertamamu bekerja. Tapi percayalah padaku Lun, apapun pakaian yang menempel pada tubuhmu selalu terlihat cocok dan indah di mata orang lain. Bukan karena aku sahabatmu tapi itulah kenyataannya, apa perlu aku mengumpulkan para tetanggamu di sini untuk memastikan statementku tidak salah?”

“Baiklah, aku pergi dulu Van. Tolong jaga Xander baik-baik dan jangan pernah melanggar apa yang sudah menjadi batasanku,” Luna kembali mengingatkan setelah ia puas menciumi bayi kesayangannya yang saat ini dalam gendongan Vania.

“Hmmm.”

Vania hanya menjawab dengan gumaman kecil karena ia sudah sangat bosan mendengar peringatan itu dari mulut Luna, batasan apa lagi yang ia maksud kalau bukan menyangkut Jeremy.

“Bye Van, doakan aku ya!” teriaknya sambil melambaikan tangannya pada Vania dan Baby Xander saat ia masuk ke dalam taksi pesanannya.

Vania membalas lambaian tangan Luna dan ia mengangguk. Ia selalu berharap yang terbaik untuk Luna.

Di dalam taksi, Luna membaca lagi apa yang disuka dan tidak disuka oleh Sean yang sudah dikirimkan Daren melalui Gmailnya semalam.

Meski ia sangat gugup untuk menghadapi artis yang selama ini ia idolakan, ia harus profesional dan tidak terlihat kampungan saat melihatnya nanti. Lagipula dalam waktu jangka panjang ia akan selalu bersamanya saat ini, bahkan menyiapkan yang Sean butuhkan.

Dalam pemikiran seperti itu, hati Luna tiba-tiba menjadi hangat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status