[Bang, katanya mau beli seserahan buat nikahan nanti, kapan?]
Baru saja tangan ini meraih gawai yang sempat aku letakkan di atas meja rias yang ada di kamarku. Segera ku baca dari layar gawai dan ternyata pujaan hati yang mengirim pesan untukku. Pesan yang berisi tagihan. Karena aku sempat menjanjikan kepadanya untuk segera dan memilih sendiri seserahan serta mahar untuk acara pernikahan kami nanti. Sengaja aku tidak memberikan seserahan pada waktu aku dan keluargaku datang melamarnya. Karena aku juga tidak mau rugi keluar uang dua kali. Meski aku tidak ikut mencari uang. Tapi masalah untung rugi harus tetap aku perhatikan.[Iya, Sayang. Abang pasti tidak lupa. Sabar ya, uang Abang belum di transfer.]pesan balasan segera aku kirim.Yang menjadi salah satu alasan kenapa Lasmi mau menerima pinangan-ku meski dia tahu aku sudah beristri adalah karena aku memiliki mesin ATM yang tidak akan pernah surut isinya yang akan bisa menyenangkannya. Dia dulu adalah pujaan hatiku namun cinta ini bertepuk sebelah tangan manakala keluarganya yang merupakan pemilik sekaligus juragan empang tempat biasa aku memancing menolak mentah-mentah lamaran-ku karena mereka beranggapan bahwa aku tidak akan sanggup untuk menghidupi anak gadis semata wayangnya. Aku sadar karena pada waktu itu aku juga masih luntang-lantung tidak jelas. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut dengan temanku, Juki merantau ke kota lain yang akhirnya mempertemukan-ku dengan Maharani yang kini telah menjadi istriku.[Terus kapan istri Abang transfer uangnya?][Adek, sudah gak sabar ingin belanja dan memilih perhiasan untuk mahar kita nanti.]pesannya lagi dengan tidak lupa dibubui-nya dengan emoticon cemberut di belakangnya. Kalau sudah begini aku harus pandai-pandai merayunya lagi. Tidak ada cara lain kecuali aku harus segera menghubungi Rani dan mendesaknya agar segera mengirimkan uangnya kembali.Jujur saja uang yang selama ini ia kirimkan telah habis tidak bersisa. Uang yang tiap bulan ia kirimkan tersebut aku bagi dengan ibu dan juga kedua saudaraku. Aku yakin Rani pun tidak akan keberatan bila uangnya aku pergunakan untuk bersedekah kepada keluargaku. Dari pada di sedekahkan pada orang lain. Mending juga untuk keluargaku sendiri yang juga sama butuhnya.Sebelum keberangkatannya tiga tahun yang lalu. Sempat kedua mertuaku itu menjual sepetak sawahnya untuk kami membeli tanah yang berada tepat di samping rumah ibuku. Tanah kosong milik Wak haji Yusuf yang maksud kami akan kami beli dan akan di bangun sebuah istana impian kami. Namun hingga saat ini tanah tersebut belum juga terbeli oleh kami dan justru tanah tersebut telah terbeli oleh orang lain. Aku memang belum membayarnya uang yang di kirimkan oleh mertuaku tersebut dan Rani pun belum tahu akan hal itu. Uang tersebut sempat dipinjam oleh ibuku untuk biaya masuk kuliah adik bungsuku dan juga membelikan motor untuknya. Jangan di tanya sisanya kemana. Tentu saja sisa uang itu aku bagi rata untuk ibu, diriku sendiri dan juga untuk mbak Lestari kakak sulungku. Kami bertiga kompak sengaja membeli tiga unit motor matic dengan tipe yang sama hanya beda warna saja. Kalaupun Rani menanyakan hal itu. Aku dan keluargaku kompak menutupi itu darinya. Dan uang bulanan yang ia kirim untuk susu Zaki dan biaya membeli bahan bangunan telah aku gunakan seluruhnya untuk kebutuhanku sendiri beserta ibu dan kedua saudaraku. Zaki juga anak yang penurut di kasih air putih mentok juga air gula dia tidak akan rewel selama ia. Kalaupun dia agak rewel aku dan ibu, kami punya solusinya. Hanya dengan tablet kuning berukuran kecil yang akan aku haluskan di tambah sedikit air dan kemudian meminumkannya. Bayi kecilku itu akan segera tertidur.[Iya, habis ini, Abang mau telpon istri Abang. Yang sabar ya. Abang janji Acara pernikahan kita akan kita gelar semeriah mungkin. Yang jelas orang-orang kampung pasti akan terkesan dengan pesta kita nanti.][Jangan ngambek dong. Nanti cantiknya di patok ayam loh.]Segera ku balas pesan yang berisi rayuan agar wanitaku itu tidak lagi merajuk pada diri ini. Kalau bukan dia yang memuaskanku, siapa lagi. Selama ini Lasmi-lah yang mengantikan peran Rani di atas ranjang.[Ya nanti kalau Abang sudah dapat transferan, segera Abang kasih tahu, Adek, ya. Nanti janji, adek bakalan bikin puas Abang.]Balasan pesan darinya membuat gelorah ini semakin membuncah. Sudah tidak sabar rasanya ingin segera meneguk manisnya madu surga dunia bersamanya.Segera ku cari kontak nomor Rani. Aku tahu istri lugu-ku itu tidak mempunyai gawai canggih seperti yang aku miliki ini. Karena sewaktu berangkat ke negri sebrang tiga tahun yang lalu hanya Hp butut pemberian dari orangtuanya-lah yang ia bawa bersamanya.Setelah ku temukan namanya segera ku kirim pesan SMS karena dia pasti tidak punya aplikasi hijau.[Sayang kapan uangnya segera kamu transfer. Kasihan Zaki kalau sampai telat minum susunya.]Tentu saja Zaki yang aku buat alasan. Kasihan sekali padahal anak itu tidak tahu apa-apa dan juga belum pernah merasakan uang yang ibunya kirimkan kepadaku.Toh dia masih kecil dan kebutuhannya tidak sebanyak seperti kami orang dewasa.5 menit10 menithingga satu jam lamanya belum juga pesanku mendapatkan respon darinya.[Rani, balas pesan dari suamimu ini! Kenapa dari kemarin pesanku tidak ada yang kamu balas! Apa kamu lupa pada Zaki?]Geram sekali rasanya karena pesan-pesan yang aku kirimkan tidak ada satupun yang ia balas. Aku coba kembali mengecek pesan yang aku kirim padanya. Dan benar saja pesanku tersebut ter- pending alias tidak terkirim. Aneh saja padahal ini adalah akhir pekan waktu untuknya bisa berkomunikasi dengan keluarga di tanah air dan biasanya dia dulu yang akan menghubungi-ku.Sudah hampir satu bulan ini tidak ada kiriman uang yang masuk ke dalam rekeningku. Pasalnya aku juga menggunakan mobile banking yang mana bila ada uang masuk pasti akan mendapatkan pemberitahuan melalui aplikasi di layar gawaiku ini.'Rani-Rani, kenapa kamu bikin suamimu ini kesal. Awas saja kalau Hp kamu sudah aktif. Bakal aku maki habis-habisan kamu karena sudah membuat suamimu ini kecewa.' gerutu-ku dalam hati.Ting...Ting...Ting...Terdengar suara notifikasi. Segera aku buka mungkin saja itu balasan pesan dari Rani.[Rud, ini aku sama ibu lagi jalan-jalan.][Kita, lagi di toko Hp Gloria phone.][Mutia, nangis minta di belikan Hp baru. Uangku gak cukup. Tolong kamu cepat kesini, ya.][gak pake lama]Ternyata pesan yang masuk itu dari kakak sulung-ku ternyata. Dan tentu saja pesan darinya semakin membuat darahku semakin mendidih.Aku semakin di buat stres. Ini semua karena Rani. Awas saja kamu, Rani![Mbak, Rani belum kirim uang. Uangku juga menipis. Uang dari Zaki juga sudah habis untuk belanja sehari-hari]Bagaimana bisa cukup uang sebesar 8 juta yang Rani kirimkan kepadaku. Harusnya dia tahu bahwa kebutuhan semakin lama semakin naik. Padahal uang itu sama sekali tidak pernah aku bagi dengan keluarganya di kampung. Toh, orangtua Rani juga tidak pernah menanyakan itu kepada-ku.Aku mengacak rambutku sendiri. Frustasi, ini karena ulah Rani."Rud, kita gagal lagi. Ibu pikir harusnya kamu itu tinggalkan saja si Lasmi dan mencoba untuk mendekati Rani lagi. Karena kalau kamu berhasil dapatin si Rina itu sana artinya kamu bisa merubah hidup kita. Ibu bosan hidup miskin dan susah. Makan saja susah." Ibunya Rudi berusaha menghasut putranya."Tapi apa Lasmi mau Rudi tinggal, Bu? Kita saja numpang hidup sama dia." "Ya kamu pinter-pinter cari cara dong. Masa gitu saja harus tanya sama ibu kamu ini."Rudi dan ibunya sedang berada di kamar yang ditempati oleh ibunya Rudi. Tanpa sepengetahuan keduanya, Lasmi yang tadinya berpamitan untuk pergi sebentar ia urungkan karena ada sesuatu yang tertinggal. Dan benar saja, Lasmi mendengar dengan telinganya sendiri jika ternyata ibu mertua dan suami sedang bersekongkol untuk menyingkirkan dirinya.Mendengar percakapan di dalam kamar yang posisinya tidak tertutup dengan sempurna. Dari balik pintu terdengar gigi gemeletuk milik Lasmi."Oh, ini ternyata rencana kalian. Baiklah ternyata aku saat
"Wah, besar juga toko milik si Rani," ujar ibunya Rudi menatap takjub. Rudi sengaja memarkirkan motor miliknya agak jauh dari tempat istrinya tersebut."Alah..., biasa juga kali, Bu!" sewot Lasmi pada ibu mertuanya."Tunggu sebentar!" panggil Rudi pada kedua perempuan yang sudah terlebih dahulu melangkah di depannya.Rudi melangkah lebih maju agar bisa mengimbangi posisi mereka. "Sebaiknya Rudi nunggu di sini saja. Lihat ada dua penjaga di depan toko itu," ujar Rudi sambil menunjuk pada dua orang yang sedang terduduk di emperan toko."Emang ada masalah apa sama kamu, Bang?" tanya Lasmi penasaran. Matanya menyorot tajam ke arah suaminya."Pokoknya kalian saja yang masuk ke sana dari pada kena masalah," titah Rudi pada kedua perempuan beda generasi tersebut."Sudalah, Las. Kamu gak usah banyak protes. Yang penting sekarang kita itu bisa belanja banyak tanpa harus keluar duit," sahut ibu mertua Lasmi.Akhirnya keduanya pun bergerak dan meninggalkan Rudi yang berada beberapa meter dari t
Setelah kejadian kemarin. Keluarga Rani tidak ingin lagi kecolongan dengan keberhasilan Rudi yang menyelinap di kediaman miliki putri mereka.Sebelum perceraian antara Rani dan Rudi benar-benar disah-kan oleh pengadilan agama. Orang tua Rani sangat berhati-hati dalam menjaga keselamatan putri mereka terlebih aksi nekat yang telah dilakukan oleh laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi mantan menantu keluarga mereka.Kedua orang tua Rani sangat menyesalkan sikap mereka karena telah memberikan restunya pada laki-laki yang ternyata benar-benar tidak bertanggung-jawab. Bukan hanya melimpahkan kewajibannya sebagai tulang punggung keluarga. Keluarga dari menantunya pula yang telah membuat cucu mereka harus meregang nyawa tanpa ada kesempatan bagi mereka untuk menatap kepergian cucu mereka untuk yang terakhir kalinya. Keluarga Rudi sengaja menyembunyikan kematian putranya dari keluarga istrinya.Tidak hanya putri mereka yang diperas keringatnya oleh keluarga dari besan melainkan persekongko
Mas, kamu itu dari mana saja? Masih pagi bukannya kerja malah keluyuran. Terus itu kakimu kenapa? Kok kamu jalannya pincang gitu?" Rudi yang baru sampai di rumah. Di depan teras tempat mereka tinggal sudah menanti istri yang sudah menunggunya dengan muka yang sudah tidak bersahabat."Cerewet! Aku ini juga sudah usaha. Memang belum rejekiku hari ini." ucapnya tanpa memperdulikan wanita di depannya itu. Terus melangkah hingga masuk kedalam rumah milik Lasmi."Kalian itu numpang di rumahku harusnya tau diri, dong!" cerca Lasmi sambil mengekor di belakang suaminya itu. "Aku sudah capek masak ibu sama ibumu enak dari tadi kerjanya cuma tiduran." keluhnya pada sang suami."Bisa diem gak! Aku ini juga capek!" hardik Rudi sambil memijat bagian tubuhnya yang sakit itu."Gimana mau diem kalau di rumah gak ada apa-apa. Aku ini juga butuh menyenangkan diriku sendiri. Aku sudah stres. Semua yang aku punya sudah aku jual. Tapi mana janjimu yang mau balikin itu semua?" "Itu semua juga dulunya aku y
Sudah satu Minggu dari kejadian kerusuhan yang diperbuat oleh keluarga Mas Rudi. Tak ada kabar lagi dari mereka semua. Surat gugatan pun telah terdaftar di pengadilan agama, tinggal menunggu surat panggilan untuk sidang perdana kami. Semoga selepas semua urusan ini selesai. Aku bisa kembali mendapatkan ketenangan dan menjalani hidup dengan tenang pun menata hidup dan masa depan. Untuk kembali menjalin hubungan, aku tidak membatasi. Mengikuti alur yang sudah diskenariokan oleh Sang Maha Pengatur dan Pemilik kehidupan.Rencanaku hari ini adalah bertemu dengan pembeli rumah itu sekaligus pelunasan dari sisa uang yang belum terbayar."Tunggu!" terdengar suara bariton yang sangat aku kenali.Iya, Mas Rudi yang berteriak memanggil namaku. Mau apa lagi dia datang kemari. Kenapa nyaliku jadi menciut begini. Tiba-tiba jantungku berdegup dengan kencangnya.Aku takut karena Mas Rudi bisa saja berbuat nekad seperti kemaren. Sedangkan di rumah hanya aku seorang dan dua orang karyawan yang berjag
"Mbak, Bayu tadi kayaknya lihat seseorang yang mirip banget sama Mas Rudi." "Apa, bener, Le, yang kamu lihat tadi itu suaminya, Mbakmu si Rudi itu.""Iya, Bu. Bayu yakin. Soalnya tadi orang itu juga merhatiin kita terus pas kita bagi-bagi nasi kotak di depan." ucap Bayu dengan mimik seriusnya."Apa mungkin Mas Rudi sudah tahu tempat ini ya, Yu?" "Bayu juga gak tahu, Mbak. Mungkin tadi juga dia pas lihat kitanya gak sengaja. Mungkin saja kan karena kita tadi di jalan pas Mas Rudi juga melintas di sana. Terus lihat kita.""Iya, juga, ya." di sambut anggukan oleh Ibu juga Bapak."Terus kemaren bagaimana pas kalian menyita rumah ibu mertuamu itu, Nduk? Bagaimana reaksi dari mereka?" tanya bapak karena penasaran."Iya, Nduk. Ibu juga penasaran. Akan tinggal di mana kalau mereka keluar dari rumah itu?""Rani juga gak tahu, Bu. Itu sudah bukan urut kita lagi.""Kemaren sempat bersitegang si, Pak. Mereka mencoba beralasan. Tapi karena gertakan dari preman yang di bawa oleh Pak Indra dan jug