Dor, dor, dor!
Ulu hatiku sakit sekali, demi melihat apa yang baru saja mereka lakukan. Nyeri, sehingga hanya sanggup menahan getaran dari dalam diri yang luar biasa. Getaran apakah itu? Aku nggak tahu, apa. Tapi yang jelas, sangat kuat dan sekarang sudah berhasil memutar tubuhku membelakangi kopermolen. Membelakangi Shopia dan dua anak manusia yang sedang dimabuk asmara. Sungguh sangat disayangkan, dua anak manusia itu bernama Kenzy dan Elize. Suami dan mantan sa ohhh nggak, tetangga dekat rumahku.
"Hei Sa, what is happen?" Shopia sudah berada di depanku sekarang, "Came on Girl ... Don't be cry here, please?"
De swiiing!
Bukan, aku bukannya nggak senang atau bagaimana, Papa video call. Tapi masalahnya kan, aku dan Kenzy belum bicara lagi semenjak tragedi kemesraannya dengan Elize, kemarin pagi. Jangankan bicara, melihatnya pun mataku sepet. Pedih.Satu saja yang aku nggak habis pikir, kenapa haru Elize, sih? Apa nggak cukup dengan Marcella atau wanita-wanita lain di luar sana yang aku nggak kenal? Meskipun sama-sama jahat tapi nggak begitu melukai hati, bagiku. Apa Kenzy nggak tahu, kalau aku dan Elize …? Well, aku yakin, dia bukannya nggak tahu tapi nggak mau tahu. Tentu saja.Coba, bagaimana perasaannya jika melihatku jalan berdua dengan William? Jalan saja, sambil mengobrol atau tertawa bersama. Bagaimana perasaannya? Haha. Haha. Aku lupa,
Dengan segenap perasaan yang serba baru---begitu baru sehingga terasa asing---aku menyiapkan makan siang untukku sendiri. Apakah Kenzy sedang berada di luar rumah? Oh, nggak, dia di rumah, kok. Tapi kan, mulai sekarang aku nggak boleh seperti kemarin-kemarin lagi. Maksudku, nggak boleh memposisikan diri sebagai isteri Kenzy, kecuali di hadapan Papa dan Papa Snoek. That is the point, isn't that? 'So, do your best, Anyelir!'Roti selai cokelat kacang plus capcay sayur, menjadi menu pilihanku siang ini. Enaknya, membuat menu makan siang tanpa memikirkan Kenzy. At least, aku bisa bebas menentukan menu dan yaaa, seperti inilah hasilnya. Dalam sejarah kehidupanku di Leiden, belum pernah aku makan siang dengan sayuran seperti ini. Salad, capcay, pecel atau apapun itu yang bernama sayuran hanya ada di acara makan malam, sejauh in
Nggak, tentu saja nggak masalah, aku memakai pakaian Tante Vanessa, mama William. Toh, William sendiri yang meminjamkannya padaku, kan? Sungguh, sama sekali nggak menduga kalau ternyata sudah meninggal. Sempat berpikir malah, kalau dia sedang ada kepentingan di luar rumah atau semacamnya. Percayalah, pertanyaanku tadi---masalah memakai pakaian orang yang sudah meninggal---hanya serpihan kecil dari rasa terkejut dan ikut berduka cita.You can imagine lah, bagaimana Perasaanku?Aku memakai sweater, syal, kaos kaki dan juga topi itu hampir seharian penuh, lho. Sampai jam makan malam. Eh, topinya sih nggak, hanya beberapa jam saja. Oooh, my God! How could I felt so calm and comfort? Untuk jawabannya, kalau istilah yang sering digu
Big no!Apapun Yang Kenzy katakan, nggak akan semudah itu aku mempercayainya. Nggak, walaupun mulutnya sampai berbusa-busa pun harus tetap berhati-hati dan waspada. Masa iya, dia berubah sebaik itu hanya dalam hitungan jam? Halooo, tadi pagi dia masih bertemu dan pergi bersama Marcella, lho! Bahkan, walaupun terlihat kikuk, nggak menolak tuh, sewaktu Marcella mengujaninya dengan kiss love? Sungguh, suaranya saja terdengar sampai di ruang makan. Maksudku, sama sekali nggak terdengar Kenzy melarang Marcella melakukan itu atau semacamnya. Entah, bagaimana kenyataanya. Ya ampuuun, mataku kan, nggak bisa menembus dinding?"Percaya sama aku, Nya!" Kenzy memohon-mohon sambil berlutut di depanku, "Aku janji, mulai detik ini aku akan membahagiakan
De swiiing, wiiing, wiiing!"Aaa …!" nyaris saja aku menjerit melihat Kenzy berendam di bathtub dengan santainya, "Oooh, my God!" secepat mungkin aku membalikkan badan menghadap ke pintu kamar mandi, "What aru you doing here, Kenzy?"Oh, ooohhh, my God!Bisa-bisanya dia berendam di bathtub, padahal kan, baru jam delapan? Baru saja selesai makan malam. Eh, nggak, percayalah aku nggak memperhatikan dia. Maksudku, aku melihatnya sedang makan malam tadi di bawah. Masa, tahu-tahu sudah berendam di bathtub? Sampai berbusa-busa pula, seperti anak kecil saja!
Saatnya berkebun dengan gembira tralala. Tadi, sepulang dari DFF Amsterdam untuk mengurus registrasi, aku mampir ke rumahnya. Sebenarnya, hanya mengambil sepeda yang kututitipkan di sana, sih. Nggak sampai sepuluh menit, karena Sophia mau ada acara bersama mamanya. Lagipula, aku juga sudah ada janji dengan Oma. Dia minta dibantu membuat adonan donat. Katanya, cucu kembarnya yang di Den Haag mau bermalam di rumahnya, malam ini sampai tiga malam ke depan. Jadi, dia berniat membuatkan donat untuk mereka. Menurut Oma, cucu kembarnya itu termasuk doughnuts lovers.Kalau aku?Ice cream's lover, dong. Haha. Haha.Well, kami naik bus tadi waktu beran
Saatnya berkebun dengan gembira tralala. Tadi, sepulang dari DFF Amsterdam untuk mengurus registrasi, aku mampir ke rumahnya. Sebenarnya, hanya mengambil sepeda yang kututitipkan di sana, sih. Nggak sampai sepuluh menit, karena Sophia mau ada acara bersama mamanya. Lagipula, aku juga sudah ada janji dengan Oma. Dia minta dibantu membuat adonan donat. Katanya, cucu kembarnya yang di Den Haag mau bermalam di rumahnya, malam ini sampai tiga malam ke depan. Jadi, dia berniat membuatkan donat untuk mereka. Menurut Oma, cucu kembarnya itu termasuk doughnuts lovers.Kalau aku?Ice cream's lover, dong. Haha. Haha.Well, kami naik bus tadi waktu beran
Dengan kegembiraan yang membuncah, aku mengeja nama yang tertera di Student ID Card, "Anyelir Nuansa Asmara."Cantik ya, namaku? Bunga Anyelir dalam nuansa cinta. Tanpa kusadari, air mata ini meleleh hangat di pipi, nyaris panas. Meskipun nggak seindah nama pemberian Mama dan Papa tapi harus tetap beryukur atas segala cerita hidup, kan? Ya, yaaahhh, mungkin suatu hari nanti, cerita indah itu akan tertulis juga. Mungkin, air mata ini akan tergantikan dengan tawa bahagia. Nothing is impossible, kan? Yeaaah, kata Papa Snoek sih begitu, "Nothing is impossible, Anyelir. You understand it, don't you?"Yes, I do. Tapi sayangnya, hanya sebatas kata-kata. Dari pada Papa meninggal karena heart attack? Masa sih, dalam usiaku yang masih muda be