Share

PECAT SAJA DIA

“Aku hanya ingin membantu Daren Ma, dia bilang temannya membutuhkan pekerjaan, jadi...”

“Jangan alasan kamu Sean!” Helena langsung menyelanya dengan marah.

“Pokoknya kamu harus pecat asisten baru kamu itu, kalau tidak! Lupakan soal pulau impianmu di Swiss.” Ancam Helena sungguh-sungguh.

Tapi Sean hanya menyeringai dan dia dengan tegas menolak, “Sayangnya aku tidak akan memecat Luna, Ma!”

“Sean!” teriak Helena marah.

“Ma, Luna itu baik dan dia pintar memasak, aku pastikan asam lambungku tidak akan kambuh lagi karena aku akan memperbaiki jadwal dan pola makanku. Jadi please Ma, jangan ikut campur soal urusan satu itu!”

Helena terdengar menghela nafas tanpa daya, selama ini bahkan dirinya saja sangat susah mengatur jadwal dan pola makan Sean, tapi perempuan yang bernama Luna itu kenapa dengan begitu mudah membuat Sean memastikan itu?

Helena bimbang dan ia ingin sekali berpihak pada putranya, bagaimanapun selama ini dia selalu khawatir jika Sean keluar masuk rumah sakit hanya karena sakit perut, tapi dia teringat perkataan Aura soal Luna yang mempengaruhi Sean untuk membatalkan pertunangannya, jadi dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak semakin marah pada Sean yang sudah berani menentangnya hanya karena urusan perempuan tak dikenal.

“Sean, pokoknya Mama tidak mau tahu, kamu pecat sendiri asistenmu itu atau Mama yang akan turun tangan!”

Panggilan terputus setelah Helena mengatakan itu dan membuat Sean berteriak marah.

“Ini pasti ulah Aura.” Geramnya.

Dia menyipitkan matanya dan roma kebencian terlihat jelas di matanya, setelahnya dia mengatur nafasnya untuk meredakan emosinya dan kemudian kembali ke kamar hotelnya.

“Sean, untung saja kamu cepat kembali, sutradara baru saja menghubungiku kalau ada sarapan bersama di restoran hotel.”

“Aku sangat kenyang Dar, kamu saja yang ke sana. Kabari aku kalau ada informasi apapun.”

“Hmm.”

Daren pergi dan hanya menyisakan Sean Luna di kamar, Luna sangat gugup sampai dia merasa salah tingkah.

Baju-baju yang ia ambil dari koper Sean sampai ada yang jatuh karena saking gugupnya. Tapi Sean, bukannya marah dia justru menghampiri dan ikut mengambil bajunya lalu membantu Luna memasukkan baju-baju itu ke almari.

“Maaf Mas Sean.”

“Tidak apa-apa, santai saja.”

Luna tersenyum canggung dan dia hendak pamit, tapi Sean menahannya. Dia ingin membicarakan soal mamanya agar jika mamanya benar ingin menemui Luna, Luna tidak kaget, tapi Luna tidak tahu maksud Sean, jadi dia sangat deg-degan saat tangan lembut Sean menyentuh lengannya.

“Ada apa Mas?”

Sean baru sadar kalau dia memegang lengan Luna, jadi dia melepasnya dengan canggung.

“Ayo duduk! aku ingin bicara sesuatu denganmu.”

Luna hanya mengangguk dan duduk di samping Sean.

“Jadi tadi Mama menghubungiku dan dia ingin aku memecatmu, tapi tenang saja Luna, aku tidak akan pernah melakukan itu, aku memberitahu soal ini agar kamu tidak kaget saja saat bertemu Mama, jadi jangan hiraukan perkataannya jika suatu hari beliau menemuimu.”

Luna sangat terkejut dan tentu saja sangat sedih, banyak orang tidak menyukainya, tapi dia menepis perasaan itu dan mengangguk dengan tenang seolah dirinya tidak terpengaruh apapun. Bagaimanapun dia sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk menghidupi Xandernya.

“Bagus, kamu boleh ke kamarmu dan istirahat. Aku akan menghubungimu kalau butuh sesuatu.”

“Iya Mas.”

Luna bangkit dari duduknya saat tiba-tiba dadanya merasa sangat kencang dan sakit, jadi dia refleks meringis kesakitan tanpa sadar sambil memegangi dadanya.

Dia ingat kalau melupakan sesuatu dan mengeluh dalam hati, “Aku lupa tidak membawa pompa ASIku, bagaimana ini?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status