“Halo Tante.”
“Ya Aura, ada apa? bukannya kamu lagi syuting di Bogor dengan Sean?”
“Emm iya Tante, baru saja sampai. Tante sibuk?” Aura berbasa-basi.
“Lagi perawatan di salon, ada apa Sayang?”
“Tante sudah tahu soal asisten pribadi Sean yang bernama Luna?”
Di seberang sana, Helena Aaron tampak terkejut, “Asisten pribadi Sean bernama Luna? Setahu Tante asisten Sean bernama Tisa.”
Aura menyeringai dan dia melanjutkan aksinya, “Jadi Sean belum bicara sama Tante soal Luna? Dia bahkan digosipkan kekasih baru Sean oleh para wartawan kemarin, Tante juga tidak tahu soal berita itu?”
“Apa? kekasih baru Sean? bagaimana mungkin? Kalian akan bertunangan dua minggu lagi, media mana yang berani membuat berita murahan itu Aura?”
Aura menaikkan salah satu alisnya dengan ekspresi jahat di wajahnya, dia tahu kepada siapa harus mengadu agar Luna segera enyah dari pekerjaannya.
“Iya Tante, Luna itu fans Sean yang tidak suka dengan hubungan kami, jadi dia merayu Daren agar bisa bekerja sebagai asisten pribadi Sean dan membuat wartawan menerbitkan berita murahan itu, dia juga mempengaruhi Sean untuk menjauhiku dan membatalkan pertunangan itu Tante, huhu.” Aura berpura-pura menangis dan dia mulai menunjukkan kemampuan aktingnya.
Tentu saja Helena terpengaruh dan dia tampak sangat marah di seberang sana.
“Kamu tenang saja Aura, Tante akan bicara pada Sean. Jangan menangis ya Sayang, pertunangan itu tidak akan batal.”
“Huhuhu, terimakasih Tante.”
“Sama-sama Sayang, lebih baik kamu fokus pada pekerjaanmu dan Tante yang akan membereskan masalah ini.”
“Iya Tante,” Aura menjawab dengan suara yang menyedihkan, membuat Helena di seberang sana tampak khawatir dan kembali menenangkannya sebelum panggilan itu berakhir.
Begitu selesai, Aura menyimpan ponselnya dan ia menyeringai senang, menyeka air mata buayanya dan berjalan lenggak-lenggok masuk ke hotel.
Di tempat yang berbeda, di kamar hotelnya, Sean sedang menikmati sarapan yang dibawakan Luna bersama Daren, dia memuji masakan Luna yang begitu enak hingga membuatnya ketagihan.
“Luna, bagaimana kalau aku mau makanan buatanmu setiap hari, kamu keberatan?” tanyanya terang-terangan.
Luna menggeleng malu-malu.
“Bagus, terimakasih Luna. Dan untuk kamu Daren, jangan pernah khawatirkan asam lambungku naik lagi karena mulai sekarang aku tidak akan telat makan selagi Luna yang menyiapkannya.”
“Hmm, ya ya terserah kamu.” Daren malas-malasan menanggapi Sean dan lebih asik menikmati sarapannya.
Sementara Luna, dia tersenyum sambil menuangkan jus jeruk untuk Sean dan ikut bergabung dengan mereka.
“Jadi Mas Sean punya asam lambung?”
Sean mengangguk dan sedikit tersenyum sambil mengelap bibirnya dengan tisue.
“Dia susah diatur Lun, semoga kamu tidak kerepotan mengurusnya,” sahut Daren.
Sean meraih jus jeruknya sambil memelototi Daren, sementara Daren tak peduli.
“Aku akan bekerja sebaik mungkin untuk Mas Sean,” balas Luna.
Sean tersenyum dan dia menatap Luna kagum. Dia baru saja akan berterimakasih pada Luna saat ponselnya tiba-tiba berdering.
Nama ‘Mama’ tertera di layar dan langsung membuat Sean mengerti apa maksudnya, untuk apa lagi kalau bukan urusan Aura, apalagi dia tadi baru saja mengaku pada Aura kalau dia memang memiliki perasaan terhadap Luna.
Lama dia hanya memandangi ponselnya sebelum akhirnya memutuskan bangkit dari duduknya dan keluar dari kamarnya untuk menerima panggilan itu.
“Ya Ma, ada apa?”
“Kenapa kamu mengganti asistenmu tanpa sepengetahuan Mama?”
Sean memutar matanya jengah dan dia menjawab dengan kesal, “Aku pikir Mbak Tisa sudah bilang pada Mama kalau dia resign dan memilih merawat ibunya di kotanya.”
“Dia tidak bilang apa-apa soal itu, lagipula kamu itu cari asisten pribadi seperti itu, kamu tidak memikirkan perasaan Aura?”
“Aku hanya ingin membantu Daren Ma, dia bilang temannya membutuhkan pekerjaan, jadi...”“Jangan alasan kamu Sean!” Helena langsung menyelanya dengan marah.“Pokoknya kamu harus pecat asisten baru kamu itu, kalau tidak! Lupakan soal pulau impianmu di Swiss.” Ancam Helena sungguh-sungguh.Tapi Sean hanya menyeringai dan dia dengan tegas menolak, “Sayangnya aku tidak akan memecat Luna, Ma!”“Sean!” teriak Helena marah.“Ma, Luna itu baik dan dia pintar memasak, aku pastikan asam lambungku tidak akan kambuh lagi karena aku akan memperbaiki jadwal dan pola makanku. Jadi please Ma, jangan ikut campur soal urusan satu itu!”Helena terdengar menghela nafas tanpa daya, selama ini bahkan dirinya saja sangat susah mengatur jadwal dan pola makan Sean, tapi perempuan yang bernama Luna itu kenapa dengan begitu mudah membuat Sean memastikan itu?Helena bimbang dan ia ingin sekali berpihak pada putranya, bagaimanapun selama ini dia selalu khawatir jika Sean keluar masuk rumah sakit hanya karena sakit
“Apa yang terjadi?” Sean bertanya dengan panik. Luna refleks melepas tangannya di dada dan menggigit bibirnya, ia tidak mungkin menceritakan sakitnya pada Sean, terlebih lagi itu terjadi pada bagian tubuhnya yang tidak seharusnya ia ceritakan pada seseorang laki-laki yang baru kenal seperti Sean, jadi dia gelagapan sendiri menjawabnya.“Emm, tidak apa-apa Mas Sean, aku pamit ke kamar sebentar.” Luna buru-buru keluar dari kamar Sean sambil mendesis menahan sakitnya.Beruntung jarak kamarnya dari kamar Sean tidak jauh, jadi dia dengan segera mencapai kamarnya dan menguncinya. “Ya Tuhan, ini sakit sekali.” Desisnya. Luna mondar-mandir di kamar hotelnya sambil sibuk mencari wadah untuk ASInya, mau tidak mau dia harus memerah menggunakan tangannya sendiri meski ini baru pertama kalinya.Setelah lama mencari akhirnya ia menemukan wadah yang cocok dan dia tersenyum senang, dia baru saja membuka kancing bajunya dan mulai memerah saat seseorang mengetuk pintu kamar hotelnya. Luna tahu it
Sean menelan salivanya dengan gugup dan dia tidak percaya Luna akan mengatakan itu padanya, lalu apa yang akan dilakukannya?Apa dia harus membantu Luna?Tapi...Sean gugup sendiri dan pikiran nakalnya langsung menguasai dirinya. Bagaimana tidak, Luna sangat cantik dan sexy, meski dia selalu memakai pakaian yang sopan tapi tetap saja keseksian tubuhnya yang sempurna masih terlihat. Memikirkan hal itu, sesuatu di celana Sean langsung sesak tatkala ketika membayangkan dada Luna yang padat berisi itu menyembul di depannya dan dia membantu menyesapnya. Ah...Sean gila sendiri dengan pemikiran itu.Padahal dia jelas seorang aktor terkenal, menjadi lawan main perempuan sexy mana saja dia pernah, bahkan pernah juga melakukan adegan ciuman yang begitu intim di beberapa filmnya, tapi tetap saja Sean tidak pernah segugup ini dan biasa saja. Tapi, kenapa dia begitu deg-degan hanya karena Luna berbicara jujur dengan keadaanya? Sean menggeram dalam hati dan mencoba senormal mungkin di depan L
Alih-alih berkata sedikitpun pada Sean, dia hanya memilih memejamkan mata sampai dia merasakan bibir lembut Sean menyentuh putingnya dan mulai menghisapnya. Detik itu juga Luna merasa tubuhnya seperti terkena sengatan listrik kenikmatan yang luar biasa hingga dia menggeliat dan tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan suara desahan sensual yang justru memicu gairah Sean. Luna sudah lama tidak menerima sentuhan apapun dari lawan jenis sejak mengandung Xander, jadi dia merasakan gejolak yang luar biasa di tubuhnya. Terlebih lagi seseorang itu kini menghisap putingnya dengan lembut seolah dia adalah bayi yang penurut. Rasa sakit di dada Luna akhirnya berubah menjadi rasa nikmat yang luar biasa, sehingga Luna tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengelus rambut Sean dan menekan kepalanya ke dalam dadanya. Sementara Sean, dia rasanya sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, dia ingin melakukan sesuatu yang lebih pada Luna. Jadi dia mengulurkan tangannya satu lagi untuk
Luna keluar dari kamar mandi dan dia masih melihat Sean duduk di sofa yang tadi mereka gunakan ‘bercinta sesaat’. Dia dengan canggung melewatinya dan kemudian membuka pintu kamarnya.Sosok Daren muncul di balik pintu dan Luna seketika terkejut.“Daren, ada apa mencariku?” tanyanya gugup.Daren mengerutkan keningnya dan dia bertanya-tanya dalam hati apa yang salah dengan kedatangannya di kamar Luna? Apalagi mereka ke sini terlibat pekerjaan yang sama.“Boleh aku masuk? Aku hanya ingin menyampaikan perubahan jadwal syuting untuk Sean karena aku harus kembali ke Jakarta setelah ini.”Mulut Luna ternganga sejenak dan dia limbung untuk beberapa detik, bersamaan itu wajahnya mendadak pucat.Hal itu membuat dahi Daren berkerut-kerut dan tanpa bertanya lagi pada Luna, dia meralat ucapannya.“Baiklah kalau begitu kita bicarakan di lobi hotel sambil menikmati kopi.”Luna langsung setuju dan dia masuk sebentar untuk berpamitan pada Sean, tapi dia tentu tidak mengatakan hal itu pada Daren.“Oke,
***Luna segera ke kamar Sean begitu dia selesai membicarakan jadwal ulang Sean dengan Daren. Meski dia tidak tahu tujuan Sean meminta dia ke kamarnya, Luna sangat deg-degan dan perkataan Daren terngiang di telinganya.“Mas Sean mencintaiku? Kami bahkan baru dua hari bertemu,” gumam Luna dalam hati.Dia menghela nafas dan menepis pemikirannya saat pintu kamar Sean dibuka oleh pemiliknya sendiri dan dia langsung deg-degan.“Masuklah!”Luna tersenyum segaris tipis dan dia langsung mengikuti langkah Sean. Dia kemudian duduk di sofa dengan jantung yang seolah siap melompat kapan saja.“Aku memesan ini untukmu, semoga membantu selama kamu di sini.”Luna mengambil paper bag dari tangan Sean dan dia terkejut saat membukanya.Pompa ASI? Ya Tuhan...Wajah Luna berubah semerah tomat karena malu dan dia dengan canggung berkata, “Aku minta maaf soal tadi Mas, harusnya aku sedikit bersabar dan tidak meminta Mas Sean melakukan itu.”Sean menggeleng dan dia tersenyum dengan lembut, “Tolong jangan sa
Aura menatap Luna dengan kilatan kemarahan berkobar di matanya, dia hendak melayangkan tamparan keras untuk Luna tapi tiba-tiba tangannya tergantung di udara karena gerakan tangan Sean lebih cepat menghentikannya.“Sean, kamu masih membelanya?” Aura bersungut kesal dan dia menatap Sean penuh kekecewaan.Sean melepas tangan Aura dengan kasar dan dia berkata dengan penuh peringatan, “Aku berhak melindunginya karena dia milikku, jadi jangan sentuh Luna semaumu.”Bukannya senang, Luna justru merasa kepalanya sangat sakit seolah ada palu besar yang baru saja menghantamnya, dia tidak tahu cara menghadapi kemarahan Aura dan Helena sekarang.“Hentikan Sean! Aura calon tunanganmu dan itu keputusan final.” Teriak Helena marah.“Lagipula dia hanya asistenmu kan? Pecat dia sekarang juga dan fokus pada hubunganmu dengan Aura, Mama bisa membantumu mencari asisten pribadi yang lebih dari jalang seperti dia.”Luna menggigit bibirnya dan dia berusaha menekan emosi juga air matanya. Kalau di masa lalu
“Apa kamu ingin cerita sesuatu denganku?” suara Sean yang lembut mencapai telinganya dan Luna melepas pelukannya lalu menyeka air matanya. Dia melirik jam di tangan kanannya sebelum berkata, “Mungkin lain kali, Mas Sean harus bersiap-siap karena jadwal syuting dimajukan setelah makan siang.” Sean menghela nafas dan ia mengangguk. “Tapi kamu janji akan cerita padaku?” Luna menoleh ke arah Sean dan menatap mata birunya yang mengesankan. “Iya, Mas Sean.” Sean tersenyum tipis dan ia memohon sesuatu pada Luna, “By the way Luna, bolehkah kamu memanggilku Sean saja? Itu terdengar lebih baik di telingaku.” Luna balik tersenyum dan ia mengangguk. “Baiklah Sean.” Sean tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum lebih manis untuk Luna dan mengusap puncak kepalanya dengan lembut. “Ayo kita makan siang, kamu pasti sangat lapar kan?” Luna terkekeh dan ia menggoda Sean, “Harusnya aku yang mengajakmu, kamu majikanku.” Sean tersenyum nakal dan berbisik di telinga Luna, “Bagaimana kalau a